Rahasia Tersembunyi
Mata Uang dan Sekilas Pemilu Demokrasi
Abu
Bakar ibnu Abi Maryam meriwayatkan bahwa beliau mendengar Rasulullah
Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ”Masanya
akan tiba pada umat manusia, ketika tidak ada apapun yang berguna selain dinar
dan dirham.” (Masnad Imam Ahmad Ibn Hanbal).
Sebaiknya
Anda menyempatkan nonton video-video ini :
Terjemahan Indonesia |
Terjemahan Indonesia |
|
|
|
|
|
Uang
yang bener adalah emas. Rupiah sama dollar itu bukan uang, tapi cuma mata uang
(currency). Dan yang namanya mata uang ini cepat atau lambat pasti akan selalu
melemah purchasing powernya. Rededominasi itu cuma alibi aja buat nutupin nilai
mata uang yang selalu merosot.
coba deh liat video ini bagus banget wajib ditonton biar paham bagaimana
'kebusukan' bank dan sistem ekonomi dunia yang bekerja saat ini
Playlistnya
(dari episode 1 - episode 5) ada di sini:
Di video itu ada sejarah uang dan mata uang dari jaman mesir kuno sampe federal
reserve bank. Termasuk alasan kenapa masyarakat terdahulu menggunakan emas,
lalu berpindah haluan ke mata uang, terus sekarang akan kembali ke emas lagi.
Wajib tonton deh pokoknya, you'll never regret this.
Dan di balik itu semua, yang paling berkuasa di dunia ini adalah orang-orang
yang punya bank
currency will come to an end soon
ayo
cepet-cepat beli emas
sad
but true, itulah kenyataannya sistem ekonomi riba selama masih pakai mata uang
kertas atau semacamnya, semua orang yang ada di dunia ini riba, gan!
kamu,
aku, dan kalian untuk saat ini memang tak bisa terhindarkan dari riba yang
hanya bisa kita lakukan adalah meminimalisir dosa riba tersebut, salah satunya
dengan bersedekah.
mari
bersedekah gan.
Segala
sistem diluar islam ternyata menganut nilai materialis, nilai materialis
ternyata berkaitan dengan riba, riba adalah jenis dosa besar yang diperangi
Allah dan rasulNya. Bila perekonomian riba jatuh, maka jatuh pula kekayaan
pemilik kebun maka sistem dajjalisme bisa kacau, sistem dajjalisme kacau,
marahlah penganut dajjalisme maka huruhara terjadi dengan rangkaian krisis alam
pula, huruhara terjadi, sistem kufar jatuh dengan sendirinya maka kekhalifahan
Islam terbentuk, kekhalifahan Islam terbentuk maka dajjal pun muncul. Bila pun
skenario besar ini tidak seperti ini, umpama masih memerlukan masa yang lebih
lama maka tetap juga pada akhirnya perekonomian riba akan jatuh dan hal ini
telah banyak diramalkan para pakar ekonomi, maka lebih baik negeri ini bersiap
diri dari keadaan kekacauan ekonomi tersebut kelak dikemudian hari, sedialah
payung sebelum hujan dan bila pun negeri ini ingin lebih sedikit panjang masa
damainya juga berkurangnya bencana, lebih baik hilangkan riba yang nyata ada
hari ini, karena separuh bencana dan musibah akan bisa hilang dari negeri ini.
Berdasarkan hadis-hadis kemungkinan besar kekhalifahan baru dapat terwujud pada
jaman imam Mahdi, jadi masa saat ini adalah masa menghadapi sistem yang ada,
dan yang nyata salah satu yang dapat dirubah dalam sistem ini adalah sistem
perekonomiannya. Jadi usahanya juga sebenarnya sama menuju satu arah akhir yang
terbaik. Jadi usaha paling real hari ini adalah mewujudkan subtansi-subtansi
sistem yang ada hari ini dapat berjalan berdasarkan nilai-nilai syariat. Kita
tidak dapat berdiam diri untuk tidak berusaha semaksimal dan semampu apa yang bisa
kita lakukan hari ini, karena telah jelas matahari akan terbit dari barat maka
sebagai analoginya pula adalah adanya usaha manusia itu sendiri untuk membalik
keadaan yang ada, tidak akan berubah keadaan bila kita tidak mengusahakan
menuju jalannya tersebut, inilah batasan manusia, usaha, amal dan doa.
Dan
bagaimanapun kita tidak dapat berlarut-larut dalam dosa besar yang satu ini.
Tidak ada pertentangan bahwa riba adalah satu dosa besar yang paling urgent
untuk dihilangkan atau diminimalisir hari ini dan seterusnya. Cara tercepat
tentu saja dengan menguasai/memenangkan pemerintahan, kemudian baik dari dalam
maupun dari luar bersatu mewujudkan sistem perekonomian berbasis syariah ini.
Ini pula salah satu pendapat dari banyak alasan-alasan penulis dari kenapa kita
jangan golput hari ini.
Bahkan
kalangan luar islam pun mulai menyadari bahwa ekonomi syariah adalah sebuah
jalan yang terbaik untuk perekonomian. Bagaimana dengan kita?
Lahirkan
uang emas rupiah dan uang perak rupiah, kemudian menguatkannya dengan tidak
meng-currency-nya kembali dengan uang kertas lagi. Haruslah emas bernilai emas,
dinar bernilai sama dengan dinar dari negara-negara lainnya. Maka sistem
perbankan dan asuransi syariah akan berjalan lebih afdol pula, dengan secara
global memakainya maka perekonomian berbasis syariah makin kuat dan akan
menjatuhkan perekonomian riba. Bukan solusi tepat bila cuma melahirkan secara
kecil dalam bentuk finansial baru dengan bentuk sekedar perusahaan atau jasa,
tapi globalkanlah untuk maslahat besar umat islam sendiri, untuk masyarakat di
negara-negara islam tersebut. Lahirkan mata uang emas dan perak di negeri-negeri
muslim dan lepas sistem currency-nya dari dan kepada uang kertas.
Seharusnya
Nasrani pun menyadari dan membantu hal ini sebagaimana telah penulis singgung
dibagian lain dalam tulisan penulis, bahwa sistem riba terkini yang diciptakan
dan dibangun oleh keturunan Ruben, (keturunan Ruben juga diidentikkan dengan
Gog) adalah salah satu jenis tanda didahi (akal, ideologi, kepercayaan) maka
salah satu jenis tanda ditangan yang paling mendekati adalah uang kertas dan
bagaimana hubungan wahyu 13 dengan keadaan tersebut dan juga tidak bisa
disangkal bahwa alkitab juga melarang adanya sistem riba tersebut.
Wahyu13:16Dan
ia menyebabkan, sehingga kepada semua orang, kecil atau besar, kaya atau
miskin, merdeka atau hamba, diberi tanda pada tangan kanannya atau pada
dahinya,13:17dan tidak seorangpun yang dapat membeli atau menjual selain dari
pada mereka yang memakai tanda itu, yaitu nama binatang itu atau bilangan
namanya.
Banyak
hadis menggambarkan diakhir jaman, banyak orang begini begitu, akan ada ini dan
itu, dsb. Seperti, “Sesungguhnya akan
datang kepada manusia tahun-tahun penuh tipu daya. Para pendusta dipercaya
sedangkan orang jujur dianggap berdusta. Penghianat diberi amanah sedangkan
orang yang amanat dituduh khianat. Dan pada saat itu, para Ruwaibidhah mulai
angkat bicara. Ada yang bertanya, ‘Siapa itu Ruwaibidhah?’ Beliau menjawab,
‘Orang dungu yang berbicara tentang urusan orang banyak (umat).” (HR.
Ahmad, Syaikh Ahmad Syakir dalam ta’liqnya terhadap Musnad Ahmad menyatakan
isnadnya hasan dan matannya shahih. Syaikh Al-Albani juga menshahihkannya dalam
al-Shahihah no. 1887)
Penulis
tidak akan membahas satu-satu hal tersebut, penulis hanya ingin mengingatkan
bila halnya demikian dan nyata nilai itu bertentangan dengan nilai islami maka
usahakanlah untuk merubah keadaan yang dimaksud tersebut, seperti analogi dari
pertanyaan kenapa harus ada matahari terbit dari barat. Maknanya jelas akan terjadi
matahari terbit dari barat namun makna tersiratnya mungkin juga ada yaitu agar
umat islam lebih berusaha membalik situasi dan kondisi pada peradaban saat itu
alias hari kekinian ini.
Bila sudah berkomitmen maka berusahalah konsisten, "Janganlah kamu sekali-kali mengatakan, 'Sesungguhnya saya akan
melakukan hal ini besok,' kecuali dengan mengatakan Insya Allah." (QS
Al-Kahfi :23-24)
Ada
salah satu makna tambahan (bukan makna utama) dari sejumlah beberapa makna
tambahan dan juga hanya sekedar cocoklogi saja, bisa benar dan bisa salah yang
mungkin saja ada faedahnya. Pada kisah pemuda Kahfi (kisah nyata kejadian
dimasa lalu, untuk bahasan ini cuma pemaknaan sekedar analogi saja, bukan
dimaksud pemuda Kahfi yang asli, bukan dimaksud Zulkarnain yang asli ataupun
Khidir dan nabi Musa as, sekedar analogi dari sesi kisah/cerita yang
disesuaikan kemasa kekinian), dimana setelah umat muslim menyuarakan tentang
agama haq pada dunia, kemudian secara berlahan dan pasti umat muslim
ditidurkan/kejatuhan hingga dijauhkanlah/dipisahkanlah agama dari segala aspek
kehidupan, politik, sosial, budaya, pendidikan, dsb. Agama diasingkan hingga
yang memegang teguh islam layaknya seperti keberadaan orang-orang di gua,
sesuatu yang dianggap kuno, kampungan, tidak relevan terhadap perkembangan
jaman, dsb. Hanya ada segelintir orang yang meyakini khazanah gua ini dan
aspirasi mereka hanya dibolak-balik kekiri dan kekanan saja dan namun pasti
akan terjadi masa bangunnya dan setelah bangun/kebangkitan yang mereka lihat
diawal-awal adalah uang perak mereka tidak berlaku lagi, yaitu mereka
termelek-melek melihat dan menyadari bahwa dunia telah diliputi sistem riba, salah
satu akar besar dari kebobrokan akhir jaman. Beruntunglah gua tersebut dalam
makna lain berada di khatulistiwa, bila mengikuti rincian pertemuan Nabi Musa
as dan Khidir diantara pertemuan dua lautan maka bisa jadi kebangkitan dan
penopang di timur tengah (fisikal) bisa saja bermakna nusantara ini, penopang
perang budaya dan pemikiran karena relatifnya negaranya yang masih berhawa
kondusif, jauh dari perang fisik, sebuah kondisi negara ketika mulainya pemuda
kahfi bangun dari tidur/masa kebangkitan. Ya… bukan hanya ada perang fisik
namun juga ada perang non fisik dalam dunia ini. Orang-orang berselisih
terhadap pendapat mereka namun kemudian orang berkuasa akan membangun landasan
syariat ini diatas gua tersebut, gua itu untuk persepsi sekarang mungkin bisa
jadi adalah nusantara ini dan perlu diingat bahwa ini hanya sekedar salah satu
kemungkinan untuk persepsi analogi ini. Diantara pertemuan dua laut juga
mengandung makna saintis pula.
Versi
lain makna analogi lainnya adalah ketika itu orang-orang menyelamatkan imannya
dengan menjauhi dunia (diilustrasikan melarikan diri ke gua) karena berpegang
dengan agama seperti berpegang bara api, bisa karena fitnah pertikaian dan
peperangan antar umat islam sendiri, masa 40 hari Dajjal atau semisal senada
hadis ini :
Dari Abu Hurairah Ra. ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
bersabda, "Akan datang suatu jaman
saat itu orang yang beriman tidak akan dapat menyelamatkan imannya, kecuali
bila dia lari membawanya dari puncak bukit ke puncak bukit yang lain dan dari
suatu gua ke gua yang lain. Maka apabila jaman itu telah tiba, segala mata
pencarian (pendapatan kehidupan) tidak dapat diperoleh kecuali dengan
melaksanakan sesuatu yang menyebabkan kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Apabila ini telah terjadi, maka kebinasaan seseorang adalah dari sebab
mengikuti kehendak isteri dan anak-anaknya. Kalau ia tidak mempunyai isteri dan
anak, maka kebinasaannya dari sebab mengikuti kehendak kedua orang tuanya. Dan
jikalau orang tuanya sudah tidak ada lagi, maka kebinasaannya dari sebab
mengikuti kehendak familinya atau dari sebab mengikuti kehendak
tetangganya". Sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
wa Sallam, apakah maksud perkataan engkau itu?" (kebinasaan seseorang
karena mengikuti kemauan isterinya, atau anaknya, atau orang tuanya, atau
keluarganya, atau tetangganya). Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab,
"Mereka akan menghinanya dengan kesempitan kehidupannya. Maka ketika itu
lalu dia menceburkan dirinya di jurang-jurang kebinasaan yang akan
menghancurkan dirinya. (HR Baihaqi).
Hadis
riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata: Bahwa
Rasulullah saw. bersabda: Akan terjadi fitnah di mana orang yang duduk
(menghindar dari fitnah itu) lebih baik daripada yang berdiri dan orang yang
berdiri lebih baik daripada yang berjalan dan orang yang berjalan lebih baik
daripada yang berlari (yang terlibat dalam fitnah). Orang yang mendekatinya
akan dibinasakan. Barang siapa yang mendapatkan tempat berlindung darinya,
hendaklah ia berlindung. (Shahih Muslim No.5136)
Konteks
klasifikasi Fitnah pada surat al Kahfi yaitu berupa fitnah agama, fitnah
kekayaan dan kesombongan, fitnah ilmu, dan fitnah kekuasaan. Contoh fitnah
ilmu, Dalam
hukum kekekalan energi dimana energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk
lainnya tapi tidak bisa diciptakan atau dimusnahkan (bahasa manusianya
demikian, penciptaan dan pemusnahan bisa bila dinisbahkan ke Pencipta, Allah),
secara tidak langsung teori ini menafikan adanya Tuhan, orang-orang menisbahkan
kepintaran dan keilmuannya saja yang membuat sukses dirinya, lupa pada peran Pemberi/Pencipta
sebab akibatnya, yaitu Tuhan. Pada
sebuah kenyataan dalam sebuah kejadian yang kita lihat dari prilaku seseorang
(subjek), kita bisa saja berkata atau bahkan memvonis kepada seseorang pada
saat “waktu kejadiannya” itu bahwa “Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu
kesalahan yang besar” dan atau perkataan, “Sesungguhnya kamu telah melakukan
suatu yang mungkar” atau “kau telah
mendekati sebuah pintu keburukan”, atau “kau terlihat muna”, dsb. Tapi untuk
hari esok, seterusnya dan seterusnya lagi kedepan sampai ajalnya, maka kita
tidak berhak menyatakan atau memvonis lagi selama apa-apa “perbuatan” itu tidak
tampak dalam penglihatan lagi, atau sengaja tidak ditampakannya atau memang
benar-benar telah hilang darinya karena tobatnya. Karena bisa saja dihari
kemudiannya itu, ada pintu hidayah yang ia telah masukin, atau ada makna dan
tujuan tertentu yang ternyata dimaafkan dan diridhoiNya, atau ada amal yang
telah menyelamatkannya dan atau ada maaf dari Allah SWT karena tobatnya. Terkhusus
apalagi bila ia seorang islam seperti kisah nabi Musa as dan Khidir, dimana
nabi Musa as berkata kepada Khidir bahwa “Sesungguhnya kamu telah berbuat
sesuatu kesalahan yang besar” dan atau perkataan, “Sesungguhnya kamu telah
melakukan suatu yang mungkar”, tidak langsung berkata/memvonis “kafir” pada
subjek karena melihat perbuatan Khidir ada pertentangan dengan syariat. Segalanya
kembali kepada Allah SWT, karena semua ada dibalik hikmahNya. Itulah salah satu
nilai dimana kita berkata “seperti inilah berita gembiranya” dan atau “seperti
inilah peringatannya”, dan atau “inilah dakwahnya”, karena ada tugas umat islam
untuk menyampaikan kabar dan peringatan sesuai aqidahnya, telah sampai
peringatan dan kabar gembira padanya, tinggal bagaimana subjek itu menerimanya maka
kami menyampaikan pada kesesuaian keadaannya untuk pensubjekannya namun patut
dibedakan bila untuk pengajian ilmu dengan apapun medianya, perkataan dan vonis
ini serelevan masa demi masa akan adanya prilaku-prilaku serupa itu. batasan
vonis ke subjek sesuai batasan kejadiannya atau sepanjang kejadiannya karena
ditakutkan akan memberi kepadanya fitnah hidup dan fitnah mati. (pen: semoga
Anda bisa mengerti satu sisi maksud penulisan ini)
Juga
adanya varian makna lainnya senada hadis ini :
Dari Abdullah bin Amr bin Ash ra bahwa Rasulullah SAW bersabda , “Bagaimana denganmu jika kamu berada di tengah kekacauan, janji janji
dan amanat mereka abaikan, kemudian mereka berselisih seperti ini ? ”Lalu,
beliau menyilangkan antara jari jari. Abdullah bin Amr bertanya, ”Lalu, dengan
apa engkau menyuruhku?” Beliau menjawab, “Jagalah rumah, keluargamu, lidahmu,
dan lakukanlah apa yang kamu tahu dan tinggalkan yang mungkar, serta berhati
hatilah dengan urusanmu sendiri, lalu tinggalkanlah perkara yang umum“ (HR
Abu Daud dan Nasa’i)
Lalu
bagaimana bila diantara dua yang menyilang itu, ada satu pihak yang masih
memegang baik janji-janji dan amanat????
Dari Hudzaifah bin al Yaman ra bertanya, “Wahai
Rasulullah, apakah setelah kebaikan akan datang kejahatan?” Beliau menjawab, “Ya,
banyak penyeru yang mengajak ke pintu jahanam, maka, barangsiapa yang
mengijabahnya (mengikutinya), mereka akan dilemparkan ke dalamnya.” Aku
bertanya, ”Sifatkanlah mereka itu kepada kita. ”Beliau SAW berkata, ”Mereka
dari golongan kita dan berbicara dengan bahasa kita, ”Aku berkata, ”Lalu, kau
suruh apa ketika aku melihatnya?” Beliau SAW menjawab, “Lazimilah
(berpeganglah) pada jamaah muslimun dan imam mereka. ”Aku berkata, ”Jika tidak
ada jamaah dan Imam?” Beliau SAW menjawab, ”Jauhilah semua kelompok itu
meskipun akar pohon melilitmu hingga maut menjemputmu, dan engkau tetap seperti
itu.” (HR Muslim)
Dari Abu Dzar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Wahai Abu Dzar, bagaimana kamu jika berada dalam kekacauan?” Lalu beliau SAW menyilangkan jari
jarinya. Abu Dzar berkata, “Apa yang akan engkau perintahkan kepadaku, ya Rasulullah?”
beliau menjawab, ”Bersabarlah! bersabarlah! manusia akan berpura pura dengan
akhlak dan perbuatan mereka.” (HR Hakim dan Baihaqi)
Dari Hudzaifah bin al-Yaman r.a. berkata, ‘Orang-orang
bertanya kepada Rasulullah saw. tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya
tentang kejahatan, karena takut hal itu menimpaku.’ Maka aku katakan, ‘Wahai
Rasulullah saw. sesungguhnya dulu kita berada dalam kejahiliahan (kebodohan)
dan kejahatan. Lalu, Allah swt. mendatangkan pada kami kebaikan (Islam) ini,
maka apakah setelah kebaikan ini akan datang kejahatan?’ Beliau menjawab, ‘Ya.’
Aku bertanya lagi, ‘Apakah setelah kejahatan itu akan muncul lagi kebaikan?’
Beliau menjawab, ‘Ya, tetapi di dalamnya terdapat noda.’ Aku bertanya lagi,
‘Noda apakah itu?’ Beliau menjawab, ‘Yaitu suatu kaum yang berpedoman bukan
dengan pedomanku. Kamu tahu dari mereka dan kamu ingkari.’ Aku bertanya lagi,
‘Lalu, apakah setelah kebaikan itu akan muncul lagi kejahatan?’ Beliau
menjawab, ‘Ya, yaitu para da’i (penyeru) kepada pintu-pintu jahannam. maka,
barang siapa yang memenuhi panggilan mereka, niscaya mereka akan dicampak-kan
ke dalam neraka jahannam itu.’ Aku bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah saw,
gambarkanlah kepada kami tentang mereka.’ Lalu, beliau menjawab, ‘Mereka adalah
dari kalangan kita. Berkata dengan bahasa kita.’ Aku bertanya, ‘Apa yang engkau
perintahkan padaku jika hal itu menimpaku?’ Beliau menjawab, ‘Berpegang
teguhlah dengan jamaah muslimin, dan imam mereka (kelompok yang berpegang teguh
dengan al-Haq).’ Aku bertanya, ‘Jika mereka tidak punya jama’ah dan tidak punya
imam?’ Beliau menjawab, ‘Maka tinggalkan semua golongan itu, walaupun kamu
harus menggigit akar pohon sampai kamu mati, sedangkan kamu berada dalam
keadaan demikian.’ (HR. Bukhari).
Jadi versi tidur, tinggal di gua, dan bangun yang mana hari ini yang cocok,
berdasarkan sikon pada lokasi, daerah dan tempat muslimin itu berada ???? versi
mana buat nusantara ini hari ini.
Pada
kisah pemuda Kahfi pula ada versi makna tentang saint yang dikatakan
berhubungan dengan teori relativitas, seperti menggerakkan telunjuk ke kanan
kekiri dengan disinari cahaya dan pada bayangan telunjuk tersebut, ditengah
terlihat transparant sedangkan disamping kanan kiri terlihat jelas bayangannya.
Jadi kemungkinan batasan ilmu saint ini untuk manusia adalah percepatan jarak (mungkin
saja hingga teleportasi) namun bukan percepatan waktu, dan mungkin saja ada
percepatan waktu tapi bukan bisa mundur ke masa lalu namun hanya dapat terjadi
percepatan waktu maju kemasa depan, sebagaimana pemuda Kahfi tetap berusia muda
hingga akhir kejadian namun telah mengalami peristiwa tersebut sepanjang 309
tahun lamanya kemasa depan. ada batasan pemberian ilmu hanya sampai keadaan
pemuda Kahfi di dalam gua, bukan batasan dapat mundur kembali kemasa lalu. 300
ditambah 9 tahun juga adalah pernyataan tentang saint bahwa akan ada hitungan
masehi kelak.
309
tahun adalah waktu hijriah dan 300 tahun adalah waktu masehi, maka dikatakan
300 tahun ditambah 9 tahun. Selama 100 tahun Masehi terjadi 3 tahun penuh
Hijriyah. Maka kalau 300 tahun Masehi, akan terjadi 3×3= 9 tahun penuh
Hijriyah. Maka 300 Masehi + 9 Hijriyah = 309 tahun. Dan kata 300 serta kata 9
di dalam surat al-Kahfi ayat ke 25 itu dipisah penyebutannya. Demikianlah yang
difahami dari tafsir Imam As-Suyuti dalam kitabnya Al-Jalalain.
Tahun 1396 H penuh dalam tahun
1976 M karena tanggal 1/1/1396 H = 3/1/1976 M sementara tanggal 1/1/1397 H =
23/12/1976 M. Kemudian setelah 33 th ke depan, Tahun-tahun Hijriyah yang sepenuhnya
di dalam Tahun Masehi, Tahun 1429 H penuh dalam tahun 2008 M, karena tanggal
1/1/1429 H = 10/1/2008 M sementara tanggal 1/1/1430 = 29/12/2008 M. Ada 1 tahun
hijriah penuh pada setiap 33 atau 34 tahun dari masehi.
2008
Masehi dikatakan ada terjadi krisis keuangan lalu apa yang terjadi ditahun 1943M,
setahu saya 1944M kongres Amerika mengeluarkan peraturan untuk menghilangkan
mata uang emas dan perak. Dalam perjalanannya penggunaan uang kertas berkembang
menjadi atribut dan simbol sebuah negara. Namun sebagai garansi dari negara
yang bertanggung jawab atas peredarannya, maka jumlah uang kertas yang
diterbitkan selalu dikaitkan dengan jumlah cadangan emas yang dimiliki oleh
negara yang bersangkutan. sekitar tahun 1976M, ketergantungan pencetakan uang
kertas sudah tidak lagi dihubungkan dengan cadangan emas, tetapi dibiarkan
bergulir dan terjun ke pasar besar menghadapi hukum penawaran dan permintaan
sebagaimana yang tumbuh dalam hukum ekonomi.
Nilai
Tukar Saat Ini, Setelah sistem Bretton Woods rusak, dunia akhirnya menerima
penggunaan floating kurs valuta asing selama perjanjian Jamaika tahun 1976M.
Ini berarti bahwa penggunaan standar emas akan secara permanen dihapus. Namun,
ini tidak berarti bahwa pemerintah mengadopsi sistem mengambang bebas nilai
tukar murni. Sebagian besar pemerintah menggunakan salah satu dari tiga sistem
berikut nilai tukar yang masih digunakan hari ini:
·
Dolarisasi;
·
Dipatok
tingkat, dan
·
Managed
floating rate.
lalu
apa yang terjadi ditahun 1708M, tidak tahu juga, apa ada hubungan dengan bersatunya
perdagangan Inggris ke hindia timur, ini hanya sekedar tebakan. Maka kita pula
akan menunggu kisah baru di tahun 2017M.
Makna
lain dari kisah pemuda Kahfi adalah diidentikkan dengan fitnah agama, kemudian
kisah pemilik kebun adalah identik dengan fitnah kekayaan dan kesombongan, kisah
nabi Musa as dan Khidir adalah identik dengan fitnah ilmu, kisah Zulkarnain
adalah identik dengan fitnah kekuasaan. Yang menarik di zaman ini beda dengan
zaman beberapa umat terdahulu dimana kekuasaan merupakan fitnah yang lebih
tinggi membawahi fitnah kekayaan dan ilmu, sementara di akhir zaman ini, fitnah
kekayaan dan kesombongan menjadi urutan kedua setelah fitnah agama (tauhid),
dimana kekayaan dan kesombonganlah yang mengontrol dan memberi masukan pada ilmu
dan kekuasaan. Ilmu dan kekuasaan ditopang dan juga dibangun untuk mendapatkan
nilai-nilai dan tujuan materialis, meninggikan tingkat kesombongan. Sesuai pula
dengan hadis bahwa ujian umat ini adalah kekayaan. Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang
orang-orang yang paling merugi perbuatannya?", Yaitu orang-orang yang
telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka
menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Qs. Al Kahfi: 103-104
Bila
kita persepsi secara terbalik pula akan kisah Zulkarnain tentang yakjuj dan
makjuj juga adalah sebuah kejadian setelah peristiwa matahari terbit dari barat
nantinya. Maka sebagaimana membaliknya arah terbit matahari kita akan
mempersepsi kisah Zulkarnain secara terbalik untuk konteks makna cocoklogi yang
cocok hari ini, penulis tidak akan membalik keseluruhan kisah dan kata-katanya,
hanya sekedar gambaran globalnya saja. Maka yang punya kekuasaaan dari barat
hingga timur adalah kaum yang tidak beriman, yakjuj dan makjuj, maka Zulkarnain
berada didalam dinding. Ya, suasana dimana islam hari ini telah terpojok,
dijepit dan terpenjara di dalam dinding pembatas, diluar pembatas, tanah yang
luas tersebut telah dikuasai oleh kaum yang tidak beriman. Bila sedikit
dicermati kisah Zulkarnain, ada terselip tentang petunjuk penemuan saint, dan
mungkin saja itu juga bermakna pula yaitu petunjuk terselip jenis senjata
muktahir umat islam akhir jaman. salah satu senjata tersebut (yang ada saat
yakjuj dan makjuj), namun harusnya dikatakan mukzizat nabi Isa as, "Dan tidak ada orang kafir yang mencium
nafasnya kecuali akan mati, dan nafasnya itu sejauh pandangan matanya".
sebuah dinding pembatas untuk pemisah umat Islam dari lingkaran serangan yakjuj
dan makjuj, jadi apa versi senjata muktahir sebelum yakjuj dan makjuj itu?
penulis rasa Anda bisa menebaknya sebuah kemungkinan itu.
Jihad
setelah sempurnanya islam, maknanya menjadi luas, maka jadilah ia luas dari
tiap detikmu, tiap saatmu dan tiap laku dan keadaanmu.
… Kemudian beliau
bersabda 'inginkah kalian kuberitahukan pokok dari segalah urusan dan puncak
mahkotanya ?" Aku menjawab, "ingin, wahai rasulullah,; beliau
bersabda,; pokok dari segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan
puncaknya adalah jihad…
(HR Tirmidzi dan dia mengatakan ini adalah hadist hasan)
Yang aku khawatirkan
dari umatku adalah orang-orang yang sesat (dengan bid'ah), yang jika sebuah
pedang diletakkan di dalam umatku ia tidak akan digunakan hingga datangnya Hari
Kiamat.
Tingkat
“keragu-raguan” seseorang berbeda-beda, makin tinggi tingkat wara-nya maka akan
baik pemahamannya akan bidah, makin kurang pula beban-beban di pundak yang ia
bawa sebagai musaffir, karena ia akan mengurangi beban-beban yang tidak perlu
dan kurang bermanfaat buatnya. Walau seakan-akan segala ilmu pengetahuan
didunia ada didalam genggamannya dan mudah buat ia mengambil atau
mempelajarinya namun kadang kala ia melepaskannya, kadang pula memang ada yang
tidak diperuntukkan sebagai nikmat untuknya, untuk ia dapatkan karena nikmat
itu bukan pendekatan takdir untuk ia dapatkan atau ia jauhkan dan ia tahu itu
namun hal utama terpikirkan adalah berbaik sangka bahwa itu bagian kehendak
Allah SWT agar ia makin jauh atau tidak tersibukkan kepada sesuatu yang tidak
berfaedah pada ibadahnya, menjaganya agar ia tetap pada jalan yang lurus sebab
kita benar-benar tidak tahu mana yang lebih baik, nikmat yang dijauhkanNya
ataukah nikmat yang diberiNya, mana yang baik, nikmat yang disegerakanNya atau
nikmat yang ditundaNya.
Masalah
bagaimana bidah, cari dan nilailah sendiri dalam nash. Disini penulis hanya
menyatakan bila pedang itu adalah pedang ilmu maka gunakanlah itu, bila pedang
dalam sosial pertajamlah ia dalam pemakaiannya, bila pedang itu berupa pedang
dalam peperangan maka gunakan itu, bila pedang itu adalah pedang politik maka
pakailah itu, dsb. Sampai ketetapan itu berubah.
Beberapa
bulan kedepan ada jihad 5 tahunan, bukan karena membenarkan demokrasi karena ia
bukan sistem islam, namun karena adanya mekanisme yang nyata didepan mata yang
harus dihadapi, maka setoplah golput, karena ada pedang didepanmu untuk kau
gunakan sebagai kebaikan untuk kemaslahatan sosialmu, bila kau tidak gunakan
juga, maka kau akan tetap masih terkena imbas dari keadaan yang tidak kau
manfaatkan untuk kemaslahatan sosial hubungan horizontalmu. Ada pedang untuk
memudahkan menjalankan syariatmu, Ada pedang untuk menjauhkanmu dari sistem
riba. Seharusnya ulama yang berkompeten bisa mengeluarkan fatwanya, karena dari
sudut pandang fiqh yang terpenuhi, ulama lebih dapat menjelaskannya secara
lebih baik, tanyalah kepada mereka. Pilihlah yang memegang islam diatas segala
azas, masalah batin hadapkan urusannya kepada Allah SWT. Bila pun kelak kau
yang terpilih lalu kau membuat sebuah andil kebaikan dan manfaat besar pada
masyarakat tapi diklaim sebagai keberasilan kerja penguasa pemerintahan, tidak
usahlah bersedih, karena Allah SWT tetap akan memberimu banyak kebaikan dan
tugasmu adalah mendekati dan mengawal umara negeri/para pemimpin agar dapat
berjalan dan masih berjalan dalam rel-rel kebenaran dan memperjuangkan kebaikan
untuk urusan sosial masyarakat sekitarmu.
Jadi
kemungkinan besar yang akan membawa pedang lengkap adalah Imam Mahdi, untuk
mempercepat kedatangannya haruslah ditandai dengan jauhnya bidah dari golongan
yang setia padanya sebagaimana pengertian lain dari … Yang aku khawatirkan dari umatku adalah orang-orang yang sesat
(dengan bid'ah), yang jika sebuah pedang diletakkan di dalam umatku ia tidak
akan digunakan hingga datangnya Hari Kiamat ... Dan bila golongan ini yang
berjuang dalam politik telah siap pada pelajaran politik dan siap masuk dalam
pembentukan pemerintahannya, yang berjuang di lahan perang telah siap dalam
ketentaraan dan taktik perangnya, yang berjuang dalam harta, perlengkapan dan
sebagainya telah siap dalam harta, perlengkapan dan sebagainya dan juga
berjuang dalam ilmu telah siap dalam membangun mental dan akhlak umat dan bila
waktu dan peristiwanya telah sampai pada puncak kenyataan.
Telah
bercerita kepada kami 'Abdullah bin Muhammad telah bercerita kepada kami
Mu'awiyah bin 'Amru telah bercerita kepada kami Abu Ishaq dari Musa bin 'Uqbah
dari Salim Abi An-Nadhar, mantan budak (yang telah dimerdekakan oleh) 'Umar bin
'Ubaidillah -dia adalah juru tulisnya- berkata; 'Abdullah bin Abi Aufaa
radliallahu 'anhuma menulis urat kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Ketahuilah oleh
kalian bahwa surga itu berada di bawah naungan pedang". Hadits ini
ditelusuri pula oleh Al Uwaisiy dari Ibnu Abu Az Zanad dari Musa bin 'Uqbah. (H.R.
Bukhari : 2607).
Tidak
ada cara khusus dalam Islam dalam memilih pemimpin, beberapa cara pernah
dipakai dalam sistem kekhalifahan Islam namun dalam mencari pemimpin yang afdol
adalah mencari dari orang-orang yang utama dan benar dalam iman dan taqwanya.
Dalam Islam bentukan sistem kepemimpinanlah baru ada yang khusus, nyatalah ada
yaitu kekhalifahan Islam. Sunatullah, jaman ini tidak ada kekhalifahan Islam,
karena ini ada dalam hikmahNya maka hadapi kenyataan ini sesuai syariat Islam
dan mengawal tetap dalam batasan syariat yang dibolehkan sampai ketetapan
tersebut berubah/teralihkan kembali atau Kita dapat pula sambil berusaha untuk
mempercepatnya karena batasan manusia adalah usaha, finishnya kembali kepada
Allah. Apalagi bila sebagian besar yang mengaku umat Islam itu sendiri
menyatakan tanah ini sebagai tanah damai, maka tidak berkutiklah umat Islam itu
sendiri sebagaimana pengertian lain dari petikan hadis diatas. Nyata demokrasi
bukanlah sistem Islam, mau tidak mau juga karena didasarkan hikmah Allah juga
maka cara memilih pemimpin haruslah kita menghadapi kenyataan di depan mata dan
tantangan yang ada ini dengan sistem yang ada tersebut, yang telah ditetapkan
sampai ketetapan itu berubah, entah karena apa nantinya. Maka yang kita
perjuangkan adalah subtansi (isi) nya agar tetap terkawal dalam koridor
syariat, landasan yang kemungkinan banyak karena dipakai landasan backdoor
dalam Islam (Fiqh). Semisal bila kita berdiam diri saja lalu demokrasi itu
menelurkan undang-undang nikah sesama jenis, maka umat islam akan nyata
menolak, dan kemudian masih dipaksa ditetapkan subtansi ini, maka demo damai
adalah satu cara bijak, namun bila kemudian ditetapkan pula subtansi ini,
hingga mau tidak mau terimbas keseluruh masyarakat negeri tersebut dan kemudian
demo berubah jadi diberangusnya penentang subtansi ini, disini nyata sifat
kepemimpinan tersebut lepas dari koridor syariat, maka bolehlah dikatakan ini
menjadi bukan lagi perang pemikiran namun perang antara beriman dan tidak
beriman, melepas satu syariat dari syariat yang lain, nyata dari situ telah
terlihat pemimpin tersebut tidaklah beriman karena menelurkan subtansi tersebut
dan memaksa keseluruhan orang-orang baik beriman dan tidak beriman di negeri
tersebut terlibat, sebagaimana pada contoh Abu Bakar yang memerangi orang-orang
yang membedakan sholat dan zakat, mau sholat namun tidak membayar zakat. Jadi
Anda pilih mana golput atau menunggu terjadinya “keributan ini dulu” baru
bertindak, bertindak diawal atau diakhir. Telah ada pedang yang harus dipakai,
namun jenisnya yaitu pedang politik. Dan karena pula ketetapan itu belumlah
berubah selama “Yang aku khawatirkan dari
umatku adalah orang-orang yang sesat (dengan bid'ah), yang jika sebuah pedang
diletakkan di dalam umatku ia tidak akan digunakan hingga datangnya Hari
Kiamat”. Maka wajar bila penulis memahaminya sebagai bahwa kekhalifahan
baru akan terwujud pada masa Syuaib bin Sholeh dan Imam Mahdi telah ada. Namun
jika terjadi “keributan/kekacauan” bila tidak ada pemimpin perlawanan saat
diberangus ini, maka baliklah ke gua masing-masing. Karena yang utama tetap
bersama pemimpin.
Dari Tsauban ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku takuti dari umatku adalah para pemimpin
yang sesat. Jika meletakkan pedang pada umatku, ia tidak akan mengangkatnya
sampai hari kiamat.” (HR Abu daud dan Ibnu Majah)
Saat
Perpecahan Semakin Menggejala
Artinya: ”Hendaklah ada diantara kalian sekelompok orang yang menyeru kepada
kebaikan dan menyeru kepada yang baik dan melarang dari yang munkar. Dan
merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali-’Imran 3:104)
“Aku
wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah Azza wa Jalla, dan untuk
mendengar serta taat (kepada pimpinan) meskipun yang memimpin kalian adalah
seorang budak. Sesungguhnya, barangsiapa yang berumur panjang di antara kalian
(para sahabat), niscaya akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi
kalian berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah para Khulafa’ur Rasyidun
–orang-orang yang mendapat petunjuk- sepeninggalku. Gigitlah sunnah itu dengan
gigi geraham kalian. Dan hati-hatilah kalian, jangan sekali-kali mengada-adakan
perkara-perkara baru dalam agama, karena sesungguhnya setiap bid’ah adalah
sesat”. [HR
Abu Dawud dan Tirmidzi]
Perselisihan yang terjadi di
kalangan umat tampak semakin menggejala. Mengapa umat Islam berpecah? Bukankah
Islam agama yang haq? Bagaimana kita menyikapi perpecahan ummat? Apa yang harus
kita lakukan? Setumpuk pertanyaan menggelayuti pikiran banyak pihak. Masyarakat
yang merindukan terwujudnya persatuan sejati semakin merasa miris dengan
fenomena yang menunjukkan semakin jauhnya harapan.
Memang
Sudah Takdir
Perpecahan umat (iftiraqul ummah)
adalah sebuah takdir dari Allah Ta’ala yang pasti terjadi. Sebagaimana telah
disebutkan dalam beberapa hadits yang mutawatir, “ingatlah bahwa umat sebelum kalian (Yahudi dan Nasrani) telah terpecah
menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umat ini akan terpecah menjadi tujuh
puluh tiga golongan.” Sunan Abu Dawud no. 4597.
Nubuwah dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam ini sudah terbukti sejak lama. Ketika mulai muncul
benih kelompok Khawarij, disusul dengan munculnya sekte Syi’ah. Kedua kelompok
ini muncul ketika berlangsung zaman sahabat. Bahkan RĂĄsulullĂĄh juga menyebut
adanya kelompok Qadariyah, sebagainya majusinya umat ini. Inilah hal pertama
yang didengar kaum muslimin, dan didengar pula oleh para sahabat tentang akidah
iftiraq dan benih-benih firqah di kalangan muslimin yang ditiupkan oleh para
pengusungnya. Benih-benih perpecahan ini tidak layu dan kering tetapi terus
tumbuh dan berkembang hingga munculnya firqah-firqah Qadariyah, Jahmiyyah,
Mu’tazilah, dan lain sebagainya. Hal yang demikian ini terus menerus terjadi
hingga kini. Semakin tampak nyata dengan lahirnya harakah-harakah dengan
membawa fikrah masing-masing.
Menuju
Takdir Yang Baik
Konon Umar bin al-Khaththab
pernah mengeluarkan pernyataan bahwa dalam suatu kasus penyakit endemik dia
berupaya lari dari takdir yang satu menuju takdir yang lainnya. Dalam satu sisi
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai utusan Allah telah mewartakan
kondisi umat Islam yang akan berpecah belah sebagaimana kaum sebelumnya, bahkan
lebih banyak. Di sisi lain Allah dan rasul-Nya telah mewanti-wanti umat Islam
untuk selalu menjaga persatuan dan menjauhi perpecahan. Allah Ta’ala yang telah
menakdirkan terjadinya iftiraqul ummah telah pula memberikan bimbingan agar
umat tidak tenggelam dalam fitnah ini.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam telah bersabda, ”Barangsiapa di
antara kalian berumur panjang, niscaya akan melihat perselisihan yang banyak.
Hati-hatilah dari perkara (agama) yang baru karena sesat adanya. Barangsiapa di
antara kalian menyaksikan hal demikian tetaplah berpegang teguh dengan sunnahku
dan sunnah khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk. Pegang teguh erat-erat
keduanya.” Sunan al-Tirmidzi no. 2676, hasan shahih. Lihat Al-Firqah
al-Najiyah oleh Syaikh Jamil Zainu
Untuk mendapatkan takdir yang
baik kita harus menempuh ikhtiar yang baik pula sebagaimana digariskan oleh
Allah dan rasul-Nya. Dalam hal perpecahan ini setiap pihak hendaknya berupaya
keras agar tidak menjadi bagian faktor pemicu perpecahan. Karena itu :
1. Harus senantiasa berpegangan
pada sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para khulafaur
rasyidin yang mendapatkan petunjuk.
Dalam memahami agama ini harus
senantiasa meruju’ pada konsep yang telah disampaikan oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam dengan pemahaman para sahabat radhiyallahu
'anhuma. Walaupun pemahaman terkesan aneh, berbeda, dan ditentang oleh
kebanyakan manusia. Sungguh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah
memberitakan bahwa Islam ini pada awal kedatangannya adalah asing dan pada
suatu saat nanti akan kembali dianggap asing.
”Islam
pada awal kedatangannya dalam kondisi asing, kelak akan kembali asing seperti
semula. Beruntunglah orang-orang yang terasing.” Shahih
Muslim no. 145.
Hadits lain meninggalkan pesan
bahwa keadaan orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah seakan menggenggam
bara api.
”Akan
datang pada manusia suatu zaman, orang yang sabar (istiqamah) di atas agamanya
pada zaman ini seperti memegang bara api.” Sunan al-Tirmidzi no. 2260.
Pen:
Hadis ini bisa dilihat secara global/universal bahwa menjadi seorang islam yang
kaffah sangat berat dan panas, terlihat dari penerimaan manusia secara umum
kepada eksistensi mereka, secara khusus mereka adalah orang-orang yang tetap, Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya
dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa
yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan
tidak (pula) mereka bersedih hati." Qs. Al Baqarah: 38
Walaupun demikian, Allah yang
Mahakuasa tidak akan membiarkan umat ini musnah dari muka bumi. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
”Senantiasa
ada sekelompok dari umatku yang terang-terangan di atas kebenaran, tidak
mencelakakan mereka orang yang mencemoohnya sampai datang urusan Allah dan
mereka dalam keadaan demikian?” Shahih Muslim no. 1920.
2. Meninggalkan semua golongan (firqah) yang ada, sebagaimana
diriwayatkan dari Hudzaifah. Hudzaifah bercerita,
”Bahwasanya
ketika manusia bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang
kebaikan, aku bertanya kepada beliau tentang kejelekan, karena khawatir akan
menimpa diriku. Aku bertanya, ’Wahai Rasulullah sesungguhnya kami dahulu dalam
keadaan jahiliyah dan kejelekan, lalu Allah datangkan kebaikan kepada kami;
apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan?’ Beliau menjawab, ’Ya.’ Aku
bertanya, ’Apakah setelah kejelekan itu ada kebaikan?’ Beliau menjawab, ’Ya,
tapi ada dakhan (kotoran).’ Aku bertanya, ’Apa dakhannya?’ Beliau menjawab,
’Kaum yang mengerjakan sunnah bukan dengan sunnahku, dan memberi petunjuk bukan
dengan petunjukku, engkau kenali mereka tapi engkau ingkari.’ Aku bertanya,
’Apakah setelah kebaikan tersebut akan muncul kejelekan lagi.’ Beliau menjawab,
’Ya, adanya dai-dai yang berada di atas pintu jahannam, barangsiapa yang
memenuhi panggilannya akan dilemparkan ke neraka jahannam.’ Aku bertanya,
’Wahai Rasulullah terangkan ciri-ciri mereka!’ Beliau berkata, ’Mereka adalah
suatu kaum yang kulitnya sama dengan kulit kita, bahasanya juga sama dengan
bahasa kita.’ Aku bertanya, ’Apa yang engkau perintahkan jika aku menjumpai
zaman seperti itu?’ Beliau berkata, ’Berpeganglah dengan jamaah muslimin dan
imam mereka!’ Aku bertanya, ’Bagaimana jika tidak ada jamaah dan imam?’ Beliau
menjawab, ’Tinggalkan semua firqah, meskipun kamu harus menggigit akar pohon
hingga kamu mati dan kamu dalam keadaan seperti itu!’” Shahih
al-Bukhari no. 3411.
Mungkin
maksudnya adalah meninggalkan semua firqah-firqah (golongan-golongan) yang
rusak dan para penyeru kebatilan yang telah disepakati oleh umat islam secara
umum kesesatannya.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Majmu’ Fatawa, “Sesungguhnya Allah Swt dan
Rosul-Nya memerintahkan untuk berjama’ah dan bersatu, melarang dari
berfirqoh dan berpecah belah, serta memerintahkan untuk berta’awun dalam birr
dan taqwa dan melarang dari ber-ta’awun dalam dosa dan permusuhan.”
Qiyas
dari hadits Amir Safar, yaitu perintah mengangkat amir dalam safar: “Apabila
ada 3 orang dalam safar maka hendaknya mereka mengangkat amir (pimpinan) salah
satu di antara mereka“. (HR. Abu Dawud)
Adapun
I’tizal (memisahkan diri) hingga datang kematian adalah berlepas diri dari firqah-firqah
(golongan-golongan) yang rusak menyelisihi manhaj salaf dan para penyeru
kebatilan yang mengajak ke pintu neraka Jahanam seperti Khawarij, Syi’ah atau
kelompok lain yang biasa dikenal sekulerisme, liberalisme, kapitalisme, dan
komunisme.
Jama’ah
adalah perintah Allah swt yang bisa mendatangkan rahmat-Nya, sedangkan
perpecahan di benci Allah Swt bisa mendatangkan adzab-Nya. Allah mengingatkan
bahwa orang-orang kafir bekerja secara terorganisasi serta saling
tolong-menolong memerangi islam. Maka jika kaum muslimin tidak memperkuat
iltizam kepada jama’ah baik secara ilmiyah dan politik akan berakibat hancurnya
Islam ini.
Penulis
sendiri melihat …. Beliau
menjawab, ’Ya, adanya dai-dai yang berada di atas pintu jahannam, barangsiapa
yang memenuhi panggilannya akan dilemparkan ke neraka jahannam.’ Aku bertanya,
’Wahai Rasulullah terangkan ciri-ciri mereka!’ Beliau berkata, ’Mereka adalah
suatu kaum yang kulitnya sama dengan kulit kita, bahasanya juga sama dengan
bahasa kita.’ Aku bertanya, ’Apa yang engkau perintahkan jika aku menjumpai
zaman seperti itu?’ Beliau berkata, ’Berpeganglah dengan jamaah muslimin dan
imam mereka!’ Aku bertanya, ’Bagaimana jika tidak ada jamaah dan imam?’ Beliau
menjawab, ’Tinggalkan semua firqah, meskipun kamu harus menggigit akar pohon
hingga kamu mati dan kamu dalam keadaan seperti itu!’”. dengan
makna satu kesatuan penjelasan yaitu meninggalkan golongan-golongan yang sesat
yang telah disepakati bagian besar umat islam dalam kesesatannya dan teguh
memegang jamaah muslim yang ada, bila masih dalam banyak golongan berarti
memegang beberapa golongan tersebut yang masih berlandasan islam yang haq,
sesuai rukun islam dan rukun iman dan sesuai pegangan golongan masing-masing
yang dipercayainya, berdasarkan pandangan :
Apabila ada 3 orang
dalam safar maka hendaknya mereka mengangkat amir (pimpinan) salah satu di
antara mereka dalam
artian kita juga sebagai safar yang tinggal di dunia hanya sementara waktu,
jadi bila ada 3 orang muslim pun sudah bisa membentuk kelompok yang terpimpin,
sekedar amir, bila ada kekhalifahan maka amir merujuk ke amirnya, khalifah.
Maka fungsi amir menjadi bawahan khalifah dengan batasan tugas tertentu.
Bila
dilihat lagi Tinggalkan semua firqah,
meskipun kamu harus menggigit akar pohon hingga kamu mati dan kamu dalam
keadaan seperti itu, uniknya dibagian kata atasnya tidak tertulis atau disebutkan
adanya firqah, hanya dikatakan Berpeganglah
dengan jamaah muslimin dan imam mereka, padahal sebagaimana kita tahu secara
fakta masa kekhalifahan setelah Khulafaur Rasyidin, telah ada beberapa golongan
umat islam, dan juga adanya tersirat bahwa ada perpecahan islam dalam beberapa
golongan sebagaimana pernyataan lebih awal bahwa Beliau
menjawab, ’Ya, tapi ada dakhan (kotoran).’ Aku bertanya, ’Apa dakhannya?’
Beliau menjawab, ’Kaum yang mengerjakan sunnah bukan dengan sunnahku, dan
memberi petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau kenali mereka tapi engkau
ingkari. Jadi
saat merujuk Berpeganglah dengan jamaah
muslimin dan imam mereka bahwa
waktu itu telah ada firqah pula, tapi patut dipertimbangkan mengapa disebut
satu kesatuan sebagai jamaah muslimin dan imam mereka, kemungkinan merujuk
semua golongan yang benar dalam islamnya, yaitu balikkannya, kaum
yang mengerjakan sunnah nabi dan memberi petunjuk dengan petunjuk nabi. Saat
masa kekhalifahan bukankah jamaah terbagi 4 mahzab atau lebih lalu mengapa
tidak disebut firqah namun dirujuk Berpeganglah dengan jamaah
muslimin dan imam mereka. Semua
firqah disini dianggap bersatu dan dianggap masih benar, bila demikian firqah
yang mana rujukan pada kata selanjutnya?
Aku
bertanya, ’Bagaimana jika tidak ada jamaah dan imam?’ Beliau menjawab,
’Tinggalkan semua firqah, meskipun kamu harus menggigit akar pohon hingga kamu
mati dan kamu dalam keadaan seperti itu!’”.
Jadi tinggalkan semua firqah
disini dapat merujuk kepada semua kaum yang
mengerjakan sunnah bukan dengan sunnahku, dan memberi petunjuk bukan dengan
petunjukku, engkau kenali mereka tapi engkau ingkari. Dengan penjelasan
bila tidak ada jamaah atau tidak ada khalifah, namun dua hal ini disatukan bisa
jadi kemungkinan Hudzaifah telah tahu ada masa tanpa khalifah kemudian sekalian
dirujuk kepada kemungkinan ada umat islam yang tidak menemukan jamaah, seperti
yang berada di daerah negeri-negeri kafir, masa dajjal atau yang juga berada
dilingkungan kaum yang mengerjakan sunnah
bukan dengan sunnahku, dan memberi petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau
kenali mereka tapi engkau ingkari.
Disebutkan
ada kaum munafik yang diterima taubat mereka dan ada pula yang tidak
supaya Allah
memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan
menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS. Al Ahzab: 24
Disebutkan
ada pula orang yang terlihat berbuat buruk ternyata ahli surga dan
kebalikkannya
“sesungguhnya ada
orang secara lahiriah terlihat berbuat amal ahli surga, padahal ia ahli neraka.
dan ada seseorang yang secara lahiriah ia berbuat amal ahli neraka, padahal ia
ahli surga” ( HR
Bukhari & Muslim )
Dari
Rafi Ibn Khudaij r.a meriwayatkan bahwa baginda Rasulullah SAW bersabda: Apabila Allah SWT mengasihi seseorang
manusia, Dia melindunginya daripada tipuan dunia sebagaimana melindungi
pesakit-pesakit kamu daripada terkena air. (HR Tabrani)
Dan berpeganglah
kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan
ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena
nikmat Allah orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang
neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. ( QS. Ali Imran : 103 )
Langsung
berpegang dengan tali Allah, tali Allah dari masa ke masa, dari satu kaum
terdahulu dengan para nabinya, kemudian berlanjut ke masa-masa lain hingga
sekarang dipegang nabi Muhammad SAW, maka pondasi dan cara memegangnya
mencontoh Rasulullah.
Imam
As-Sudy, Mujahid, Dhohak, : tali Allah adalah Al-Qur’an.
Abul
Aliyah : tali Allah adalah Ikhklash
Imam
Tobari : Seluruh tali di situ adalah Al Islam.
Imam
Ibnu Katsir : Al-Qur’an itu tali Allah yang sangat kuat, dia merupakan jalan
yang lurus.
Imam
Al-Qurtubi berkata : ayat tersebut Allah memerintahkan kita untuk berpegang
teguh pada Qur’an dan Sunnah secara keyakinan dan amalan, karena hal itu akan
menyatukan kalimat, menyatukan perbedaan dalam menangani urusan dien, dunia dan
perdamaian dari marabahaya perpecahan, ayat itu mengajak untuk selalu
mengadakan pertemuan dan melarang perpecahan.
Imam
Nawawi : Berpegang teguh dengan tali Allah adalah memegang janji Allah
dengan cara mengikuti Al-Qur’an dan ber-akhlaq dengan akhlaq Al-Qur’an.
Imam
Syatibi : Saya sendiri melihat orang yang mengikuti sunnah itu akan mengalami
ujian berat bahkan akan hancur, tapi ingat, sebenarnya itu merupakan
kesuksesan/kemenangan, Sabda Nabi : Siapakah
orang yang memecah belah Islam? yaitu orang yang selalu mengikuti hawa nafsu
dan ahli bid’ah dari ummat ini. Sesungguhnya setiap dosa itu ada taubat, sedang
orang yang mengikuti hawa nafsu dan ahli bid’ah mereka sulit bertobat/kapok.
Saya berlepas diri dari mereka. HR. Ibnu Abi Ashim
Imam
Ats-Tsauri : Orang ber-dosa bisa taubat, ahli bid’ah sulit taubat, karena orang
berdosa bisa sadar, sedang orang bid’ah biasanya ngeyel karena merasa benar
Ibnu
Taimiyah : Sunnah itu seperti kapalnya Nabi Nuh, siapa mau naik di atasnya akan
selamat, siapa tidak mau naik akan tenggelam
Malik
bin Anas & Umar bin Abdul Aziz: Sesungguhnya orang yang mendapatkan rahmat
adalah tidak berselisih. Sesungguhnya setiap orang punya kesiagaan, dan tiap
siaga itu ada waktu, bisa condong ke sunnah atau bid’ah, siapa yang condong ke
sunnah dia dapat petunjuk, jika condong ke bid’ah maka ia akan hancur.
Al-Hasan
: Pelaku bid’ah itu kerja kerasnya, shoum dan sholatnya hanya menambah jauh
kepada Allah. Janganlah bergaul dengan ahli bid’ah, nanti hatimu bisa sakit.
Sofyan
Ats-Tsauri : Omongan tidak akan lurus tanpa diamalkan, omongan dan amalan tidak
akan lurus kecuali harus ada niyat. Omongan, amalan dan niyat tidak akan lurus
kecuali harus sesuai dengan Sunnah Nabi SAW.
Dikatakan
tali Allah adalah Al Quran dan Hadist, jamaah yang berpegang teguh pada sunnah
nabi atau jamaah adalah ahli hadis. Mengikuti sunnah nabi dengan
semampu-mampunya kesanggupan.
Kesimpulan
penulis bahwa jamaah ada di dalam golongan-golongan kaum
yang mengerjakan sunnah nabi dan memberi petunjuk dengan petunjuk nabi, tidak
merujuk kepada satu firqah dominan sekarang ini yang terlihat tapi orang-orang
jamaah tersebut bisa berada di dalam firqah-firqah berbeda-beda yang merupakan
firqah dari kaum
yang mengerjakan sunnah nabi dan memberi petunjuk dengan petunjuk nabi, dan
mereka satu golongan yang selamat yang dhahirnya bisa saja berada di dalam
golongan-golongan berbeda-beda tersebut. Walau di dalam golongan-golongan
berbeda atau berada di mahzab berbeda-beda pula, mereka tidak fanatisme,
sukuisme, tidak nasionalisme, dan tidak keluarganisme/familisme secara nilai
sempit tapi Islaminisme secara nilai mencakup umum dan membawahi/mengawal lingkup
isme-isme tadi.
Sesungguhnya kamu
tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah
memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang
yang mau menerima petunjuk.
Qs. Al Qashash: 56
Allah SWT pula pemberi petunjuk
kepada tiap insan yang memang layak diberi petunjukNya. Lebih tepatnya adalah
jamaah hamba-hamba Allah itu adalah….
Hai jiwa yang
tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai; lalu masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku
(QS al-Fajr [89]: 27-30)
Allah
SWT berfirman: Yâ ayyatuhâ an-nafsu al-muthmainnah (Hai jiwa yang
tenang). Ayat ini memberitakan tentang pemanggilan an-nafs al-muthmainnah. Kata
an-nafs bisa digunakan untuk menyebut zat (benda) secara keseluruhan (lihat: QS
al-Zumar [39]: 56; QS al-An’am [6]: 151); bisa juga untuk menyebut ruh
(lihat: QS al-An’am [6]: 93).
Adapun
kata al-muthmainnah merupakan ism al-fâ’il dari al-thuma’nĂ®nah wa al-ithmi’nân.
Secara bahasa, kata al-thuma’nĂ®nah berarti as-sukĂ»n (diam, tenang, tidak
bergerak). Dijelaskan juga oleh
al-Asfahani, kata tersebut berarti as-sukĂ»n ba’da al-inzi’âj (tenang setelah
gelisah atau cemas). Menurut at-Tunisi, kata
ithma’anna digunakan ketika hâdi[an] ghayra mudhtharib wa lâ munza’ij (tenang,
tidak cemas dan tidak gelisah). Kata itu bisa juga digunakan untuk menunjuk
ketenangan jiwa karena membenarkan apa yang dalam al-Quran tanpa ada keraguan
dan kebimbangan. Oleh karena itu, penyebutan tersebut merupakan pujian atas jiwa
tersebut. Bisa pula, ketenangan jiwa tersebut tanpa takut dan fitnah di
akhirat.
Siapa
yang dimaksud dengan orang yang berjiwa tenang dalam ayat ini? Ada beberapa
penjelasan. Menurut Ibnu Abbas, dia adalah al-muthmainnah bi tsawâbil-Lâh (jiwa
yang tenteram dengan pahala Allah); juga bermakna jiwa yang mukmin. Al-Hasan menafsirkannya sebagai
al-mu’minah al-mĂ»qĂ®nah (jiwa yang mukmin dan yakin). Athiyah berpendapat, ia
adalah jiwa yang ridha terhadap qadha Allah.
Dikemukakan
al-Khazin, yang dimaksud dengannya adalah jiwa yang teguh di atas iman dan
keyakinan, membenarkan apa yang difirmankan Allah SWT, meyakini Allah SWT
sebagai Tuhannya, serta tunduk dan taat terhadap perintah-Nya. Ibnu Jarir ath-Thabari
memaknainya sebagai orang yang tenteram dengan janji Allah SWT yang disampaikan
kepada ahli iman di dunia berupa kemuliaan bagi dirinya di akhirat, kemudian
dia membenarkan janji itu. Abu Hayyan al-Andalusi
menyatakan, al-muthmainah adalah al-âminah (orang yang aman dan tenteram) tidak
diliputi oleh ketakutan dan kekhawatiran; atau tenteram dengan kebenaran dan
tidak dicampuri dengan keraguan.
Diterangkan
Fakhruddin ar-Razi, al-itmi’nân berarti al-istiqrâr wa ats-tsabbât (kekokohan
dan keteguhan). Bentuk keteguhan itu ada beberapa.
Pertama:
meyakini kebenaran dengan pasti (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 260).
Kedua:
an-nafs al-âminah (jiwa yang aman dan tenteram) tidak bercampur dengan
ketakutan dan kekhawatiran (Lihat: QS Fushilat [41]: 30).
Jika
diperhatikan, sekalipun menggunakan redaksional yang berbeda-beda, sesungguhnya
obyek yang ditunjuk tidak berbeda, yakni orang Mukmin yang taat dan ikhlas. Ini
juga ditegaskan oleh al-Qurthubi, bahwa yang benar adalah jiwa tersebut
bersifat umum mencakup semua jiwa yang mukmin, muklish dan taat.
Kepada
jiwa yang tenang itu diserukan: Irji’Ă® ilâ Rabbika râdhiyah mardhiyyah
(kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai). Jiwa itu
dipanggil untuk kembali kepada Rabbiki. Yang dimaksud dengan Rabbiki di sini
adalah Allah SWT. Digunakan kata Rabbiki, menurut al-Alusi, untuk menambah
kelembutan. Di-mudhâf-kan kepada dhamĂ®r an-nafs al-mukhâthah—yakni kata ganti
orang kedua yang menunjuk pada an-nafs—berguna sebagai tasyrĂ®f[an] lahu (untuk
memuliakannya). Menurut Ibnu Zaid, perkataan ini
disampaikan ketika mati dan keluarnya ruh dari jasad seorang Mukmin di dunia. Dari Said berkata, “Saya membaca
ayat ini (Yâ ayyatuhâ an-nafsu al-muthmainnah; Irji’Ă® ilâ Rabbiki râdhiyah
mardhiyyah) di samping Rasulullah saw., lalu Abu Bakar ra. berkata, “Sungguh
ini sesuatu yang bagus.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda: Adapun sesungguhnya malaikat akan mengatakan
itu kepadamu ketika mati (HR ath-Thabari).
Ada
juga yang menafsirkan Rabbiki di sini adalah jasadnya. Artinya, an-nafs
dimaknai sebagai ar-rûh lalu dikembalikan pada jasadnya. Di antara yang
berpendapat demikian adalah Ibnu ‘Abbas, Ikrimah dan ‘Atha`; juga ath-Thabari
dan al-Qurthubi. Menurut ath-Thabari, perkataan
itu disampaikan pada Hari Kebangkitan. Dalilnya adalah kalimat berikutnya: Fa
[i]dkhulĂ® fĂ® ‘ibâdĂ® Wa [id]khulĂ® jannatĂ®.
Disebutkan
bahwa jiwa tersebut kembali dalam keadaan râdhiyat[an] mardhiyyat[an]. Kata
râdhiyah berarti râdhiyah bimâ ûtiyatihi (jiwa itu puas dengan apa yang
diberikan kepadanya). Adapun mardhiyyah berarti mardhiyyah ‘indal-Lâh bi
‘amalika (jiwa itu diridhai di sisi Allah dengan amal kalian). Dengan kata lain, jiwa tersebut
ridha kepada Allah beserta kemuliaan yang diberikan kepadanya berupa pahala dan
Allah pun ridha terhadap jiwa itu.
Kemudian
dikatakan kepadanya: Fa [i]dkhulĂ® fĂ® ‘ibâdĂ® (lalu masuklah ke dalam jamaah
hamba-hamba-Ku). Seruan ini berarti: Masuklah ke dalam kumpulan hamba-Ku yang
shalih dan bergabunglah bersama mereka. Sebab, maksud ibâdî (para hamba-Ku) sebagaimana
dijelaskan mufassir adalah ibâdî ash-shâlihîn, para hamba-Ku yang shalih. Di
antara yang mengatakan demikian adalah Qatadah, al-Qurthubi, al-Khazin, Abu
Hayyan, as-Samarqandi, al-Jazairi, dan lain-lain. Menurut al-Qurthubi, ini
sebagaimana firman Allah SWT:
Orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal salih benar-benar akan Kami masukkan ke dalam
(golongan) orang-orang yang salih
(QS al-Ankabut [29]: 9).
Kemudian
dikatakan pula kepadanya: Wa [id]khulĂ® jannatĂ® (dan masuklah ke dalam
surga-Ku). Mereka juga dipersilakan masuk ke dalam surga-Nya. Mereka menjadi
penghuninya yang kekal dan abadi. Mereka benar-benar mendapatkan apa yang dijanjikan
Allah SWT, yakni surga yang didalamnya terdapat segala yang disenangi manusia.
Allah SWT berfirman:
Di dalam surga itu
terdapat segala yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kalian
kekal di dalamnya
(QS az-Zukhruf [43]: 71).
Itulah
sebaik-baik tempat kembali. Semua karunia itu diberikan kepada mereka
sebagai balasan atas apa yang mereka kerjakan selama di dunia.
Pada
ketenangan tersebut ada orang-orang yang dapat membedakan situasi dan keadaan
dan ada pula orang-orang yang tidak membedakan keadaan dan situasi apapun yang
terjadi. Ketenangan bukan apa-apa yang masih di dalam angan-angan dan pikiran,
melainkan ia penyikapan yang menyertai setiap laku keadaan pada waktu disaat
kejadian, situasi dan kondisi yang terjadi pada dirinya dan apa yang terjadi
pada lingkup dan lingkungannya saat itu. Orang-orang yang tidak membedakan
keadaan dan situasi apapun yang terjadi lebih cendrung kepada faham islam umat
terdahulu dimana mereka akan pasrah memberi pipi kanan bila pipi kiri dipukul,
selalu mengikuti arah arus keadaan. Tidak membedakan kapan harus lembut dan
kapan harus keras atau kapan kedua-duanya mencakupi. ini pula salah satu hal
mengapa penulis sedikit membedakan ilmu hati dengan tasawuf, ada kesempurnaan
lain dalam islam, ada jihad dalam setiap persendian dan tingkah laku pada
keadaan, yang kadang kita dapat saja membalas menampar pipi mereka atau
bersikap keras pada sesuatu hal. Sebagaimana berbedanya cara rasul-rasul dengan
nabi-nabi berdakwah. Usaha dapat berarti untuk sekedar diri sendiri dapat pula
menyertakan manfaat buat banyak-banyak orang lain. Namun pada kondisi pasnya
kita bisa saja membedakan keadaan/situasi dan terkadang kita juga tidak
membedakannya sama sekali.
Pada
kisah nabi Musa as dan Khidir selain menggambarkan kompleksitas takdir, juga
menggambarkan fitnah ilmu, juga menggambarkan adab berguru, ada juga
makna-makna lain seperti salah satunya bila kita sekedar perbandingkan kisah
ini dimana nabi Musa as mewakili ahli syariat dan kemudian Khidir mewakili ahli
hakikat, maka terlihat awalnya ahli syariat (nabi Musa as) heran melihat
prilaku ahli hakikat (Khidir), dimana gambarannya seakan-akan perbuatan ahli
hakikat (Khidir) ini bertentangan dengan syariat, ahli syariat (nabi Musa as)
pun memprotes, “Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar”
dan perkataan, “Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”. Ahli syariat
(nabi Musa as) bukannya ingin mencari kesalahan-kesalahan ahli hakikat (Khidir)
namun hal wajar karena pemahamannya akan tingkat syariat yang ia fahami.
Dan bagaimana kamu
dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang hal itu?"
Qs. Al Kahfi: 68
Setelah
dijelaskan oleh ahli hakikat (Khidir) akan maksud perbuatannya, barulah ahli
syariat (nabi Musa as) menyadari bahwa perbuatan ini yang seakan-akan
bertentangan dengan syariat namun ternyata tidak bertentangan dengan syariat.
Pengetahuan dan kesadaran nabi Musa as bertambah setelah pemahaman ilmunya
meningkat. Masalahnya yang perlu diingat dan diperhatikan adalah bahwa transfer
ilmu ini tidak melalui jalur ritual-ritual tertentu, teknik-teknik aneh tertentu
dan tidak melakukan hal-hal ritual ghaib tertentu, femahamannya beriringan
dengan kondisi dan keadaan pada kenyataan kejadian, interaksi pada perihal pencernaan
akal dan keimanan pada alam kauniyah dan pada alam qauliyah dengan sandaran
langsung kepada Allah SWT. Sangat berbeda dengan keyakinan sebagian umat islam
cara mentransfer ilmu.
Sesungguhnya Kami
menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk manusia dengan membawa kebenaran;
siapa yang mendapat petunjuk maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan
siapa yang sesat maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian)
dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab
terhadap mereka.
QS. Az Zumar: 41
Penulis
percaya bahwa tulisan apapun, perkataan apapun, opini apapun dan tindakan
apapun juga dari setiap oknum dan juga termaksud pernyataan dan tulisan penulis
ini bila halnya bermaksud ingin mencoba menyesatkan maka tidak akan bermanfaat
melainkan akan menyesatkan dirinya sendiri dan orang-orang yang memang mau
sesat dan layak tersesat. Tidak akan menyesatkannya dan tidak akan memberi
mudharat bagi orang-orang yang mau dan layak diberi petunjukNya. Namun bukan
berarti Anda langsung menimbang/berkata bahwa ini sesat atau sebagainya
melainkan setelah Anda mengambil hikmah, mempelajari ijtihad, memahaminya
dengan penelahaan pikiran dan penggunaan akal dan ilmu berdasarkan dalil-dalil
nash dengan bersandar kepada yang Maha Pemberi Petunjuk.
Tidak ada paksaan
untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar
daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut
dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul
tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. Qs.
Al Baqarah: 256
Hai orang-orang
yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi
mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu
kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan. Qs. Al
Maa'idah: 105
Anda lebih faham dari penulis,
silahkan dipikirkan kembali. Wallahu a’lam.
3. Senantiasa menyeru manusia kepada kebenaran, saling
menasihati dengan kebenaran, kasih sayang, dan kesabaran. Inilah kewajiban bagi
kaum muslimin kepada sesama sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala.
”Dan
saling menasihatilah engkau dengan kebenaran dan dengan kesabaran.”
(Al-’Ashr:4)
Dalam menyikapi perbedaan
pemahaman yang ada, kewajiban ini tetap wajib dipegang. Bukan seperti pendapat
sebagian orang, ’Kita bekerjasama terhadap apa-apa yang kita sepakati dan kita
saling tasamuh (toleransi) terhadap perbedaan yang ada.’ Perkataan ini benar
jika perbedaan yang ada adalah hal-hal yang memang merupakan ikhtilaf tanawu’,
yang bisa ditolerir. Untuk perkara yang telah menjadi ijma’ aimmah ahlus sunnah
wal jamaah dan kaum muslimin, tidak berlaku kata tasamuh. Mereka harus diberi
peringatan, ditegakkan hujjah kepadanya (iqamatul hujjah) dan jika tetap tidak
mau mengikuti pemahaman yang lurus, maka diberi sanksi. Umat pun diperingatkan
dari kesesatan dan bahayanya bergaul dengan mereka.
Sedangkan jika perbedaan
pemahaman yang ada seputar masalah fikih atau hal lain yang sifatnya
ijtihadiyah, maka kaum muslimin wajib mencari titik temu perbedaan dan mencari
yang lebih dekat kepada kebenaran. Jika upaya ini tetap tidak bisa
mempersatukan pemahaman, hendaknya masing-masing memahami menurut keyakinan
masing-masing tanpa saling cela dan caci, tetapi saling menghormati.
Metode demikian sering
dipraktekkan oleh sahabat. Contohnya dalam penyerangan Bani Quraidhah. Ketika
berangkat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berpesan agar para sahabat tidak
shalat kecuali setelah tiba di tujuan. Tapi ternyata sebelum sampai di
perkampungan Bani Quraidhah waktu shalat Ashar sudah tiba. Maka sebagian
sahabat mengerjakan shalat di tengah perjalanan, dengan alasan Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam tidak menyuruh mengakhirkan shalat. Yang lain memegangi
ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yakni tidak mengerjakan shalat
hingga tiba di tujuan, walau sudah habis waktunya. Dalam kasus ini Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mencela salah satu dari kedua pihak.
Al-Jami’ush Shahih al-Bukhari-Muslim.
Begitulah beberapa sikap yang
hendaknya coba dipegang. Walaupun iftiraqul ummah adalah sebuah kepastian,
tetapi hal ini tidaklah menafikan kewajiban kita untuk tetap berpegang teguh
kepada tali Allah dan menjaga persatuan di kalangan umat Islam.
Allah Ta’ala berfirman, ”Dan berpegang teguhlah kalian kepada tali
Allah seluruhnya, dan jangan berpecah belah.” (Ali Imran:103)
Perintah bersatu di sini bukanlah
persatuan kelompok (firqah) tertentu yang kemudian saling membanggakan
kelompoknya masing-masing. Hendaknya tidak beranggapan orang yang di luar
kelompoknya berarti bukan saudaranya, lantas disikapi dengan sikap sebagaimana
terhadap orang kafir. Setiap muslim harus berusaha menjadi agen untuk merengkuh
kesatuan kaum muslimin yang berlandaskan akidah dan manhaj ahlus sunnah wal
jamaah.
Sumber: Majalah FATAWA Vol 04 No
03 Thn 2008
Memang,
hadis-hadis yang berkenaan dengan kewajiban mengikuti jamaah diletakkan para
ahli hadis pada bab “al-fitan”. Mereka sebenarnya mengingatkan kita bahwa
jamaah harus dipelihara untuk menghindarkan fitnah perpecahan.
Nanti (ada orang
yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah
anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(jumlah mereka) adalah lima orang
yang keenam adalah anjing nya", sebagai terkaan terhadap barang yang gaib;
dan (yang lain lagi) mengatakan: "(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke
delapan adalah anjingnya." Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui
jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali
sedikit." Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal
mereka, kecuali pertengkaran lahir saja
dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun
di antara mereka.
Qs. Al Kahfi : 22
Katakanlah:
"Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua);
kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang
penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang
pelindungpun bagi mereka selain dari pada-Nya; dan Dia tidak mengambil
seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan." Qs. Al Kahfi : 26
Ada
juga perbedaan pendapat di kalangan muffasir terkadang terjadi pada hal-hal
yang tidak berguna, kurang bermanfaat untuk diketahui dan atau memang tidak
perlu diketahui sejelas-jelasnya rinciannya, yaitu tindakan sebagian mufasir
yang menukil cerita-cerita Isra’iliyat dari Ahli Kitab. Misalnya perbedaan
mereka tentang nama-nama penghuni gua, warna anjing dan jumlah mereka, juga
seperti perselisihan mereka tentang ukuran kapal Nuh dan jenis kayunya, tentang
nama anak yang dibunuh Khidir, nama-nama burung yang dihidupkan Allah bagi
Ibrahim, jenis kayu tongkat Musa dan lain sebagainya.
Terlepas
dari 2 bagian besar perbedaan penafsiran terhadap hadis … Aku bertanya, ’Apa yang engkau
perintahkan jika aku menjumpai zaman seperti itu?’ Beliau berkata,
’Berpeganglah dengan jamaah muslimin dan imam mereka!’ Aku bertanya, ’Bagaimana
jika tidak ada jamaah dan imam?’ Beliau menjawab, ’Tinggalkan semua firqah,
meskipun kamu harus menggigit akar pohon hingga kamu mati dan kamu dalam
keadaan seperti itu!’” dan apakah dibolehkan masuk ke sistem luar
islam, demokrasi ini dan merombak subtansi sistem ini saja menjadi lebih
bersyariat hingga keadaan/situasi berubah atau tetap diluar (menjauhi semua
golongan) ataupun permasalahan furu lainnya yang memang patut diketahui makna, manfaat
dan nilai tauhid, aqidah syariatnya, disini penulis hanya menyatakan sepakat
dan ingin bersatu dalam merombak hukum yang urgent dan lebih nyata saat ini untuk
umat yaitu menjauhkan sistem riba, karena besarnya bahayanya dan pengaruhnya
yang meliputi semua orang, juga konteks subtansi-subtansi lain dalam demokrasi
di negeri ini dan juga karena persatuan lebih utama, juga mengingat kapan umat
bisa terbangun, Demokrasi bisa jadi sarana untuk umat islam dengan menjadikan
demokrasi bersyariat hingga batasan sampainya waktu kekhalifahan terbentuk. Maka
mari kita bertengkar secara lahir saja sebagaimana surah Qs. Al Kahfi : 22 dimana saat
surah ini turun, nabi diminta bertengkar lahir saja kepada Yahudi, jadi apa
berhak penulis yang awam ini bertengkar secara batin terutama kepada umat Islam
juga, bagi penulis cukup pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, maka kita sesama
Islam, sisanya penulis bersandar kepada Allah SWT dan sunnah rasulNya. Soalnya
penulis pun tidak dapat membedah, melihat dan menjenguk hati Anda, begitupun
Anda terhadap penulis. Berpeganglah pada dalil-dalil nash yang Anda ambil dalam
ijtihad Anda sebagai pertanggungjawaban kepada Allah SWT kelak demikian pun
penulis melakukan adanya, selain itu penulis fahami juga bahwa ada tingkat
pemahaman berislam yang berbeda pada masing-masing individu, dan penulis pun
bisa juga punya banyak salah dan khilaf.
Mengutip
kata-kata Habib Rizieq Shihab :
"Rebut
Dulu Kekuasan, Baru Ribut!"
Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 sudah di pelupuk mata. Maka sebaiknya umat Islam
lebih fokus pada pemenangan Pemilu agar bisa meraih kekuasaan. Demikian anjuran
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab, Ahad siang
(23/02/2014), di ruang ibadah utama Masjid Agung Al Azhar, Jakarta dalam acara
Pengajian Politik Islam (PPI), seperti yang diberitakan hidayatullah.com. Habib
Rizieq menganjurkan umat Islam merapatkan barisan dan berperan dalam Pemilu
2014.
“Saya tidak mau berdebat, kalau ada yang mengatakan ini kan demokrasi hukumnya
haram. Sudahlah, terlalu panjang kalau kita berdebat. Ini pertempuran sudah di
depan mata. Kita jangan ribut, tapi rebut dulu. Habis rebut, baru ribut. Ini
kekuasaan belum kita rebut tapi sudah ribut. Kacau tidak? Akhirnya, besok
direbut orang lain. Betul?” ucapnya lantang disambut pekik takbir para jamaah.
Tahun
2014, Tahun politiknya umat Islam. Rapatkan Barisan untuk merebut Kekuasaan.
TAHUN 2014 KITA PERCAYAKAN KEPADA PARTAI ISLAM. Bener, Rebut dulu dari
orang-orang sekuler jangan golput, partai islam masih saudaranya sendiri.
Utamakan pilihan pada partai Islam dahulu, sebelum faktor keluarga, teman, jasa
atau rekan bisnis.
Penulis
merekomondasikan PKS
Menganggap
semua Pejuang Islam di Demokrasi khianat hanya karena ada bagian yang
berkhianat adalah sebuah bentuk Suudzon. Hargai niat dan ikhtiar mereka. Walau
sedikit, tapi pasti ada kontribusinya terhadap umat yang terjajah sistem buruk
ini.
Melawan
saat terjepit, dibanding berdiam tak bertindak. Demokrasi bukan tujuan akhir, ia
cuma alat ditengah ketiadaan jalan lain terhadap umat yang realistis
Negara
ini dari awal sudah salah langkah oleh pengembosan, lantas apa kita diam
terhadap ini?
Diawal
negara ini, Sistem Islam tak diadopsi. Perlahan diadopsi, bukan oleh yang
berdiam diri, tapi oleh yang berjuang dalam sistem kotor ini, kalaupun kotor,
biarlah kami yang kotor.
Dengan
kekotoran mereka yang berjuang di sistem kotor inilah Syariat Islam bangkit
perlahan,
UU
No. 1 Tahun 1974 jadi awal kebangkitan itu, Sistem Islam mulai diadopsi dalam
Hukum Nasional. Dulu tak ada yang bisa sengketa dalam hal Nikah, Cerai, Waris,
Zakat, Hibah, Wakaf, karena Negara tak adopsi sistem Islam. Kompilasi Hukum Islam
menyusul diawal tahun 90an, banyak sistem Islam diterapkan dalam Hukum Nasional.
Di era reformasi yang kotor ini, mulai banyak pengadopsian hukum Islam, dan itu
tak diraih dengan berdiam diri, tapi karena pejuang yang mau berkotor-kotor.
Bagi
aktivis Muslim yang paham Hukum, tentu tau bahwa 70% lebih bagian Hukum Islam
sudah masuk dalam Sistem Hukum Nasional, Hanya tinggal Hukum Pidana Islam yang
belum diterapkan, pelan-pelan, kita rubah, lewat sistem kotor bernama
demokrasi, demokrasi hanya alat.
Bukankah
kita liat Aceh mulai terapkan Qanun, Hudud menyusul. InsyaAllah, berjuang dalam
kekotoran walau perlahan lebih baik daripada diam. Perlahan namun pasti, walau
dianggap kotor oleh saudaranya, mereka yang berjuang adakan perubahan dari
"kekosongan" syariat diawal negara ini.
Bukankah
akan lebih mudah bila "yang enggan berkotor" mau membantu mendidik mereka
yang berjuang agar amanah pada Islam, yang "rusak" jangan dipilih lagi,
"Rebut dulu, baru Ribut, jangan belum direbut sudah ribut". 70 %
bagian Syariat yang sudah diterapkan bukan tegak karena sikap antipati dan
apatis, tapi oleh usaha lewat diplomasi, demokrasi hanya alat.
Akhirnya, Salafy,
HTI, PKS dan Ormas+Parpol Islam Bersatu!
Infoisco.com.
- Dalam sebuah aksi solidaritas bersama Umat Islam Bersatu, hadir di stadiun
GBK perwakilan seluruh ormas dan gerakan Islam. Hadir dari Muhammadiyah, Prof.
Din Syamsudin; NU diwakili KH. Gus Shalah; Persis diwakili Prof. Latif.
Sedangkan HTI mengirimkan sang Jubir, PKS diwakili Presiden Partai, FPI
dihadiri Habib rizieq, dan Salafy diwakili Panglima Laskar Jihad.
Satu
persatu berorasi.
Salafy:
"Kita semua paham. Demokrasi bukan dari Islam. Kita gunakan demokrasi
untuk menghancurkan demokrasi. Mari, umat Islam bersatu. Pilih pemimpin yang
siap menggantikan demokrasi! Allaahu Akbar!'
Habieb
Rizq menjadi orator kedua, "Wahai umat Islam, sudah bukan waktunya kita
meributkan demokrasi. Kita menangkan dulu, baru kemudian kita diskusi panjang lebar
tentang demokrasi!"
Ismail
Yusanto, jubir HTI lantang berteriak, "Allahu Akbar! Sistem Islam yang
terbaik adalah Khilafah! Saya serukan semua anggota HTI untuk membebaskan
Indonesia dari hegemoni asing. Turun semua di Pemilu. Kita pilih tokoh-tokoh Islam
yang komitmen dengan Syariah dan Khilafah. Allaahu Akbar!"
Giliran
Ketum Muhammadiyah, Prof. Din, "Bagi kami, sumber daya alam dikuasai asing
adalah dosa besar. Haram hukumnya. Maka kita pilih pemimpin dan parpol yang
peduli terhadap SDA! Jangan plin-plan. Tentukan sikap!"
Gus
Sholah yang santun menegaskan, "Umat dibodohi dengan hanya dijatah BLT.
Pesantren-pesantren dimarjinalkan perannya. Semua akibat pemimpin yang korup
dan tak tahu diri. Ayo warga NU, penuhi TPS. Pilih pemimpin Asawaja."
Perwakilan
Persis giliran orasi, "Kita sedih, Islam dan umatnya terus dihina.
Pembangunan masjid kalah sama gereja. Saatnya bangkit bersama. Pilih pemimpin
yang cinta agama!"
Giliran
PKS, Presiden PKS Anis Matta berorasi, "Mari kita jadikan Indonesia
sepenggal firdaus. Kita adalah gelombang ketiga. PKS siap berkolaborasi dengan
seluruh elemen umat dalam bingkai Cinta-Kerja-Harmoni. Tegur kami dikala lupa
janji. Ingatkan dikala khilaf. Jangan sampai kita menyesal, hanya karena kita
lupa bahwa persatuan kita teramat berharga."
Pemilu
pun berlangsung. Umat Islam dalam gabungan Parpol Islam memenangkan 49 % suara
plus dari PAN-PKB.
"Bi,
udah azan Ashar. Bangun...bangun...!"
Ternyata
peristiwa tadi hanya mimpi.
Oleh
: Nandang Burhanuddin, Lc, M.Si*
(Pendiri
SDIT Insan Teladan Cileunyi Bandung).
Indahnya Ukhuwah
INFOISCO.COM.
Ukhuwah rusak manakala iman para pelakunya rusak. Karena indah dan tidaknya
ukhuwah, erat kaitanya dengan iman. Mereka yang benar imannya, pastilah benar
ukhuwahnya. Hal ini telah dibuktikan oleh generasi terbaik umat ini.
Ketika
itu, tidak ada batas antara diri sendiri dan orang lain. Bahkan, sahabat dalam
ukhuwah lebih dicintai dan didahulukan kebutuhannya dari diri sendiri. Tidak
ada egoisme, tidak ada menang sendiri .
Maka,
ukhuwah adalah kesadaran untuk menerima kekurangan sahabat kita, sebagaimana
kita memaklumi kelemahan diri sendiri. Selama sikap itu tiada, ukhuwah hanyalah
pemanis bibir belaka.
O
ya, tak ada masalah dalam ukhuwah kita, karena sehebat apapun konflik yang
terjadi, hati kita tetap berpelukan dalam iman. Dan, kita selalu sepakat untuk
saling mengeja nama sahabat kita, dalam doa-doa panjang kita.
Sehingga,
batu terjal dalam perjalanan ukhuwah ini, hanyalah sarana agar kita semakin
sadar bahwa kuasaNya adalah segalanya. Bahwa kita lemah tanpaNya. Dengan itu,
pelukan kita di jalan iman, akan semakin kuat dan bergelora, insya Allah.
Oleh
karena itu pula, kita akan semakin merapat ke langitNya, agar kokoh pijakan
kita di bumiNya. Karena, ketika benar iman kita, ukhuwah akan serasa makin
indah, seindah pelangi, sehangat mentari di kala dhuha, sesejuk embun di pagi
hari, seindah purnama ketika gulita.
Oh
indahnya ukhuwah ....
Penulis
: Pirman
Redaksi
Bersamadakwah.com
Fatwa-Fatwa Para
Ulama Tentang Kebolehan Pemilu
Para
ulama berbeda pendapat dalam hukum pemilu dan parlemen, sebagian melarang
seperti Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i, Syaikh Rabi’ bin Hadi Al
Madkhali, Syaikh Abdul Malik Ramadhan Al Jazairi, Syaikh Sayyid Quthb,
Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisi, Syaikh Abu Bashir At Turthusi, Syaikh Sa’ad As
Suhaimi, dan lainnya. Bahkan ada di antara mereka yang sampai mengatakan kufur.
Sebagian besar membolehkannya secara bersyarat, sesuai pertimbangan
maslahat dan mudharat, asalkan bukan untuk memperkaya diri, tetapi untuk
memperjuangkan Islam dan hak kaum muslimin, seperti Syaikh Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baaz, Syaikh Al Albani, Syaikh ‘Utsaimin, Syaikh Ali Al Khafif,
Syaikh Jum’ah Amin Abdul Aziz, Syaikh Shalih Fauzan, Syaikh Abdul ‘Aziz Alu Asy
Syaikh, Syaikh Al Qaradhawi, Syaikh Salim Al Bahsanawi, Syaikh Abdurrahman As
Sa’di, Syaikh Abdullah ‘Azzam, Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid, Para ulama
yang tergabung dalam Al Lajnah Ad Daimah Saudi Arabia seperti Syaikh
Abdurrazzaq ‘Afifi, Syaikh Abdullah Ghudyan, Syaikh Abdullah bin Qu’ud, , para
ulama di Al Majma’ Al Fiqhi Al Islami, para ulama Al Azhar seperti Syaikh
Abu Zahrah, Syaikh Hasanain Makhluf, Syaikh Sayyid Ath Thanthawi, dan lainnya.
Tulisan ini hanya akan memaparkan pihak yang membolehkan saja, sebab untuk
pihak yang melarang sudah cukup banyak disampaikan oleh para pendukungnya diberbagai
situs internet. Silahkan mencarinya. Dalam hal ini seharusnya, kita berlapang
dada atas perbedaan ini, jangan memaksakan kehendak, apalagi sampai menuduh
sesat dan kafir, sebab ini masalah ijtihadiyah yang lapang sebagaimana
dikatakan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid dan Syaikh Shalih bin Ghanim
Sadlan.
Berikut ini fatwa-fatwa mereka :
1. Asyh Syaikh Dr. Abdullah Al Faqih Hafizhahullah
Beliau
ditanya tentang hukum mencalonkan diri dalam parlemen untuk maslahat kaum
muslimin, dan hukum memilih partai sekuler, Beliau menjawab :
Tidak boleh bekerjasama dengan partai-partai sekuler dan komunis, karena
dasar pemikiran mereka adalah anti Tuhan. Penjelasan yang benar tentang
sekulerisme adalah anti agama, dan yang disepakati tentang sekulerisme adalah
menghapuskan agama dari negara dan kehidupan masyarakat. Sebagaimana
makna komunisme yang merupakan pemikiran yang didasari sikap pemujaan kepada
materi, dan materialisme merupakan pondasi semuanya, sama halnya dengan
pemikiran yang ditegakkan oleh atheis, yang menghilangkan sama sekali pengakuan
atas adanya Tuhannya bumi dan langit. Ada pun masuk ke dalam majelis perwakilan
(parlemen) melalui jalan pemilu dan selainnya, maka pada dasarnya melahirkan
manfaat bagi kaum muslimin dengan cara apa saja yang tidak membawa pada dosa,
itu merupakan cara yang diperintahkan syariat secara umum. Maka, siapa saja
yang niat pencalonannya adalah untuk melayani kaum muslimin dan mengambil
hak-hak mereka, maka kami memandang hal itu tidak terlarang. Kami telah
jelaskan hal ini, dengan izin Allah, dalam fatwa No. 5141. (Fatawa Asy
Syabakah Al Islamiyah, 1/565)
Beliau juga menasihati agar tidak sembarang memakai fatwa ulama sebuah negara
untuk keadaan di negara lain, khususnya tentang larangan ikut serta dalam
pemilu, karena masing-masing negara punya keadaan yang tidak sama. Maka, adalah
hal aneh memaksakan pendapat ulama yang mengharamkan pemilu dinegerinya, untuk diberlakukan disemua
negara muslim. Dalam masalah ini dibutuhkan pemahaman tahqiqul manath, kecerdasan
berfiqih, bukan asal comot fatwa ulama, sebagaimana yang dilakukan banyak para
pemuda yang semangat beragama, tapi mereka laksana Ar Ruwaibidhah zaman ini. Ar
Ruwaibidhah adalah orang bodoh tapi sok membicarakan urusan orang banyak.
Asy Syaikh mengatakan :
Dikarenakan masalah ini dibangun atas dasar pemahaman maslahat dan mafsadat
(kerusakan), dan setiap ulama di masing-masing negara adalah pihak yang paling
tahu tentang ukuran hal-hal tersebut (maslahat dan mafsadat), dan mereka juga
mengetahui keadaan negerinya dan hal-hal seputarnya. (Ibid, 7/4)
2. Asy Syaikh Dr. Ahmad bin Muhammad Al Khudhairi (Ulama
Saudi, Anggota Hai’ah At Tadris di Universitas Islam Imam Muhammad bin Su’ud,
Riyadh)
Beliau
ditanya tentang kaum muslimin yang tinggal di Barat, bolehkah ikut pemilu di
sana yang nota bene calon-calonnya adalah kafir.
Kaum muslimin yang tinggal di negeri non muslim, menurut pendapat yang benar
adalah boleh berpartisipasi dalam pemilihan presiden diberbagai negara, atau
memilih anggota majelis perwakilan jika hal itu dapat menghasilkan maslahat
bagi kaum muslimin atau mencegah kerusakan bagi mereka. Dan, hujjah dalam hal
ini adalah adanya berbagai kaidah syariat umum yang memang mendatangkan
berbagai maslahat dan mencegah berbagai kerusakan, dan memilih yang lebih
ringan di antara dua keburukan, dan mestilah bagi kaum muslimin di sana
mengatur diri mereka, menyatukan kalimat mereka, agar mereka memperoleh
pengaruh yang jelas. Kehadiran mereka bisa memberikan kontribusi atas
berbagai keputusan-keputusan penting khususnya bagi kaum muslimin di
negeri itu dan lainnya. (Fatawa Istisyarat Al Islam Al Yaum, 4/506)
3. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah
Beliau
ditanya tentang pemilu di Kuwait, yang diikuti oleh para aktifis Islam, Beliau
menjawab :
Saya berpendapat, bahwa mengikuti pemilu adalah wajib, wajib bagi kita
memberikan pertolongan kepada orang yang kita nilai memiliki kebaikan, sebab
jika orang-orang baik tidak ikut serta, maka siapa yang menggantikan posisi
mereka? Orang-orang buruk, atau orang-orang yang tidak jelas keadaannya, orang
baik bukan, orang jahat juga bukan, yang asal ikut saja semua ajakan. Maka,
seharusnya kita memilih orang-orang yang kita pandang adanya kebaikan. Jika ada
yang berkata: “Kita memilih satu orang tetapi kebanyakan seisi majelis adalah
orang yang menyelisihinya.” Kami katakan: “Tidak apa-apa, satu orang ini jika
Allah jadikan pada dirinya keberkahan, dan dia bisa menyatakan kebenaran
di majelis tersebut, maka itu akan memiliki dampak baginya.” (Liqo Bab Al
Maftuuh kaset No. 211)
4. Syaikh Abdul Muhsin Al Ubaikan Hafizhahullah
Beliau
ditanya tentu ikut memberikan suara dalam pemilu sebagai berikut :
Pertanyaan: Assalamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh. Apa kabar Syaikh, Ya
Syaikh saya ada pertanyaan terkait pemilu, apakah kita mesti ikut pemilu? Saya
harap Anda menjelaskan kepadaku dengan dalil-dalil, semoga Allah Ta’ala
memberikan pahala, dan aku harap Anda menjawabnya secepatnya. Was Salamu
‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Jawaban: Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Berpartisipasi
dalam pemilu adalah suatu hal yang dituntut untuk dilakukan supaya orang
yang jahat tidak bisa menjadi anggota dewan untuk menyebarluaskan
kejahatan mereka. Inilah yang difatwakan oleh Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin”.
(Sumber:http://al-obeikan.com/show_fatwa/619.html)
5. Fatwa Al Lajnah Ad Daimah
Al
Lajnah Ad Daimah adalah lembaga fatwa kerajaan Arab Saudi, fatwa ini
dikeluarkan ketika masih diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
Rahimahullah. Mereka ditanya tentang hukum ikut pemilu di sebuah negeri yang
negaranya tidak memakai hukum Allah Ta’ala. Mereka menjawab :
Tidak boleh bagi seorang muslim mencalonkan dirinya, dengan itu dia ikut dalam
sistem pemerintahan yang tidak menggunakan hukum Allah, dan menjalankan bukan
syariat Islam. Maka tidak boleh bagi seorang muslim memilihnya atau selainnya
yang bekerja untuk pemerintahan seperti ini, KECUALI jika orang yang
mencalonkan diri itu berasal dari kaum muslimin dan para pemilih mengharapkan
masuknya dia kedalamnya sebagai upaya memperbaiki agar dapat berubah menjadi
pemerintah yang berhukum dengan syariat Islam, dan mereka menjadikan hal itu
sebagai cara untuk mendominasi sistem pemerintahan tersebut. Hanya saja orang
yang mencalonkan diri tersebut, setelah dia terpilih tidaklah menerima jabatan
kecuali yang sesuai saja dengan syariat Islam. (Fatwa Al Lajnah Ad Daimah No.
4029, ditanda tangani oleh Syaikh bin Baaz, Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi, Syaikh
Abdullah Ghudyan, Syaikh Abdullah bin Qu’ud)
6. Fatwa Al Majma’ Al Fiqhi Al Islami, dalam pertemuan ke 19
Rabithah ‘Alam Islami, di Mekkah Pada 22-17 Syawwal 1428H (3-8 November 2007M)
Mereka
menelurkan fatwa bahwa hukum pemilu tergantung keadaan di sebuah Negara,
di antaranya :
Partisipasi seorang muslim dalam pemilu bersama non muslim di negeri non
muslim, termasuk permasalahan As Siyasah Asy Syar’iyah yang ketetapan
hukumnya didasarkan sudut pandang pertimbangan antara maslahat dan kerusakan,
dan fatwa tentang masalah ini berbeda-beda sesuai perbedaan zaman, tempat, dan
situasi. (selesai kutipan)
Jadi, tidak benar memutlakan keharamannya, sebagaimana tidak benar memutlakan
kebolehannya, semuanya disesuaikan dengan situasi yang berbeda-beda. Di negeri
Indonesia, inilah cara yang paling mungkin berpartisipasi bagi seorang muslim
untuk memperbaiki keadaan pemerintahan negaranya. Di tambah lagi, negeri ini
masih negeri muslim, bukan negeri kafir walau sistem dan hukum yang berlaku belum
Islami.
Dan, masih banyak lagi fatwa para ulama yang membolehkan pemilu.
Nasihat Ulama
Terhadap Perselisihan Pendapat dalam Ijtihad
Berikut
ini nasihat para imam Ahlus Sunnah dalam menyikapi berbagai perselisihan fiqih.
Nasihat
Imam Sufyan Ats Tsauri Rahimahullah
Imam
Abu Nu’aim mengutip ucapan Imam Sufyan Ats Tsauri, sebagai berikut :
“Jika engkau melihat seorang melakukan perbuatan yang masih diperselisihkan,
padahal engkau punya pendapat lain, maka janganlah kau mencegahnya.” (Imam Abu
Nu’aim al Asbahany, Hilyatul Auliya’, Juz. 3, hal. 133)
Pandangan Imam Ahmad bin Hambal Radhiallahu ‘Anhu
Dalam
kitab Al Adab Asy Syar’iyyah :
“Imam Ahmad berkata dalam sebuah riwayat Al Maruzi (Al Marwadzi), tidak
seharusnya seorang ahli fiqih membebani manusia untuk mengikuti madzhabnya dan
tidak boleh bersikap keras kepada mereka. Berkata Muhanna, aku mendengar Ahmad
berkata, ‘Barangsiapa yang mau minum nabidz (air perasan anggur) ini, karena
mengikuti imam yang membolehkan meminumnya, maka hendaknya dia meminumnya
sendiri.” (Imam Ibnu Muflih, Al Adab Asy Syar’iyyah, Juz 1, hal. 212. Syamilah)
Para ulama beda pendapat tentang halal-haramnya air perasan anggur, namun Imam
Ahmad menganjurkan bagi orang yang meminumnya, untuk tidak mengajak orang lain.
Ini artinya Imam Ahmad bersikap, bahwa tidak boleh orang yang berpendapat
halal, mengajak-ngajak orang yang berpendapat haram.
Imam Yahya bin Ma’in Rahimahullah
Imam
Adz Dzahabi Rahimahullah berkata tentang Yahya bin Ma’in :
Berkata Ibnu Al Junaid: “Aku mendengar Yahya bin Ma’in berkata: “Pengharaman
nabidz (air perasan anggur) adalah benar, tetapi aku no coment, dan aku tidak
mengharamkannya. Segolongan orang shalih telah meminumnya dengan alasan
hadits-hadits shahih, dan segolongan orang shalih lainnya mengharamkannya
dengan dalil hadits-hadits yang shahih pula.” (Imam Adz Dzahabi, Siyar A’lam an
Nubala, Juz. 11, Hal. 88. Mu’asasah ar Risalah, Beirut-Libanon. Cet.9,
1993M-1413H)
Pandangan Imam An Nawawi Rahimahullah
Berkata
Imam an Nawawi Rahimahullah :
“Dan adapun yang terkait masalah ijtihad, tidak mungkin orang awam menceburkan
diri ke dalamnya, mereka tidak boleh mengingkarinya, tetapi itu tugas ulama.
Kemudian, para ulama hanya mengingkari dalam perkara yang disepati para imam.
Adapun dalam perkara yang masih diperselisihkan, maka tidak boleh ada
pengingkaran di sana. Karena berdasarkan dua sudut pandang setiap mujtahid
adalah benar. Ini adalah sikap yang dipilih olah mayoritas para ulama peneliti
(muhaqqiq). Sedangkan pandangan lain mengatakan bahwa yang benar hanya satu,
dan yang salah kita tidak tahu secara pasti, dan dia telah terangkat dosanya.”
(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 1/131. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Jadi, yang boleh diingkari hanyalah yang jelas-jelas bertentangan dengan nash
qath’i dan ijma’. Adapun zona ijtihadiyah, maka tidak bisa saling menganulir.
Pandangan Imam Jalaluddin As Suyuthi Rahimahullah
Ketika
membahas kaidah-kaidah syariat, Imam As Suyuthi berkata dalam kitab Al Asybah
wa An Nazhair :
Kaidah yang ke-35, “Tidak boleh ada pengingkaran terhadap masalah yang masih
diperselisihkan. Seseungguhnya pengingkaran hanya berlaku pada pendapat yang
bertentangan dengan ijma’ (kesepakatan) para ulama.” (Imam As Suyuthi, Al
Asybah wa An Nazhair, Juz 1, hal. 285. Syamilah)
Demikian. Wallahu A’lam
Farid
Numan Hasan
abu anisah : Ustadz, apakah ini bermaksud
kita tidak boleh melarang orang yang mengajak mengikuti pemilu dan diwaktu yang
sama kita juga tidak boleh mengingkari orang yang mengajak golput?
Farid Nu'man : Ya betul, secara syar'i tidak
boleh saling mengingkari dalam hal ini, silahkan meyakini apa yang dianggapnya
lebih kuat.
tetapi, secara strategi dan pertimbangan
maslahat mudharat, lebih baik tetap memilih untuk mencegah masuknya caleg-caleg
yang memusuhi Islam dan ahlus sunnah. Wallahu A'lam
abu anisah : Jazakallahu khairon.. ust, perkataan
imam ahmad: ..hendaknya dia meminumnya sendiri".. bagaimana ustadz bisa
memahami perkataan beliau bahwa beliau hanya melarang mengajak keadaan mereka yang
mengharamkan saja? Apakah ada qorinah yang menguatkan pemahaman ustadz tersebut?
Kalau yang saya fahami dari perkataan imam ahmad jika dikaitkan dengan
demokrasi adalah apabila seseorang mengikuti ulama yang membolehkan pemilu maka
hendaklah dia menyertai pemilu tapi jangan mengajak orang lain terutama mereka
yang mengharamkan pemilu.. bagaimana pendapat ust terhadap apa yang saya
pahami, benar atau tidak?
Farid Nu'man : wa jazakallah khairan ...
Antum salah paham, maksudnya adalah jika ada orang yang memahami bahwa meminum
nabidz itu boleh, maka minumlah sendiri. Jadi, dia tidak boleh mengajak yang
mengharamkan untuk ikut-ikutan minum, cukuplah sendiri. Mafhum mukhalafahnya,
jika ada yang tidak mau minum (karena mengharamkannya), maka jangan pula
melarang-larang pihak yang meminumnya karena mengikuti ulama yang
menghalalkannya.
abu anisah : Sangat sulit untuk mengikuti
pemilu karena ada ulama yang menfatwakan kekufuran mengikuti pemilu seperti al-
maqdisi dan abu bashir sepertimana yang ustadz sudah maklumi. Mereka berpendapat
daruratnya lebih besar karena harus mengorbankan akidah. Dan kita maklumi bahwa
demokrasi secara ringkasnya adalah suara rakyat adalah hukum tertinggi (tentunya
ini adalah kekufuran), apakah mengikuti pemilu petunjuk bahwa kita redha dengan
sistem demokrasi? Sama seperti masalah tasyabbuh, yang mana dosa tasyabbuh terhasil
apabila kita menyerupai kekhususan orang kafir walaupun tanpa niat menyerupai mereka?
Mohon pencerahannya?
Farid Nu'man : - mungkin antum bisa sebutkan,
aqidah yang mana yang dikorbankan? kalau memang ada yang dikorbankan disisi
aqidah, kenapa hal tersebut luput dan tidak diketahui oleh para ulama besar
seperti syaikh bin baaz, syaikh utsaimin, syaikh abdul aziz alu asy syaikh,
syaikh abdullah azzam, syaikh al qaradhawi, syaikh abdurrahman abdul khaliq,
syaikh muhammad hasan, syaikh al albani, syaikh abdul majid az zindani, syaikh
abdul karim zaidan, dan banyak sekali masyaikh lainnya ...., coba antum baca
lagi uraian saya tentang masalah maslahat mudharatnya, ini tergantung masing-masing
negara.
- Demokrasi, jika diartikan sebagai kedaulatan tertinggi ditangan rakyat,
adalah syirik akbar, itu jelas. Tetapi, benarkah seperti itu makna demokrasi?
Seperti itukah demokrasi yang diingankan pejuang muslim?
Syaikh Taufiq Yusuf Al Wa'i mengatakan demokrasi terdapat 300 definisi, amat
keliru jika hanya dimaknai seperti itu. Tidak ada definisi baku yang pasti dan
disepakati. Dalam fiqih, definisi adalah POKOK sedangkan hukum adalah CABANG.
jika pokoknya (yakni definisi) belum baku, maka hukum tidak boleh langsung
dikatakan haram, tetapi bara'atul ashliyah (kembali ke hukum awal) urusan dunia
yaitu boleh.
- Jika dalam demokrasi, justru orang-orang yang terlibat didalamnya justru
berhasil memperjuangkan hukum Allah Ta'ala, berhasil menjadikan syariat sebagai
panglimanya, apakah masih dikatakan bahwa mereka membuat hukum-hukum buatan
manusia?
- Demokrasi, sederhananya adalah tata cara memilih pemimpin dan wakil rakyat.
Ini masalah persoalan teknis. alangkah baiknya kita menggunakan cara yang
diwariskan Islam, tetapi hari ini, di negeri ini tidak ada pilihan lain kecuali
dengan pemilu. Jika kita ikut Islam kalah, kita golput Islam juga kalah, maka
lebih baik ikut masih ada upaya melawan orang kafir. Paling tidak menjadi
hujjah kita dihadapan Allah kelak, bahwa kita sudah melawan mereka.
- Demokrasi bukan budaya Islam, dari Yunani Kuno. Sebagaimana khandaq juga dari
Persia yang majusi, stempel juga budaya romawi. Tetapi nabi menggunakan khandaq
dalam perang ahzab, dan menggunakan stempel dalam suratnya kepada Heraklius.
Ini bukan tasyabbuh. Yang penting jadikanlah itu sebagai alat saja, bukan
pandangan hidup. ada pun pembagian sebagian kalangan, ada yang membagi 2:
hadharah dan madaniyah. kalo hadharah itu harus dari Islam, nah demokrasi itu
hadharah, jadi ngak boleh. sedangkan madaniyah, boleh dari selain Islam seperti
komputer, pesawat, dll.
Pembagian
ini tidak ada dasarnya, dan tidak ada ulama salaf yang melakukannya.
- Antum boleh ambil pendapat yang tetap mengharamkan, tetapi tetap jaga etika
dalam khilafiyah, yakni jangan saling memaksakan, dan saling menyerang, sebab
para ulama terdahulu berbeda pendapat pada masalah-masalah yang banyak, antara
yang mengatakan haram dan halal, bid'ah dan sunah, tetapi tidak ada
pengingkaran dalam masalah yang masih didiskusikan para ulama, dan tidak ada
kata "mungkar" dalam perkara yang masih diijtihadkan. Dan, masalah
pemilu termasuk ijtihadiyah seperti yang dikatakan para ulama seperti Shalih Al
Munajid, dan Shalih Ghanim Sadlan, dll.
"Mungkar" hanya ada pada penentangan dalam hal-hal yang telah
disepakati keharaman dan kesalahannya.
Wallahu A'lam
abu anisah : Jazakallahu khoiran, afwan klo
ada kata-kata yang nga enak. tentang masalah mudhoratnya lebih besar bisa kita
melihatnya dari web almaqdisi dan abu bashir serta ulama mujahidin yang lainnya
karena bisa dikata bahwa moyaritas ulama mujahidin berpendapat pemilu adalah
kekufuran namun masih bersifat khofiyyah karena banyak pula ulama yang membolehkan
atas alasan darurat.
Farid Nu'man : Wa jazakallah khairan, semoga
Allah memudahkan antum untuk mendapatkan ilmuNya ...
Tentang dua syaikh tersebut, pendapatnya sudah saya ketahui sejak lama, bahkan
jauh sebelum mereka sudah ada yang berpendapat seperti itu. Termasuk di negeri
kita, sejak masa Masyumi dan DI/TII ..., yang satu masuk ke parlemen, yang lain
memilih jihad.
Mudharat parlemen memang ada, tetapi lebih pada sisi pribadi orangnya, seperti
korup, memperkaya diri, lupa dengan amanah, lupa dengan nilai perjuangan, dan
lemah melawan musuh ..., ini sifatnya personally, dan tidak semua seperti itu.
Tetapi, saya, antum, dan aktifis Islam lainnya tidak boleh lemah hanya gara-gara
kasus penyimpangan itu.
Untuk mudharat seperti ini, ada nasihat bagus dari ulama Maroko, Syaikh Ahmad
Ar Raisuni sebagai berikut: (silahkan antum perhatikan):
“Sebenarnya adanya tantangan dan kesulitan adalah realita saat ini dan masa lalu.
Itu semua bukan alasan bagi kita, itu ada alasan bagi orang-orang yang lemah
dan semisal mereka yang telah melakukan penyimpangan. Penyimpangan personal
yang mereka lakukan merupakan bukti kelemahan pribadi yang bersangkutan, dan
itu bukan berarti tidak ada lagi dari umat ini yang berhasil dalam musyarakah.
Orang yang baik tidak hanya berfikir dua kemungkinan dalam musyarakah: gagal
lalu keluar atau larut dalam penyimpangan. Di dalam umat dan jamaah ini pasti
ada tambang berharga yang mampu berhasil dalam musyarakah. Kita saling tolong
menolong dalam barisan yang solid dan kokoh dalam rangka terus mewujudkan
keberhasilan musyarakah ini.”
abu anisah : Ustadz hafidzakallah, afwan
kalau saya lancang, kita sudah berpuluh-puluh tahun berjuang lewat demokrasi,
apakah maslahat yang diutarakan ulama yang membolehkan tercapai? Setelah kita berhasil
menang lewat wasilah ini menjadi presiden, apa yang terjadi. bukankah kita
dikudeta seperti di mesir dan aljazair? Demokrasi hanya akan dibiarkan bila menguntungkan
barat, dan apabila merugikan mereka, mereka akan menggunakan militer. kenapa
kita masih menggunakan wasilah yang sama padahal sudah jelas kegagalannya dan sudah
terjadi berkali-kali? Kenapa kita tidak memikirkan wasilah lain dan lebih memberikan
tumpuan kepada menyiapkan kekuatan (jihad)? Afwan sekali lagi kalau pertanyaan
saya tidak sopan.
Farid Nu'man : Berjuang lewat demokrasi, lewat
jihad, lewat kajian, dan semua media, membutuhkan perjuangan yang panjang.
Di Afghanistan sudah seabad lamanya jalan jihad di tempuh, sampai sekarang
masih terjadi peperangan, sehingga sulit bagi mereka menjalankan syariah secara
utuh.
Akhi fillah ..
Kita tidak melihat dari keberhasilan dan gagal semata, tetapi perubahan kearah
yang lebih baik. Dahulu ketika masa orde baru kita ngaji takut-takut, khutbah
jumat diperiksa apa temanya, semua menjadi gerakan underground ... tapi saat
ini, di alam kebebasan, semuanya muncul, bahkan yang bejat-bejat pun juga
muncul karena memanfaatkan kebebasan demokrasi.
Perjuangan itu bukan hitungan puluhan tahun, abad, … bahkan berabad-abad. Jika
antum mengambil contoh kemenangan FIS, Mursi, lalu di kudeta ..., maka jawaban
saya adalah Melalui Pemilu atau Tidak, kemenangan umat Islam pasti dikudeta
juga, karena tabiat permusuhan kita dengan mereka itu abadi.
Lihatlah Taliban, setelah berhasil menggulingkan mujahidin yang berselisih
yaitu Burhanuddin Rabbani dan Qolbuddin Hikmatyar, lalu mereka menjadi penguasa
di Afghan selama 5-6 tahun, mereka pun diserang oleh AS dan sekutunya dengan
alasan mencari Syaikh Usamah bin Ladin ...
Begitu pula yang terjadi di Sudan, Somalia, dll, ... , jadi bukan masalah melalui
pemilu atau tidak, tetapi memang begitulah musuh Islam.
Yang terbaru adalah, di Afrika Tengah, setelah umat Islam berhasil menguasai
pemerintahan hanya beberapa bulan saja (bukan dengan pemilu tetapi kudeta),
kaum Nasrani mengkudeta lagi, bahkan membantai umat Islam ... apakah kita
katakan bahwa cara "jihad" juga gagal? tentu tidak sesederhana itu.
Kita katakan, begitulah tabiat shira' bainal haq wal baathil (pertarungan
antara haq dan batil) yang memang abadi.
Saya tidak akan memaparkan maslahat apa yang sudah dicapai para anggota dewan
muslim di sana, yang jelas sangat banyak, hanya saja kurang sosialisasi. Jika
yang dimaksud "maslahat" adalah menegakkan syariah, maka hal tersebut
pun juga menjadi agenda walau dengan pembahasaan yang berbeda, dan cara yang
bertahap. Sabar aja ...
Wallahu
A'lam
Abu Jundi : saya sih sederhana aja, yang
namanya golput itu sama tuanya dengan adanya pemilu, jika perjuangan usia
pemilu sudah berpuluh-puluh tahun berarti golput juga sudah berpuluh-puluh
tahun ..., trus maslahat apa dari sikap golput selama berpuluh-puluh tahun
tersebut bagi perjuangan Islam? sudahkah syariah menjadi tegak gara-gara
golput? ... masuk akalkah bisa mensyariahkan Indonesia tapi malah tidak ikut
berjuang, dan menentukan arah perjuangannya?
jika akhi abu anisah bertanya sudahkah Islam tegak di sebuah negara gara-gara
demokrasi?
maka, saya boleh donk nanya, sudahkah syariah Islam tegak di sebuah negara
gara-gara golput?
abu anisah : Jazakumullah khoir.. memang sisi
kita melihat perjuangan berbeda, barangkali karena saya lebih banyak membaca
buku/artikel dari salafi terutama dari ulama mujahidin. ustadz yang saya
hormati, kalau kita melihat mujahidin di afghanistan, walaupun mereka belum
berkuasa sepenuhnya dan masih berperang melawan amerika, namun kita melihat
adanya harapan yang sangat besar untuk kembali menegakkkan syariat karena
mereka memiliki kekuatan melalui proses jihad yang panjang. kita maklumi berapa
kerugian nyata yang dialami amerika hasil jihad dari mujahidin afghan dan insyaAllah
kemenangan itu semakin dekat. apa yang mengkagumkan saya apabila kita berjuang
lewat jihad adalah wala' dan bara' mereka jelas tanpa basa-basi.
Kepada
abu jundi, jihad di afganistan buktinya bahwa wasilah jihad berhasil menegakkan
syariat islam walaupun hanya bertahan beberapa tahun karena serangan amerika
namun mereka masih melakukan perlawanan karena mereka memiliki kekuatan militer
dan terus memberikan kerugian yang nyata kepada amerika dan anteknya, hal yang
sama juga berlaku di somalia dll..
Afwan
ustadz, ini hanya pandangan saya dan memang saya cenderung kepada pendapat
ulama mujahidin namun saya tetap melapangkan dada saya kepada ulama-ulama yang
lain terutama kepada ustadz nu'man yang saya kagumi.. saya sangat berangan-angan
semua aktifis islam memikirkan dan berusaha untuk menyiapkan kekuatan militer
semampunya karena segitu sia-sia apabila kita sudah berhasil menjadi presiden
namun kita tidak memiliki kekuatan yang menjadi pelindung syariat islam yang
kita cita-citakan. karena jelas apabila kita ingin menegakkan syariat secara
utuh pasti barat akan memerangi kita dan itu sudah terbukti berkali-kali. apapun,
jazakallahu khoiran kepada ustadz memberikan waktunya untuk menjawab pertanyaan-pertanyan
saya.
Farid Nu'man : wa jazakallah khairan ..., Insya
Allah ikhwah yang aktif dalam politik juga tidak melupakan jihad militer di
Afghan, Irak, Palestina, dll, sebab i'dadul jihad juga dilakukan oleh mereka.
Politik hanya perluasan saja, 80-90an adalah masa-masa mereka aktif
membicarakan jihad, 2000an masa mereka membicarakan jihad, politik, dan
pelayanan masyarakat. Ini hanya perluasan spektrum yang masih bisa didiskusikan
lagi. Wallahu A'lam
Semoga Allah Ta'ala mengumpulkan kita dalam deretan para syuhada ... aamiin
pojok salman : indah sekali dialog ustadz farid
dan abu anisah, beginilah seharusnya yang ditampilkan oleh para pemimpin
jama'ah dan para ustadz. barokallohu fiikum.
Anonim :
Allah
...
sejuk
menyimak diskusi ustadz farid dan abu anisah
barokallahu
fiikum.
lihat
pula sebuah kisah positif buat kalian.
Sekilas Perihal Riba
Bolehkah Kita Menghalalkan Riba?
Orang Islam yang awam sekalipun pasti tahu bahwa memakan harta riba adalah dosa
besar. Bahkan dalam sebuah hadits disebutkan bahwa memakan harta riba termasuk
dosa yang paling besar setelah dosa syirik, praktek sihir, membunuh, dan
memakan harta anak yatim. Malah dalam sebuah Hadits lainnya disebutkan bahwa
perbuatan riba itu derajatnya 36 kali lebih besar dosanya dibandingkan dengan
dosa berzina. Rasul SAW bersabda : “Satu
dirham yang diperoleh oleh seseorang dari (perbuatan) riba lebih besar dosanya
36 kali daripada perbuatan zina di dalam Islam (setelah masuk Islam)” (HR
Al Baihaqy, dari Anas bin Malik). Oleh karena itu, tidak ada satupun perbuatan
yang lebih dilaknat Allah SWT selain riba. Sehingga Allah SWT memberikan
peringatan yang keras bahwa orang-orang yang memakan riba akan diperangi (QS Al
Baqarah : 279).
Dari Jabir ra berkata, bahwa Rasulullah SAW melaknat orang yang
memakan riba, orang yang memberikannya, penulisnya dan dua saksinya, dan beliau
berkata, mereka semua adalah sama. (HR. Muslim)
Sekilas Tentang Hadits
Hadits ini merupakan hadits yang
disepakati kesahihannya oleh para ulama hadits. Diriwayatkan oleh banyak Imam
hadits, diantaranya :
- Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab
Al-Musaqat, Bab La’ni Aakilir Riba Wa Mu’kilihi, hadits no 2995.
- Imam Ahmad bin Hambal ra, dalam
Musnadnya, dalam Baqi Musnad Al-Muktsirin, hadits no 13744.
Selain itu, hadits ini juga
memiliki syahid (hadits yang sama yang diriwayatkan melalui jalur sahabat yang
berbeda), diantaranya dari jalur sahabat Abdullah bin Mas’ud dan juga dari Ali
bin Abi Thalib, yang diriwayatkan oleh :
- Imam Turmudzi dalam Jami’nya, Kitab
Buyu’ An Rasulillah, Bab Ma Ja’a Fi Aklir Riba, hadits no 1127.
- Imam Nasa’I dalam Sunannya, Kitab
At-Thalaq, Bab Ihlal Al-Muthallaqah Tsalasan Wan Nikahilladzi Yuhilluha Bihi,
Hadits no. 3363.
- Imam Abu Daud dalam Sunannya, Kitab
Al-Buyu’, Bab Fi Aklir Riba Wa Mu’kilihi, hadits no. 2895.
- Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya di
banyak tempat, diantaranya pada hadits-hadits no 3539, 3550, 3618, 4058, 4059,
4099, 4171 dsb.
- Imam Ad-Darimi dalam Sunannya, Kitab
Al-Buyu’, Bab Fi Aklir Riba Wa Mu’kilihi, hadits no 2423.
Makna
Hadits Secara Umum
Hadits yang sangat singkat di
atas, menggambarkan mengenai bahaya dan buruknya riba bagi kehidupan kaum
muslimin. Begitu buruk dan bahayanya riba, sehingga digambarkan bahwa Rasululla
SAW melaknat seluruh pelaku riba. Pemakannya, pemberinya, pencatatnya maupun
saksi-saksinya. Dan kesemua golongan yang terkait dengan riba tersebut
dikatakan oleh Rasulullah SAW; “Mereka semua adalah sama.”
Pelaknatan Rasulullah SAW
terhadap para pelaku riba menggabarkan betapa munkarnya amaliyah ribawiyah,
mengingat Rasulullah SAW tidak pernah melaknat suatu keburukan, melainkan
keburukan tersebut membawa kemadharatan yang luar biasa, baik dalam skala individu
bagi para pelakunya, maupun dalam skala mujtama’ (baca; masyarakat) secara
luas.
Oleh karenanya, setiap muslim
wajib menghindarkan dirinya dari praktek riba dalam segenap aspek kehidupannya.
Dan bukankah salah satu sifat (baca ; muwashofat) yang harus dimiliki oleh
setiap aktivis da’wah adalah “memerangi riba”? Namun realitasnya, justru tidak
sedikit yang justru menyandarkan kasabnya dari amaliyah ribawiyah ini.
Makna
Riba
Dari segi bahasa, riba berarti
tambahan atau kelebihan. Sedangkan dari segi istilah para ulama beragam dalam
mendefinisikan riba.
Definisi yang sederhana dari riba
adalah ; pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal, secara bathil. (baca;
bertentangan dengan nilai-nilai syariah).
Definisi lainnya dari riba adalah
; segala tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan
yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.
Intinya adalah, bahwa riba merupakan
segala bentuk tambahan atau kelebihan yang diperoleh atau didapatkan melalui
transaksi yang tidak dibenarkan secara syariah. Bisa melalui “bunga” dalam
hutang piutang, tukar menukar barang sejenis dengan kuantitas yang tidak sama,
dan sebagainya. Dan riba dapat tejadi dalam semua jenis transaksi maliyah.
Pada masa jahiliyah, riba terjadi
dalam pinjam meminjam uang. Karena masyarakat Mekah merupakan masyarakat pedagang,
yang dalam musim-musim tertentu mereka memerlukan modal untuk dagangan mereka.
Para ulama mengatakan, bahwa jarang sekali terjadi pinjam meminjam uang pada
masa tersebut yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif.
Pinjam meminjam uang terjadi
untuk produktifitas perdagangan mereka. Namun uniknya, transaksi pinjam
meminjam tersebut baru dikenakan bunga, bila seseorang tidak bisa melunasi
hutangnya pada waktu yang telah ditentukan. Sedangkan bila ia dapat melunasinya
pada waktu yang telah ditentukan, maka ia sama sekali tidak dikenakan bunga.
Dan terhadap transaksi yang seperti ini, Rasulullah SAW menyebutnya dengan riba
jahiliyah.
Riba
Merupakan Dosa Besar
Semua ulama sepakat, bahwa riba
merupakan dosa besar yang wajib dihindari dari muamalah setiap muslim. Bahkan
Sheikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya Bunga Bank Haram mengatakan, bahwa tidak
pernah Allah SWT mengharamkan sesuatu sedahsyat Allah SWT mengharamkan riba.
Seorang muslim yang hanif akan merasakan jantungnya seolah akan copot manakala
membaca taujih rabbani mengenai pengharaman riba (dalam QS. 2 : 275 – 281). Hal
ini karena begitu buruknya amaliyah riba dan dampaknya bagi kehidupan
masyarakat.
Dan cukuplah menggambarkan bahaya
dan buruknya riba, firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah 275 :
Orang-orang
yang memakan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila. Hal itu karena
mereka mengatakan, bahwasanya jual beli itu adalah seperti riba. Dan Allah
menghalalkan jual beli serta mengharamkan riba. Maka barangsiapa yang telah
datang padanya peringatan dari Allah SWT kemudian ia berhenti dari memakan
riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu dan urusannya terserah kepada
Allah. Namun barang siapa yang kembali memakan riba, maka bagi mereka adalah
azab neraka dan mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Dalam hadits, Rasulullah SAW juga
mengemukakan :
Dari Abu Hurairah ra, dari
Rasulullah SAW berkata, ‘Jauhilah tujuh
perkara yang membinasakan!’ Para sahabat bertanya, ‘Apa saja tujuh perkara
tersebut wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Menyekutukan Allah, sihir,
membunuh jiwa yang diharamkan Allah SWT kecuali dengan jalan yang benar,
memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan peperangan dan menuduh
berzina pada wanita-wanita mu’min yang sopan yang lalai dari perbuatan jahat. (Muttafaqun
Alaih).
Periodisasi
Pengharaman Riba
Sebagaimana khamar, riba tidak
Allah haramkan sekaligus, melainkan melalui tahapisasi yang hampir sama dengan
tahapisasi pengharaman khamar:
1. Tahap pertama dengan
mematahkan paradigma manusia bahwa riba akan melipatgandakan harta.
Pada tahap pertama ini, Allah SWT
hanya memberitahukan pada mereka, bahwa cara yang mereka gunakan untuk
mengembangkan uang melalui riba sesungguhnya sama sekali tidak akan berlipat di
mata Allah SWT. Bahkan dengan cara seperti itu, secara makro berakibat pada
tidak tawazunnya sistem perekonomian yang berakibat pada penurunan nilai mata
uang melalui inflasi. Dan hal ini justru akan merugikan mereka sendiri.
Pematahan paradigma mereka ini
Allah gambarkan dalam QS. 30 : 39 ; “Dan
sesuatu tambahan (riba) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka
(yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.
2. Tahap kedua : Memberitahukan
bahwa riba diharamkan bagi umat terdahulu.
Setelah mematahkan paradigma
tentang melipat gandakan uang sebagaimana di atas, Allah SWT lalu
menginformasikan bahwa karena buruknya sistem ribawi ini, maka umat-umat
terdahulu juga telah dilarang bagi mereka. Bahkan karena mereka tetap
bersikeras memakan riba, maka Allah kategorikan mereka sebagai orang-orang
kafir dan Allah janjikan kepada mereka azab yang pedih.
Hal ini sebagaimana yang Allah
SWT firmankan dalam QS 4 : 160 – 161 : “Maka
disebabkan kezaliman orang-orang yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena
mereka banyak menghalangi manusia dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka
memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang dari padanya, dan
karena mereka memakan harta benda orang dengan cara yang bathil. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih”.
Pen: pemaknaannya ayat ini juga
bisa pada masa kekinian
3. Tahap ketiga : Gambaran bahwa
riba secara sifatnya akan menjadi berlipat ganda.
Lalu pada tahapan yang ketiga,
Allah SWT menerangkan bahwa riba secara sifat dan karakernya akan menjadi
berlipat dan akan semakin besar, yang tentunya akan menyusahkan orang yang
terlibat di dalamnya. Namun yang perlu digarisbawahi bahwa ayat ini sama sekali
tidak menggambarkan bahwa riba yang dilarang adalah yang berlipat ganda,
sedangkan yang tidak berlipat ganda tidak dilarang.
Pemahaman seperti ini adalah
pemahaman yang keliru dan sama sekali tidak dimaksudkan dalam ayat ini. Allah
SWT berifirman (QS. 3:130), “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
4. Tahap keempat : Pengharaman
segala macam dan bentuk riba.
Ini merupakan tahapan terakhir
dari seluruh rangkaian periodisasi pengharaman riba. Dalam tahap ini, seluruh
rangkaian aktivitas dan muamalah yang berkaitan dengan riba, baik langsung
maupun tidak langsung, berlipat ganda maupun tidak berlipat ganda, besar maupun
kecil, semuanya adalah terlarang dan termasuk dosa besar.
Allah SWT berfirman dalam QS. 2 :
278 – 279 ; “Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan seluruh sisa dari riba (yang
belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba),
maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.”
Buruknya
Muamalah Ribawiyah
Terlalu banyak sesungguhnya dalil
baik dari Al-Qur’an maupun sunnah, yang menggambarkan tentang buruknya riba,
berikut adalah ringkasan dari beberapa dalil mengenai riba :
Orang yang memakan riba,
diibaratkan seperti orang yang tidak bisa berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan, lantaran (penyakit gila). (QS. 2 : 275).
Pemakan riba, akan kekal berada
di dalam neraka. (QS. 2 : 275).
Orang yang “kekeh” dalam
bermuamalah dengan riba, akan diperangi oleh Allah dan rasul-Nya. (QS. 2 : 278
– 279).
Seluruh pemain riba; kreditur,
debitur, pencatat, saksi, notaris dan semua yang terlibat, akan mendapatkan laknat
dari Allah dan rasul-Nya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Jabir ra bahwa Rasulullah SAW melaknat
pemakan riba, yang memberikannya, pencatatnya dan saksi-saksinya.” Kemudian
beliau berkata, “ Mereka semua sama!”. (HR. Muslim)
Suatu kaum yang dengan jelas
“menampakkan” (baca ; menggunakan) sistem ribawi, akan mendapatkan azab dari
Allah SWT. Dalam sebuah hadtis diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Mas’ud ra,
bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah
suatu kaum menampakkan (melakukan dan menggunakan dengan terang-terangan) riba
dan zina, melainkan mereka menghalalkan bagi diri mereka sendiri azab dari
Allah.” (HR. Ibnu Majah)
Dosa memakan riba (dan ia tahu
bahwa riba itu dosa) adalah lebih berat daripada tiga puluh enam kali
perzinaan. Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Handzalah ra
berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Satu
dirham riba yang dimakan oleh seseorang dan ia mengetahuinya, maka hal itu
lebih berat dari pada tiga puluh enam kali perzinaan.” (HR. Ahmad,
Daruqutni dan Thabrani).
Bahwa tingkatan riba yang paling
kecil adalah seperti seoarng lelaki yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa
Rasulullah SAW bersabda, “Riba itu tujuh
puluh tiga pintu, dan pintu yang paling ringan dari riba adalah seperti seorang
lelaki yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri.” (HR. Hakim, Ibnu Majah
dan Baihaqi).
Dengan dalil-dalil sebagaimana di
atas, masihkah ada seorang muslim yang “kekeh” bermuamalah ribawiyah dalam
kehidupannya?
Praktik
Riba Dalam Kehidupan
Sebagaimana dijelaskan di atas,
bahwa riba adalah segala tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa
adanya padanan yang dibenarkan syariah. Praktek seperti ini dapat terjadi
dihampir seluruh muamalah maliyah kontemporer, diantaranya adalah pada :
1. Transaksi Perbankan.
Sebagaimana diketahui bersama,
bahwa basis yang digunakan dalam praktek perbankan (konvensional) adalah
menggunakan basis bunga (interest based). Dimana salah satu pihak (nasabah),
bertindak sebagai peminjam dan pihak yang lainnya (bank) bertindak sebagai
pemberi pinjaman. Atas dasar pinjaman tersebut, nasabah dikenakan bunga sebagai
kompensasi dari pertangguhan waktu pembayaran hutang tersebut, dengan tidak
memperdulikan, apakah usaha nasabah mengalami keuntungan ataupun tidak.
Praktek seperti ini sebenarnya
sangat mirip dengan praktek riba jahiliyah pada masa jahiliyah. Hanya bedanya,
pada riba jahiliyah bunga baru akan dikenakan ketika si peminjam tidak bisa
melunasi hutang pada waktu yang telah ditentukan, sebagai kompensasi penambahan
waktu pembayaran. Sedangkan pada praktek perbankan, bunga telah ditetapkan
sejak pertama kali kesepakatan dibuat, atau sejak si peminjam menerima dana
yang dipinjamnya. Oleh karena itulah tidak heran, jika banyak ulama yang
mengatakan bahwa praktek riba yang terjadi pada sektor perbankan saat ini,
lebih jahiliyah dibandingkan dengan riba jahiliyah.
Selain terjadi pada aspek pembiayaan
sebagaimana di atas, riba juga terjadi pada aspek tabungan. Dimana nasabah
mendapatkan bunga yang pasti dari bank, sebagai kompensasi uang yang
disimpannya dalam bank, baik bank mengalami keuntungan maupun kerugian. Berbeda
dengan sistem syariah, di mana bank syariah tidak menjanjikan return tetap,
melainkan hanya nisbah (yaitu prosentasi yang akan dibagikan dari keuntungan
yang didapatkan oleh bank). Sehingga return yang didapatkan nasabah bisa naik
turun, sesuai dengan naik turunnya keuntungan bank. Istilah seperti inilah yang
kemudian berkembang namanya menjadi sistem bagi hasil.
2. Transaksi Asuransi.
Dalam sektor asuransi pun juga
tidak luput dari bahaya riba. Karena dalam asuransi (konvensional) terjadi
tukar menukar uang dengan jumlah yang tidak sama dan dalam waktu yang juga
tidak sama. Sebagai contoh, seseorang yang mengasuransikan kendaraannya dengan
premi satu juta rupiah pertahun. Pada tahun ketiga, ia kehilangan mobilnya
seharga 100 juta rupiah. Dan oleh karenanya pihak asuransi memberikan ganti
rugi sebesar harga mobilnya yang telah hilang, yaitu 100 juta rupiah. Padahal
jika diakumulasikan, ia baru membayar premi sebesar 3 juta rupiah. Jadi dari
mana 97 juta rupiah yang telah diterimanya? Jumlah 97 juta rupiah yang ia
terima masuk dalam kategori riba fadhl (yaitu tukar menukar barang sejenis
dengan kuantitas yang tidak sama).
Pada saat bersamaan, praktek
asuransi juga masuk pada kategori riba nasi’ah (kelebihan yang dikenakan atas
pertangguhan waktu), karena uang klaim yang didapatkan tidak yadan biyadin
dengan premi yang dibayarkan. Antara keduanya ada tenggang waktu, dan oleh
karenanya terjadilah riba nasi’ah. Hampir semua ulama sepekat, mengenai
haramnya asuransi (konvensional) ini. Diantara yang mengaramkannya adalah Sayid
Sabiq dan juga Sheikh Yusuf Al-Qardhawi. Oleh karenanya, dibuatlah solusi
berasuransi yang selaras dengan syariah Islam. Karena sistem asuransi merupakan
dharurah ijtima’iyah (kebutuhan sosial), yang sangat urgent.
3. Transaksi Jual Beli Secara
Kredit.
Jual beli kredit yang tidak
diperbolehkan adalah yang mengacu pada “bunga” yang disertakan dalam jual beli
tersebut. Apalagi jika bunga tersebut berfruktuatif, naik dan turun sesuai
dengan kondisi ekonomi dan kebijakan pemerintah. Sehingga harga jual dan harga
belinya menjadi tidak jelas (gharar fitsaman). Sementara sebenarnya dalam syariah
Islam, dalam jual beli harus ada “kepastian” harga, antara penjual dan pembeli,
serta tidak boleh adanya perubahan yang tidak pasti, baik pada harga maupun
pada barang yang diperjual belikan. Selain itu, jika terjadi “kemacetan”
pembayaran di tengah jalan, barang tersebut akan diambil kembali oleh penjual
atau oleh daeler dalam jual beli kendaraan. Pembayaran yang telah dilakukan
dianggap sebagai “sewa” terhadap barang tersebut.
4. Transaksi dengan uang kertas.
Download
(PDF) buku berbahasa Indonesia “SATANIC FINANCES”
Penulis
sependapat bahwa yang benar-benar harus dihilangkan dan diganti adalah uang
kertas itu sendiri sebagai kekuatan inti dan terbesar dari sistem perekonomian
riba menjadi mata uang emas dan mata uang perak yang real. Untuk detailnya
dapat Anda download ebook tersebut.
Dalam
protokolat zionis yang disusun di kediaman sir meyer amschell Rothschild di
tahun 1773 dan disahkan penggunaannya sebagai agenda bersama zionis yahudi
dalam konferensi zionis internasional di swiss tahun 1897, disebutkan bahwa penguasaan
dan penggunaan uang sebagai senjata penguasaan manusia. (eramuslim digest, The
Satanic Finance, edisi 8) Dalam butir ke-3 protokolat zionis berbunyi,
“Kekuatan uang selalu bisa mengalahkan segalanya. Agama yang bisa menguasai
rakyat pada masa lalu, kini mulai digulung dengan kampanye kebebasan. Namun
rakyat banyak tidak tahu harus bagaimana dengan kebebasan itu. Inilah tugas
konspirasi untuk mengisinya demi kekuasaan dengan kekuatan uang”.
Melalui
sebuah negara yang dibuatnya yaitu amerika (uncle sam), yahudi memainkan
konspirasinya. Siapa uncle sam? Yaitu samiri yang membuat patung sapi untuk
disembah ketika Nabi Musa meninggalkan kaum Bani Israil selama 40 hari. Kemudian
dibuatlah The Fed (The Federal Reserve System) yang menjadi panglima besar
sistem keuangan riba beserta prajurit-prajurit bank sentralnya yang ditanam di
seluruh penjuru dunia mampu “menyihir” manusia dengan menganggap kertas
bergambar sama dengan emas dan perak dan menjadikan dollar amerika sebagai
parameter takaran nilainya (dolarisasi). Maka kapanpun, dengan hitungan detik,
yahudi bisa menjatuhkan nilai kertas sebuah negeri terhadap dollar amerika.
Kalau
membangkang, ya dijatuhkan nilai kertasnya sehingga menimbulkan ketidakpercayaan
dari rakyatnya, tapi kalau tunduk dan patuh maka nilai tukarnya dibuat seolah
stabil. Sungguh permainan yang busuk tapi sayangnya kita tidak bisa melihatnya
karena dididik dengan ilmu dan sistem pendidikan buatan mereka juga, ya jadinya
menganggap seperti tidak terjadi apa-apa dan tidak merasa disihir dan dibodohi
malah cara berpikir dan bertindak jadi mirip dengan mereka. Maka selama kita
menganggap kertas bergambar itu berharga, bekerja siang malam banting tulang
untuk mendapatkannya, menyimpan dan menggunakannya dalam perdagangan maka
selama itu pula kita membiayai perjuangan konspirasi yahudi yang ingin
menjadikan penduduk dunia menjadi budak pelayan bagi mereka. Maka pernah ada
kampanye “one man one dollar” dengan tujuan ingin menyelamatkan Palestin.
Padahal
dengan kampanye tersebut, justru semakin menguatkan yahudi untuk menghancurkan
penduduk muslim Palestin. Kalau mau, dirubah menjadi “one man one gold dinar”
atau “one man one silver dirham”. Dan kampanye “boikot produk-produk yahudi”
pun belum cukup selama kita masih membeli barang dengan kertas-kertas bergambar
buatan mereka. Kekuatan inti mereka bukan di produk tapi di alat tukar. Alat
tukar inilah yang menjadi kekuatan terbesar yahudi untuk menjajah dunia. - http://berbagiebooks.blogspot.com/2014/02/satanic-finances.html
Belum lagi komposisi pembayaran
cicilah yang dibayarkan, sering kali di sana tidak jelas, berapa harga pokoknya
dan berapa juga bunganya. Seringkali pembayaran cicilan pada tahun-tahun awal,
bunga lebih besar dibandingkan dengan pokok hutang yang harus dibayarkan.
Akhirnya pembeli kerap merasa dirugikan di tengah jalan. Hal ini tentunya
berbeda dengan sistem jual beli kredit secara syariah. Dimana komposisi cicilan
adalah flat antara pokok dan marginnya, harga tidak mengalami perubahan
sebagaimana perubahan bunga, dan kepemilikan barang yang jelas, jika terjadi
kemacetan. Dan sistem seperti ini, akan menguntungkan baik untuk penjual maupun
pembeli.
Keributan-keributan pada
perekonomian dan pencarian-pencarian solusi pada masalah perekonomian akan
susah menghasilkan nilai terbaik yang tidak menimbulkan ketimpangan dan krisis
baru selama manusia lupa pada subtansi sebenarnya bahwa uang kertas itu sendiri
merupakan riba pula. Paling tidak, bila tidak bisa merubah keseluruhan maka
cobalah bertanya dan tanyakan sudahkah bank syariah dan asuransi syariah masa
kini mempunyai simpanan dan cadangan uang emas dan uang perak yang benar-benar
real pada badan usahanya?
Masih banyak sesungguhnya
transaksi-transaksi yang mengandung unsur ribawi di tengah-tengah kehidupan
kita. Intinya adalah kita harus waspada dan menghindarkan diri sejauh-jauhnya
dari muamalah seperti ini. Cukuplah nasehat rabbani dari Allah SWT kepada kita “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.” (QS. Annisa’ : 29)
Wallahu A’lam Bis Shawab.
Umar Bin Khattab :
Suatu Negeri akan Hancur Jika Para Penghianat Menjadi Petinggi, dan Harta
dikuasai oleh Orang-orang Fasik
–
….Kepada
para komandan pasukan Umar Radiyallahu Anhu mengatakan : “..Perintahkan manusia agar pergi haji dan barangsiapa yang tidak
mampu, maka hajikan dia dari harta Allah..”…
(Dari
disertasi DR. Jabirah bin Ahmad Al Haritsi , pada program S3 Ekonomoi Islam
Fakultas Syariah dan Studi Keislaman Universitas Ummul Qura Makkah dengan
predikat Summa Cumlaude)
~~~~~~~~~~
Umar
bin Khatab Radiyallahu Anhu adalah Khalifah yang berhasil membangun dan
meletakkan dasar-dasar ekonomi kokoh berdasarkan keimanan dan Tauhid
kepada Allah Subhana wa Ta’ala. Beliau adalah orang yang terakhir kali bisa
makan dan beristirahat setelah yakin penduduk sudah terjamin
kesejahteraannya. Beliau sangat zuhud terhadap keduniawiaan dan itu
diberlakukannya pada keluarganya. Umar Radiyallahu anhu sangat terkenal dengan
pengawasan terhadap rakyatnya dan ketegasannya terhadap orang-orang yang
melakukan penyimpangan, khususnya apabila orang yang melakukan penyimpangan itu
adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan umum seperti Gubernur,
hakim, pemungut zakat.
Dalam
masa sekarang ini dimana negara-negara di dunia terbagi menjadi negara
kapitalis, negara sosialis dan lain-lain sesuai dasar sistem ekonomi yang
diikuti oleh setiap negara. Ini
menunjukkan begitu kuatnya hubungan antara politik dan ekonomi yang saling
mempengaruhi secara timbal balik. Umar Radiyallahu anhu menjelasakan bahwa
kerusakan sistem pemerintahan dan dikuasainya berbagai urusan oleh orang-orang
yang fasik merupakan sebab kehancuran pilar-pilar umat; dimana beliau
mengatakan,” Suatu negeri akan hancur meskipun dia makmur.” Mereka berkata,”
Bagaimana suatu negeri hancur sedangkan dia makmur?” Ia menjawab ,” Jika
orang-orang yang penghianat menjadi petinggi dan harta dikuasai oleh
orang-orang yang fasik.”
Sesungguhnya
ekonomi kontemporer mengakui sebab-sebab yang menghancurkan terhadap kerusakan
ekonomi dan bahwasanya itu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap
usaha pengembangan ekonomi khususnya di negara-negara berkembang.
Oleh
karena itu , Umar R.a berupaya keras dalam mewujudkan sistem pemerintahan yang
baik. Bahkan seringkali beliau bertanya kepada sebahagian sahabatnya agar
mereka mengemukakan pendapat mereka untuk mengetahui faktor-faktor kebaikan. Contohnya
kepada Muadz bin Jabal, ”Apakah pilar perkara ini ya Muadz?’ Ia berkata, ”Islam,
karena dia adalah fitrah; ikhlas, karena dia adalah substansi agama, dan
ketaatan karena dia adalah perlindungan.
Dari
fikih Ekonomi Umar r.a. semasa pemerintahannya, ada beberapa point yang
menyebutkan kriteria sistem pemerintahan yang baik yaitu :
- Pemerintah
melaksanakan tugasnya yang terpenting yaitu menjaga agama dengan cara
menetapkan hukum-hukumnya dan berjihad melawan musuh, menjaga harta kaum
muslimin yaitu dengan mengumpulkan dan membagikannya sesuai syariah, menegakkan
keadilan dengan meralisasikan keamanan dan ketentraman, berupaya mewujudkan
kesejahteraan ummat dengan memperhatikan orang-orang yang membutuhkan
- Melibatkan
ummat dengan cara musyawarah ataupun memberikan andil ummat kepada pengawasan
terhadap jalannya pemerintah dengan cara menasehati dan meluruskannnya
- Ada
hak ummat menuntut pemerintah jika pemerintah mengabaikan pelaksanaan apa yang
menjadi hak-hak ummat. Dalam hal ini Umar sangat peduli untuk mengetahui
pendapat umum dan ia bertanya kepada Malik, sahabat dekatnya di rumah seraya
mengatakan,” wahai Malik, bagaimana keadaaan manusia?” ia menjawab “Manusia
dalam keadaan baik .”. Lalu Umar bertanya lagi “Apakah kamu mendengar sesuatu?”
Malik menjawab “Aku tidak mendengar melainkan kebaikan” Pertanyaan ini berulang
sampai tiga kali. Maka Malik berkata padanya pada hari ketiga”Apa yang kamu
khawatirkan dari manusia?” Umar menjawab” Bagaimana kamu ini Malik! Aku
khawatir jika Umar mengabaikan sebagian hak kaum muslimin lalu mereka datang kepadanya
dengan bendera dan menanyakan hak mereka ?” Dan diantara nasehat Umar kepada
para gubernurnya adalah “Janganlah kamu memukul kaum muslimin, karena dengan
itu kamu menistakan mereka. Dan janganlah kamu menghalangi hak mereka, karena
dengan itu kamu menjadikan mereka untuk mendurhakai kamu..”
- Adanya
Kestabilan yang tidak mengakibatkan kepada pergolakan dan kegoncangan.
Kestabilan politik disini adalah dengan mengharamkan seorang muslim mendurhakai
pemimpinnya.
Pengembangan
ekonomi ini menuntut adanya sistem manajemen yang memudahkan lajunya roda
pengembangan dan menghilangkan rintangan dari jalannya, dimana sebagian bentuk
manajemen dan sistem pengawasan yang terdapat dalam fikih ekonomi Umar r.a
adalah sbb :
a.
Hisbah dan pengawasan pasar
b.
Pengawasan harta
c.
Pengawasan kerja dan pengaturannya
d.
Perlindungan lingkungan
Menurut
Fiqih ekonomi tersebut, bahwasanya ada
korelasi antara pengembangan ekonomi dalam kacamata Islam dengan terwujudnya
suatu lingkungan yang islami dalam segala aspek kehidupan. Dan dari dua
diantara lima pilar-pilar pengembanganan ekonomi (sebagaimana dikemukakan dalam
disertasi Dr Jaribah bin Ahmad dari tesisnya yang membahas mengenai itu)
Kesalehan ummat
Sesungguhnya
kesalahehan ummat adalah dengan mengimani Islam sebagai akidah dan syariah dan
pengaplikasiannya dalam segala aspek kehidupan.
Ketika
seorang muslim meyakini bahwa dia sebagai Khalifah di bumi, ini akan
mendorongnya melakukan pengembangan ekonomi karena ini merupakan hak dan sarana
ummat. Dan jika ini dilakukakannya sepenuh hati karena Allah (ikhlas) maka akan
menjadi ibadahnya dihadapan Allah Ta’ala.
Disisi
lain, ketaatan dan kemaksiatan juga berdampak dalam kehidupan ekonomi umat,
dimana ketaatan akan menjadi sebab diperolehnya keberkahan dalam segala sesuatu,
sedangkan kemaksiatan berakibat tercerabutnya keberkahan dari segala sesuatu .
Allah berfirman dalam QS al A’Raf : 96 “
jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya..”
Umar
Radiyallahu anhu mengegaskan dalam pernyataannya ;”… Sesungguhnya dunia adalah
kesenangan yang menawan, maka barang siapa mengambilnya dengan cara yang benar,
dia akan mendapatkan keberkahan didalamnya, dan barang siapa mengambilnya
dengan cara tidak benar maka dia seperti orang yang makan dan tidak pernah
kenyang.
Kebaikan sistem
Pemerintah
adalah perangkat politik dan apa yang muncul darinya terkait sistem pemerintah.
Sebab dengan kebaikan perangkat politik, konsistensi pemahaman politik bagi
individu dan kebaikan hubungan antara rakyat dan pemerintah, maka akan
meletakkan laju pesatnya pengembangan ekonomi pada jalan yang semestinya.
Contoh
sikap Umar sebagai pejabat negara dapat dilihat dari perkataaan antara lain
tehadap para gubernurnya “Sesungguhnya aku tidak menguasakan kepadamu atas
urusan arah, harga diri serta harta kaum muslimin, namun aku mengutus kamu
untuk menegakkan shalat, membagi fai’ mereka dan menetapkan hukum dengan Adil.
Kepada
para komandan pasukan Umar Radiyallahu Anhu mengatakan : “..Perintahkan manusia
agar pergi haji dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hajikan dia dari harta
Allah..”
Perkataan
Umar, ”Sungguh aku sangat berupaya agar tidak melihat kebutuhan manusia
melainkan aku penuhinya, selama sebagian kita terdapat keleluasaan atas
sebagaian yang lain. Tapi jika demikian itu tidak dapat dilakukan, maka kita
memberi contoh dalam kehidupan kita sehingga kita sama dalam kecukupan” pen:
Umar pun hidup dalam kesederhanaan.
Dalam
fikih ekonomi Umar radiyallahu anhu kita dapatkan bahwasanya politik ekonomi
dijalankan oleh pemerintah merupakan tolok ukur terpenting tentang baik atau
tidaknya sistem pemerintah, sekaligus merupakan karekteristik sistem pemerintah
itu. Sebagai bukti hal itu bahwa Umar Radiyallahu anhu mengatakan”’ demi
Allah.., aku tidak mengerti apakah aku khalifah atau seorang raja. Jika aku
Raja maka demikian itu adalah perkara besar!” Maka seorang berkata,”
Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya diantara keduanya terdapat perbedaan.” Ia
berkata,” Apakah itu ? Ia menjawab, ’Khalifah tidak mengambil melainkan
dengan cara yang benar dan tidak meletakkannya melainkan dalam kebenaran dan
Anda alhamdulillah seperti demikian itu. Sedangkan raja adalah menindas
manusia, lalu dia mengambil dari ini dan memberi yang ini.” Maka Umar pun diam.
(Lr)
Justru
itu disinilah tantangan umat Islam, para Ustadz dan ulama sebaiknya tidak
dominan memperuncing khilafiyah fiqh saja, utamakan da'wah bil hal, berbuat
sesuatu untuk kemaslahatan. Jangan ada kata lagi ini politik, ekonomi dan
teknologi urusan dunia sehingga jadi najis untuk diurusi, lalu kemana orang-orang
muslim yang mengaku Rahmatan lil Alamin, mari kita renungkan dan berbuatlah
sesuatu.
Bahaya Hutang
“Semua dosa orang
yang mati syahid akan diampuni kecuali utangnya” (HR.Muslim). Mencengangkan
bukan? orang yang mati syahid yang dijanjikan Allah masuk surga saja bisa tidak
jadi masuk surga hanya karena hutang. Begitu berbahayanya hutang apabila kita
tak sanggup atau belum sempat membayar hutang, orang yang sudah dijanjikan
surga saja masih bisa ditahan apalagi kita yang tidak dijanjikan surga. Banyak
alasan kita berhutang, diantaranya untuk bertahan hidup, untuk gaya hidup, dan
untuk investasi atau tujuan produktif. Tanpa kita sadari ternyata berhutang
bisa menambah beban kita, dan malah kebanyakan orang berhutang hanya untuk
memenuhi kebutuhan tersiernya saja, ingin menikmati hidup mewah dan sebagainya.
Lalu bagaiman dengan perspektif Negara? mengapa Negara berhutang? alasan yang
paling menonjol ialah karena Negara ingin membangun dan mensejahterakan
masyarakatnya. Dalam kasus Indonesia, setiap tahun sedikitnya 20-30 persen dana
APBN disedot untuk membayar utang dan bunganya. Lalu apa akibat dari berhutang
itu? Dana belanja Negara tidak bisa digunakan secara optimal untuk membangun
seperti yang dicita-citakan dulu, sebaliknya malah terkuras untuk membayar
hutang plus bunganya. Dan parahnya dana yang seharusnya digunakan untuk
kepentingan Negara malah digunakan untuk kepentingan pribadi alias di korupsi.
Utang menghancurkan negeri dan kekayaan yang melimpah, sehingga Negara kita
tanpa pilihan lain beralih menjadi budak IMF, dimana pada saat krisis melanda
Asia tenggara termasuk Indonesia tak bisa dipungkiri Negara kita meminjam atau
kata lain berhutang kepada IMF. Dan menandatangani letter of intens (LoI)
dimana IMF menyodorkan kebijakan yang malah membuat semakin panas perekonomian
kita. Banyak kredit perbankan macet dan mengerutkan jumlah suplai uang yang
beradar. Solusi yang diberikan ialah mendorong tabungan, mengurangi cadangan
wajib pemerintah, dan meningkatkan suku bunga. Lalu solusi yang mana yang
Indonesia ambil? yaitu solusi menaikan suku bunga. Bank-bank di Indonesia menaikkan
suku bunga deposito hingga 67% dengan tujuan agar uang yang tersebar bisa
ditarik kembali, tapi nyatanya bukan menjadi solusi malah menjadi boomerang.
Karena kebijakan menaikkan suku bunga itu banyak bank yang kolaps karena mereka
tidak mampu membayar suku bunga yang mereka tawarkan itu, sedangkan bank hanya
mendapatkan bunga kredit 10%. Sehingga banyak beban bank yang dialihkan kepada
pemerintah.
Tolong,
buat pengambil keputusan, jangan katakan setiap warga negeri ini, saat ini
punya hutang Rp. 8 juta per individu karena hutang-hutang negara, jangan
bebankan ke kami yang menolak terjadinya hutang di negeri ini, dapatkah pula
anak cucu bisa menyelesaikannya? Maka jadikanlah ini tanggung jawab kalian,
karena siapakah orang yang mau mati dalam keadaan berhutang, tidakkah kalian
pernah membaca hadis-hadis tentang hutang. Lepaskan beban dari kami, wargamu
ini. Iya, kalau dapat dibayar, kalau tidak gmana? Iya, klo anak cucu bisa
melunasi, klo tidak gmana? Maukah wafat dengan membawa hutang. Jangan katakan
menjadi beban pada wargamu ini.
El Libertador
(Pembebas)
Sistem
yang kita sangka sebagai solusi dalam perekonomian ternyata tidak membuat
menjadi baik, malah sebaliknya menghancurkan perekonomian dunia. Namun
dibalik bobroknya system ini, ada sekelompok manusia yang unjuk gigi
mencoba berperan sebagai El Libertador (pembebas). Pembebas dari belenggu
tirani moneter, pembebas yang mengantarkan kepada kesadaran perlunya merombak
tata ekonomi setan yang sesat (kapitalisme), dan kembali kepada system ekonomi
seperti yang dikehendaki Sang Maha Adil. Apa yang harus dilakukan? diantaranya
ialah membuat system ekonomi baru dengan menghapuskan dan merobohkan pilar yang
ketiga yaitu system bunga (interest), system baru pembebas ini disebut dengan
istilah Perbankan Islam. Lalu untuk merobohkan pilar fiat money dan FRR ialah
kembali ke standard emas.
Terlepas
akan bagaimana perilaku pemakai dinar dan dirham kelak, yang bisa pula
menjadikan inflasi pada dinar dan dirham karena prilaku, setidaknya dinar dan
dirham adalah solusi paling real dan menyeluruh untuk seluruh masyarakat dari
mengurangi riba, termaksud debu-debu riba dari uang kertas yang umum setiap
individu memakainya hari ini. Juga ia tidak akan menggemukkan inflasi hingga
segendut-gendutnya. Harga-harga bisa kembali dalam dan bahkan dibawah jangkauan
daya beli secara umum pada masyarakat.
Bila
uang kertas sebagai bagian riba ini kelak masih terus dipakai maka kita dapat
berkata: “Kami telah menolak riba di dalam hati, kami pula menyampaikan kabar
dan peringatannya dan kami juga selalu berupaya dan berusaha menjauhkan riba
dari kehidupan kami bahkan dari negeri ini. Ya, Allah, bila Kau meminta
pertanggungjawaban dari sistem riba ini, lepaskanlah pertanggungjawaban akan
dosa riba ini dari Kami”.
“Dan (ingatlah)
ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasihati kaum yang
Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat
keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab)
kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa”. (Al-A’raf:164).
Pen:
Pelajari hikmah kisah di nash tentang kaum yang dikutuk menjadi kera ini,
Peristiwa ini membagi kaum Bani Israil menjadi 3 golongan; yang melakukan
perbuatan tersebut, yang tidak melakukannya tapi tidak pula melarang, dan
kelompok yang tidak melakukannya sekaligus mencegah mereka (yang berusaha
berdakwah memberi kabar dan peringatan dan dirinya berusaha pula untuk tidak
melakukannya sesuai kesanggupannya, bila berhubungan dengan perintah maka
kebalikkannya, yaitu dirinya berusaha mengerjakannya dengan kesanggupannya dan
ia pula berusaha melanjutkan kabar dan peringatannya (dakwah), dalam kisah ini
berhubungan dengan larangan)
Bila
uang kertas sebagai bagian riba ini kelak masih terus dipakai, maka berlapang
dada dan ridho-lah terhadap segala kenyataan, resiko dan termaksud datangnya
bencana yang tidak pandang bulu tersebut namun masing-masing di akhirat akan
mendapatkan ganjaran yang sesuai dengan apa yang dikerjakannya dan apa-apa yang
harus dipertanggungjawabkannya kepada Allah SWT dan tidak pula untuk tidak
terus selalu menyuarakan kabar dan peringatan dan tetap selalu mengusahakan
jalan syariat.
Mengingatkan
pula bahwa hati-hati pada suatu masa uang-uang Anda yang bernilai milyaran
tiba-tiba hanya bernilai kertas biasa saja, bahkan bank-bank pun hanya dapat
membiarkan terjadi tanpa dapat menggantinya, harta tidak bergerak Anda punya
pun tidak dapat membantu, karena tidak ada yang membelinya secara cepat
berhubung terjadinya krisis yang sama pada mereka yang lain pula.
dakwatuna.com
– Kita telah sama-sama paham, belum lagi banyak media menambahkan. Pemerintahan
kita terlihat benar-benar bobrok dengan sederet problematikanya. Seakan-akan
sudah tak ada lagi ruang untuk perbaikan. Orang-orang baik berhati malaikat itu
sekadar dongeng belaka. Semuanya, tak ada yang sepenuhnya berjuang bagi
kebajikan.
Sebab
itu, isu golput menjelang pentas pemilu nanti, kembali dikumandangkan. Mereka
ingin netral. Tidak memihak siapa jua. Sama saja katanya. Ceritanya selalu
berakhir dengan uang rakyat penuh mengisi perut penguasa.
Tak
sadarkah?
Tidak
ada yang benar-benar netral. Hatta Indonesia di zaman dahulu. Maksud hati
menghindari Blok Barat dan Blok Timur di perang dunia, malah tergabung dalam
satu blok. Gerakan Non-Blok membentuk blok tersendiri.
Blok
yang ‘netral’, tetapi ia tetaplah blok. Tidak ada yang benar-benar netral,
hanya sebutannya lebih tepat ‘memihak diri sendiri’.
Kita
lupa, atau barangkali pura-pura lupa. Ada orang-orang dengan segudang prestasi,
bukan sekadar bermodal pencitraan sana-sini. Masih ada partai-partai yang saban
hari setia melayani, bukan hanya di pemilu tahun ini.
Politik
dan pemerintahan memang selalu tentang 2 kubu. Pertarungan antara mereka yang
haq dan golongan yang bathil. Antara yang ingin menyejahterakan dan yang ingin
memiskinkan. Antara yang ingin menciptakan keadilan dan yang ingin membuat
kerusakan. Antara yang menyeru pada yang ma’ruf dan yang ingkar pada Tuhannya.
Dan
Allah membagikan kepada kita kisah bagaimana akhir dari keduanya, bahkan untuk
mereka yang golput, netral, dan meninggikan panji ketidakpedulian.
“Dan tanyakanlah
kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka
melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang
berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari
yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami
mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.” (Al-A’raf: 163).
Ayat
ini menceritakan kisah Bani Israil di sebuah tempat (dalam beberapa riwayat
bernama Aylah) pada zaman Nabi Musa as. Mereka diperintahkan untuk fokus
beribadah pada hari Sabtu dan dilarang menangkap ikan pada hari itu. Sedangkan
ikan-ikan hanya berkumpul di laut pada hari Sabtu, tidak di hari lain. Ini
adalah satu bentuk cobaan bagi mereka.
Sebagian
golongan kemudian mengakali larangan ini. Mereka meletakkan jaring pada Jum’at
malam lalu mengambilnya kembali pada hari Minggu.
Peristiwa
ini membagi kaum Bani Israil menjadi 3 golongan; yang melakukan perbuatan
tersebut, yang tidak melakukannya tapi tidak pula melarang, dan kelompok yang
tidak melakukannya sekaligus mencegah mereka (pen: yang berusaha berdakwah
memberi kabar dan peringatan dan dirinya berusaha pula untuk tidak melakukannya
sesuai kesanggupannya, bila berhubungan dengan perintah maka kebalikkannya,
yaitu dirinya berusaha mengerjakannya dengan kesanggupannya dan ia pula
berusaha melanjutkan kabar dan peringatannya, dalam kisah ini berhubungan
dengan larangan)
“Dan (ingatlah) ketika
suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah
akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?”
Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada
Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa”.
(Al-A’raf:164).
Kemudian
kisah ini berakhir dengan:
“Maka tatkala
mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan
orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada
orang-orang yang lalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat
fasik. Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang mereka dilarang
mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: “Jadilah kamu kera yang hina.” (Al-A’raf: 165-166).
Bagi
yang melarang perbuatan itu, Allah selamatkan. Bagi yang ingkar, Allah beri
siksaan. Bagi mereka yang mengambil bagian dalam kebaikan, Allah hindarkan dari
azab. Bagi mereka yang mengeruk keburukan, Allah timpakan azab.
Pen:
dalam kisah ini bencana/kutukan tidak dikenakan kepada orang beriman hanya
terkhusus kepada 1 atau 2 golongan dari 3 golongan yang ada tersebut; yang
melakukan perbuatan tersebut (kafir), yang tidak melakukannya tapi tidak pula
melarang (dapat dikatakan seperti muna), dan kelompok yang tidak melakukannya sekaligus
mencegah mereka (beriman), adapula pada kejadian lain, 3 golongan ini terkena
bencana semuanya namun diakhirat mempunyai perhitungan berbeda, terkhusus yang
muna mungkin bisa diampuni dan mungkin pula tidak, sesuai kebijaksanaanNya. Sebab
bisa saja karena terkena bencana bisa menjadi obat untuk dosa mereka dengan
adanya tobatnya, juga bisa pula memberi mereka hidayah atau ada amal lain yang
menyelamatkannya selama sebelum 2 hal penyebab pintu tobat ditutup, yaitu ajal
yang telah sangat-sangat dekat dan matahari terbit dari barat.
Lalu
di mana posisi mereka yang berdiam diri?
Para
mufassirin berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa mereka ikut tertimpa
siksaan pula. Ada yang berpendapat bahwa mereka tidak dipedulikan Allah sebab
sikap mereka yang tak acuh. Tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya. Tidak
memberi dukungan pada kebaikan.
Golput
jelas bukanlah jawaban atas permasalahan negeri ini. Lihat baik-baik mereka
yang duduk dan sedang menuju kursi parlemen. Perhatikan track record-nya.
Jadilah pemilih yang cerdas. Memilih memang hak kita, namun tiap pilihan yang
kita ambil akan dimintai pertanggungjawabannya di sisi Allah. Bagaimana nanti
bila orang-orang yang berbuat kerusakan malah yang memimpin negeri ini akibat
kita golput? Akibat kita tidak memberikan suara bagi mereka yang tulus ingin
memakmurkan.
Masih
mau golput?
Allahu
a’lam.
Sumber:
Sebuah renungan
”Mereka menjadikan
orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga
mereka mempertuhankan) al-Masih putera Maryam.” (TQS. At-Taubah [9]: 31)
Seraya
bersabda: ’Mereka memang tidak beribadah
kepadanya, tetapi jika mereka menghalalkan sesuatu untuknya, mereka pun
menghalalkannya; jika mereka mengharamkan sesuatu untuknya, maka mereka pun
mengharamkannya.”
10
ayat awal pada surat alKahfi sebagai pelindung dari fitnah dajjal dan fitnah
dajjalisme, terkandung pernyataan “4. Dan
untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata: "Allah mengambil
seorang anak."
Tuhan
anak secara makna khusus dapat berarti yahudi dengan uzair dan nasrani dengan
konsep yesus, namun dapat pula bermakna tuhan-tuhan dalam bentuk lainnya pada
umat-umat agama dan kepercayaan bumi lainnya, juga bisa pula untuk tuhan-tuhan berupa
materi/harta, kekuasaan, ilmu, nafsu, dan sembahan lain-lainnya. Begitupun ahli
kitab dapat bermakna kepada seluruh agama/kepercayaan umat bumi, yang
menyisahkan kitab-kitab terdahulu seperti hindu, budha, sinto, dsb. Kita dapat
berkata ada perubahan pada kitab-kitab tersebut karena tidak terjamin. Serupa
hal ini bila kita persepsikan kepada filosofi dan demokrasi, mungkin saja atau bisa saja, ia lahir
dari tauhid dan sistem Islam yang murni untuk umat-umat terdahulu dan ingatlah
bahwa ini lahir pula sebelum jaman nabi Isa as, dan ingatlah dimana 124000
nabi-nabi datang silih berganti, masing-masing kaum telah mendapatkan utusan
Allah sebelumnya, bila diandaikan saja sebelum masehi ada 7000 tahun, bila
dibagikan pada jumlah nabi-nabi, maka ada 1000 lebih nabi-nabi tiap 100 tahun.
Adalah konsep murni ini bisa berubah dimakan waktu, prilaku dan jaman dan itu
mungkin saja. Jadi Anda bisa mempersepsikan filosofi dan demokrasi
sebagaimananya Anda mau?
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila
kalian telah berjual-beli dengan cara inah (riba), dan kalian memegang
ekor-ekor sapi dan lebih puas dengan pertanian dan meninggalkan jihad, maka
Allah akan timpakan kepada kalian kehinaan yang tidak akan dicabut oleh Allah
kehinaan itu sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Dawud)
Telah
tampak riba dalam kehidupan sehari-hari, telah tampak orang-orang yang tidak
memegang tali Allah SWT secara langsung, telah tampak kecintaan manusia pada
materi dari pada jihad.
Allah
ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mau mengubah apa yang
ada pada diri mereka sendiri.” (QS. ar-Ra’d: 11).
Allah
ta’ala berfirman (yang artinya), “Kalaulah
para penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa niscaya akan Kami bukakan
untuk mereka keberkahan dari langit dan bumi.” (QS. al-A’raf: 96). Imam
Malik berkata, “Tidak akan memperbaiki urusan umat terakhir ini kecuali dengan
apa yang memperbaiki generasi awalnya.”
Allah
ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan
amal-amal salih bahwa Allah akan menjadikan mereka berkuasa di atas muka bumi
sebagaimana Allah angkat orang-orang sebelum mereka sebagai penguasa dan Allah
akan kokohkan untuk mereka agama mereka yang Allah ridhai atas mereka dan Allah
gantikan rasa takut mereka menjadi keamanan, mereka beribadah kepada-Ku dan
tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun.” (QS. an-Nur: 55)
Dilarang
keras berputus asa dari rahmat Allah SWT. Allah pun memperjelas jalan yang
harus ditempuh agar bisa sampai menuju yang dijanjikan ‘’Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu
perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? Jawabannya ada
pada ayat selanjutnya yaitu, ‘’beriman
kepada Alloh dan rosul-Nya serta berjihad dijalanNya-.
Ada
suara-suara yang mengekor dari suara umat, satu sisi mereka menyuarakan mendukung
khilafah hingga sangat ekstrem mengajak umat islam berlepas diri pada
keadaannya sekarang (khususnya yang dimaksud pada negeri-negeri muslim nan damai),
mengkafirkan demokrasi agar demokrasi sendiri bebas dari pengaruh syariat islam,
menjauhkan nilai-nilai islam agar mereka terus hidup dan menguasai kekuasaan,
di sisi lain pula menyuarakan teroris, ekstrem, dsb kepada pendukung
kekhalifahan, pendukung anti demokrasi namun selalu pula menyertakan dan
menyatakan demokrasi adalah solusi paling tepat, tapi bila bisa adalah
demokrasi dalam persepsi lepas dari batasan islam. Ekoran pada 2 pendapat besar
dari ijtihad umat islam sendiri. Umat islam pun jadi bahan tertawaan, karena
terasa pecahnya rasa kecintaan dan kekeluargaan umat.
Padahal,
tahukah kalian, resiko apa yang kalian serukan itu bila di-aamiin-kan umat
islam? Kekhalifahan Islam akhir jaman benar-benar
dibangun dalam naungan pedang (peperangan), bukan karena ingin ekstrem tapi
demikianlah kenyataan, kondisi dan keadaan yang menyudutkan umat Islam. Maukah
kalian mempercepat untuk mendatangkan azab dan huruhara besar, karena hal ini
menyertai kejadian tersebut. Kami sendiri takut akan hal ini walaupun
sebenarnya merindukan dan menginginkan hal tersebut, merindukan kejayaan islam,
syariat dan kekhalifahan tapi bukan bermaksud merindukan azab dan huru-haranya,
terasa hati kami was-was dan takut padaNya.
Dan tidak ada
sesuatupun yang menghalangi manusia dari beriman, ketika petunjuk telah datang
kepada mereka, dan dari memohon ampun kepada Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlalu
pada) umat-umat yang dahulu atau datangnya azab atas mereka dengan nyata.
Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul
hanyalah sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan;
tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan yang batil agar dengan demikian
mereka dapat melenyapkan yang hak, dan mereka menganggap ayat-ayat kami dan
peringatan- peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokan. Qs. Al Kahfi: 55-56
Sudah
tahu kekhalifahan Islam adalah solusi, sudah tahu sistem sekarang bukan syariat
dan sudah tahu riba merajalela hingga masuk kedalam kantong-kantong baju dan
celana, sudah tahu subtansi-subtansi sistem ini mencekik hidupmu, namun mengapa
kalian tidak berbuat dan berusaha merubahnya? Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul hanyalah sebagai pembawa berita
gembira dan sebagai pemberi peringatan, tapi haruslah kita juga ada usaha
terhadap sikap dan berupaya mengamalkan untuk tindakan diri sendiri dan juga
ada usaha berupa tindakan terhadap kebaikan untuk umat yaitu mengamalkan dan
mengaplikasikannya secara nyata dalam segala aspek kehidupan. Sungguh pun
penulis sendiri merasa ditegur.
2. Wahai
orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
3. (Itu) sangatlah
dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
ash-shof
2-3.
Apa
solusinya? Kekhalifahan islam adalah solusinya… kalian menyatakan itu????
baiklah ….
Jadi
bagaimana kalau anda-anda penyeru kekhalifahan bergabung semua dan serentak dan
mengajak penulis berjihad perang pula, karena negeri indonesia dinyatakan damai
oleh umat islam sendiri, maka tidak bisa dilakukan di nusantara ini, bagaimana
kalau kita langsung pergi ke palestina, kita ajak seluruh hamas, menunggu
israel menyerang, kita balik membalas masuk kedalam negeri-negeri mereka secara
serentak dan semuanya tidak ketinggalan seorang pun diantara kita, tidak
membalik badan lagi, maju terus hanya fokus tujuan mati syahid atau hidup
mulia, tinggalkan semua perniagaan, keluarga, dan kesenangan-kesenangan
hiburan, tidak peduli dengan hanya berpegang bambu runcing atau hanya batu,
tidak kita sisakan pria-pria tertinggal dan tidak ikut serta. Jangan kuatirkan
bahwa disana dan disini yang tertinggal hanya orang tua, anak-anak, dan
wanita-wanita dan kaum fasik atau munafik, jangan kuatirkan jumlah yang sedikit
dan jangan pula kalian khawatir bahwa tidak ada penyeru dakwah yang tertinggal,
karena telah banyak peningalan kalian dimedia-media, buku-buku, ceramah-ceramah,
video-video, peradaban, dan internet yang dapat menjadikan pelajaran, kabar dan
peringatan buat mereka yang tertinggal dan ada Allah SWT yang menjaga agama
yang diridhoiNya dan memberi petunjuk untuk keluargamu yang tertinggal. Ada
kitab yang terpelihara dijaman type jahiliyah sedikit berbeda ini dimana jaman
jahiliyah dahulu tidak ada kitab yang terpelihara disisi dan samping mereka. Maukah
kalian melakukannya, maka solusi apalagi yang Anda mau? Bukankah enak jadi
syahid, diberi bidadari, dapat pula memberi syafaat untuk keluarga yang
tertinggal nantinya. Maka kalian akan jadi pelopor panji-panji hitam, semangat kalian
akan menjadi pembangkit ghairah dan pelopor kebangkitan islam kelak, bagaimana
solusinya? Bukankah ini adalah yang paling tepat?
Lalu
nanti kalian mengatakan, ini dia perkataan ekstrem dan teroris, kami tidak
menerima hal ini?
Sayangnya
penjelasan ini pun tidak berfaedah pada mereka, kecuali mereka-mereka yang
ingin mengambil manfaat.
Maka jika mereka
tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah
mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada
orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah
sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim. Qs. Al
Qashash: 50
Maka pernahkah kamu
melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah
membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran
dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan
memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu
tidak mengambil pelajaran?
Qs. Al Jaatsiyah: 23
Dan apabila mereka
melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan
mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang
di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah
Sebaik-baik Pemberi rezki.
Qs. Al Jumu'ah: 11
Katakanlah:
"jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatir
kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari
Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik.
Qs. At Taubah: 24
1. Apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah; dan Dialah Yang
Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
2. Wahai
orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan?
3. (Itu) sangatlah
dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
4. Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang
teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.
5. Dan (ingatlah)
ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Wahai kaumku! Mengapa kamu
menyakitiku, padahal kamu sungguh mengetahui bahwa sesungguhnya aku utusan
Allah kepadamu?" Maka ketika mereka berpaling (dari kebenaran), Allah
memalingkan hati mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang
fasik.
6. Dan (ingatlah)
ketika Isa putra Maryam berkata, "Wahai Bani Israil! Sesungguhnya aku
utusan Allah kepadamu, yang membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu
Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang rasul yang akan datang
setelahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Namun ketika Rasul itu datang
kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, "Ini
adalah sihir yang nyata."
7. Dan siapakah
yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah
padahal dia diajak kepada (agama) Islam? Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang zalim.
8. Mereka ingin
memadamkan cahaya Allah dengan mulut (ucapan) mereka, tetapi Allah (tetap)
menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya.”
9. Dialah yang
mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk
memenangkannya di atas segala agama meskipun orang musyrik membencinya.
10. Wahai
orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang
dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?
11. (yaitu) kamu
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan
jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu, jika kamu mengetahui.
12. Niscaya Allah
akan mengampuni dosa-dosamu
dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, dan ke tempat-tempat tinggal yang
baik di dalam surga 'Adn . Itulah kemenangan yang agung.
13. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu
sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira
kepada orang-orang mukmin .
14. Wahai
orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah
sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang
setia, "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan
agama) Allah?" Pengikut-pengikutnya yang setia itu berkata, "Kamilah
penolong-penolong (agama) Allah," lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan yang lain kafir; lalu Kami berikan kekuatan kepada
orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, sehingga mereka menjadi
orang-orang yang menang. Qs. Ash Shaff.
Catatan
: Surat Ash Shaff mengikuti makna lainnya untuk kekinian dan dimasa depan
menurut urutannya juga memperinci akan peperangan akhir jaman ini, rasanya
pernyataannya jelas, kemungkinannya Anda juga menyadarinya hal itu dan juga
jelas siapa-siapa yang termaksud 3 golongan besar lawan tandingnya umat islam
kelak. Dalam konteks ini, pengertian ayat 14 dapat dilihat tambahannya di link
perlu diteliti lagi – matahari terbit dari barat.
Al-Sya'bi telah
menceritakan satu contoh isolasi diri yang tercela. Ia berkata: Sekelompok
orang dari penduduk Kufah mengasingkan diri ke tengah gurun untuk beribadah. Di
sana Mereka membangun masjid dan beberapa bangunan lainnya. Mengetahui hal itu,
sahabat Rasulullah Abdullah ibn Mas'ud mendatangi tempat tersebut. Ketika
melihat Ibn Mas'ud mereka menyambutnya dengan gembira seraya berkata:
"Selamat datang Abullah ibn Mas'ud, kami sangat senang atas ziarah Anda.
Ibn Mas'ud menjawab: "Saya tidak bermaksud mengunjungi kalian, dan saya
tidak akan pergi sebelum meruntuhkan masjid di gurun ini. Apakah petunjuk yang
kalian dapatkan lebih besar daripada sahabat Rasulullah? Bagaimana jika semua
orang mengikuti jejak kalian, maka siapa yang akan berjihad melawan musuh?
Siapa yang akan menegakkan amar ma'ruf, mencegah kemungkaran, dan menegakkan
hukum Allah? Kembalilah dan belajarlah dari ulama yang lebih alim dari kalian,
dan ajarilah orang-orang yang pengetahuannya di bawah kalian!" Al-Sya'bi
melanjutkan; Sahabat Abdullah ibn Mas'ud lalu mengucapkan istirja' (Innaa
lillaahi wa inna ilaihi raji'uun).
Beliau tidak meninggalkan tempat tersebut melainkan setelah meruntuhkan
masjid dan bangunan yang ada, serta mengusir mereka kembali. Al-Baghawi,Syarh
al-Sunnah, jilid X, h. 54.
Bermaksud
menyatakan untuk individu-individu dalam tanda kutip “yang merasa islam” yang berada
ditanah damai, kalaulah tidak siap atau masih dalam kondisi tidak dibolehkan berjihad
fisik (seperti dalam negeri yang damai) entah karena adanya perjanjian damai
atau karena bisa menyebabkan umat islam berperang sesama saudara, atau sebab
lainnya yang syar’i dan juga ternyata tidak siap berjihad fisik diluar negeri
(dalam tanah jihad) sebab kurangnya dana semisal karena jarak, fisik lemah/cacat,
kurangnya pengetahuan, tidak menemukan khalifah atau karena ada uzur seperti
berbakti pada orangtua terlebih hampir tidak ada solusi lain/pengganti
meringkankan dia dan orangtuanya karena keharusannya membantu orangtuanya lebih
dominan saat itu apalagi ditambah orangtuanya juga tidak mengijinkannya, dsb
maka lebih bermanfaat dengan memanfaatkan dirimu ikut bersatu padu berusaha
dengan cara lain dalam mewujudkan masyarakat syariah dari pada berdiam diri dan
menjauh. Kau punya nash sebagai petunjuk, kau punya hati buat menimbang, akal
buat berpikir strategis, tangan buat melaksanakan, mata buat melihat, telinga
buat mendengar, kaki buat melangkah, buat apakah itu bila tidak dipakai untuk usaha
yang nyata dan kongkrit, untuk mencoba mengaplikasikannya dibelahan duniamu yang
kau pijak dan menjadi contoh buat orang lain, apa hanya digunakan untuk berdiam
dan tidak berusaha bertindak, Dan
tidaklah Kami mengutus rasul-rasul hanyalah sebagai pembawa berita gembira dan
sebagai pemberi peringatan. bukan sikonnya disini untuk bersembunyi pada
saat/periode ini. Berdiam diri/menghindari fitnah dapat dilakukan pada tanda
kutip “sesuatu” bila tidak ada sama sekali peluang usaha atau tidak adanya maslahat
yang dilihat kiri dan kanannya atau juga karena ketidakmampuan fisik dan
pribadimu menghadapi fitnahnya. Dalam konteks negeri ini, bersatu memenangkan
partai islam, mendominankannya diparlemen dan memenangkan pemimpin islam yang
amanah daripada golput adalah lebih baik, mementingkan urusan islam diatur oleh
orang-orang islam berbasis parpol/ormas islam adalah lebih baik daripada
memenangkan partai/ormas lain berbasis sistem non islam, baik sebab didalamnya
ada keluarga, jasa, sahabat, atau keuntungan sesaat dan perniagaan, lihatlah
secara lingkup lebih besar terkhusus dalam sudut pandang strategi islamisasi
dan maslahat negeri damai ini (ini pendapat pribadi penulis menyikapi bila ada
yang mempunyai pilihan dari sebab-sebab diatas, silahkan memilih setuju dan
tidaknya). Kita sangat menginginkan dan sama-sama setuju akan pentingnya penegakan
kekhalifahan islam dan sama-sama setuju demokrasi bukan sistem islam, tapi
inilah konsekuensi dari menghadapi kenyataan yang ada terkhusus apa yang ada
dinegeri ini dimana saat ini kau berada, inipun bisa dikatakan bernilai jihad,
contohnya, bukankah riba diperangi oleh Allah dan rasulNya maka kita bisa
berjihad untuk menghilangkannya atau menguranginya, baik dengan sistem apa yang
kita mampu praktekkan atau melewati sistem yang telah ada dan belum berubah.
Benar pula bahwa menjadi pejabat, artis atau public figure lainnya adalah sangat
mendekati fitnah namun bukan berarti tidak ada orang-orang yang selamat dari
fitnahnya, maka berhati-hatilah dalam melangkah dan berjalan dalam kekotoran
tersebut, dan sebab hampir semua sisi kehidupan jaman ini, ada kekotoran disana
dan selalulah mengharap petunjuk Allah SWT sebab dalam fitnah yang lebih berat
dan sulit pun seperti pada masa Dajjal, ada pula orang-orang yang selamat saat
berhadapan kontak langsung dengannya dan ada pula orang-orang yang menghindari Dajjal
kegunung-gunung (goa) karena ragu atau takut bahwa dirinya bisa terjerumus
(disebabkan lebih berat baginya menghadapi fitnah itu). Ingatlah ada Allah SWT
yang memberi petunjuk jalan yang lurus bagi diri-diri yang mau dan layak
diberikan petunjukNya.
Negeri
ini masih dalam keadaan damai dan terlihat ingin lanjut dalam kedamaian, negeri
ini punya segudang masalah maka negeri ini butuh solusi kongkrit dan real
kekinian maka bersatulah mewujudkannya sesuai keadaan dan situasi tiap-tiap
negeri tersebut dengan penyesuaiannya dalam koridor syariah? Solusi apa yang
tepat buat negeri ini? Pilihannya ada pada Anda? Di depan mereka juga ada pintu
jihad pula yang besar, pintu jihad dalam 5 tahunan ini karena negeri ini secara
fisik damai, namun ada perang ideologi dan pemikiran didalamnya dan bukankah
umat islam tidak dibenarkan untuk memulai perang fisik dimana ada perjanjian
damai disitu (kecuali mempertahankan eksistensi umat) maka sesuai keadaannya
itu, jalur usaha yang ditempuh untuk mengembangkan/mengaplikasikan tuntutan masyarakat
syariah bisa dapat menyesuaikan pada keadaan sistem yang diterima umum oleh negeri
tersebut, yaitu mensyariahkan sistem tersebut. Dan telah jelas pula ada
kesempatan berusaha berjihad (walau metodanya lain - bukan jihad fisik) secara
nilai strategis dan berdasarkan maslahat dan mudharatnya ditiap-tiap negeri
tersebut. Seperti analogi kisah nabi Musa as dan Khidir bahwa kadangkala ada
sesuatu pada kenyataan atau kejadian yang terlihat seakan-akan bertentangan
dengan syariat atau memang benar-benar bertentangan dengan syariat namun dalam
kasus-kasus tertentu sesuai keadaan, makna, maksud dan tujuan, dsb ternyata
hakikatnya tidak bertentangan dengan syariat. Belum lagi kalau diperhitungkan
berdasarkan faktor pertimbangan fiqhnya. Semisal hanya ada capres dari partai
non islam, kita bisa mempertimbangkan faktor individunya yaitu siapa yang lebih
banyak bermanfaat untuk dan terhadap umat islam, dukungannya terhadap
perkembangan syariah di negeri ini, lebih kuat memegang amanah (sudut pandang
universal, bukan khusus amanah dalam islam), akhlaknya yang dominan, dsb. maka
tanyalah pendapat-pendapat fiqh para ulama. Namun ingatlah selalu bila “khalifah
yang berhak” memanggilmu maka bersegeralah membantunya karena cakupannya adalah
seluruh dunia, melepas demokrasi dan sistem dunia lainnya dan berbaiat
kepadanya dimanapun kau berada. Dan juga bila ada panggilan membela eksistensi
umat, berjihad fisiklah sesuai kapan waktunya hal ini menjadi kewajiban,
kesesuaiannya pada waktu syar’inya atau ketika menjadi lebih utama
diperlukannya. Mau keadaan negeri ini tetap seperti ini, mau negeri ini
bersyariat atau maupun negeri ini dalam kekacauan, kita selalu punya keimanan
dan ketaqwaan, kita selalu punya jalan, pintu dan backdoornya (fiqh), tapi kita
harus selalu punya usaha berdasarkan penyikapan terhadap perbedaan pada situasi
dan kondisinya juga berupaya semampu-mampu kemampuan diri (per individu) dan bersatu
bekerjasama dan berupaya semampu-mampunya kemampuan kolektif bersama. Bukanlah
tawakkal, kepasrahan dan ridho tanpa adanya usaha, doa, dan amal dan kita akan
tetap selalu menjadi orang-orang yang beruntung. insyaAllah. Dan semoga Allah
SWT memaafkan kesalahan ijtihad-ijtihad kita bila sebenarnya terdapat kesalahan,
karena kita hanya manusia biasa yang bisa salah dan khilaf terlebih penulis pun
merasa masih banyak kekurangan-kekurangan pada diri penulis.
Jaman
jahiliyah moderen ini walau lebih lengkap namun ada juga perbedaannya dengan
jaman jahiliyah masa Mekkah karena masa jahiliyah ini ada kitab yang
terpelihara dan ada sunnah nabi yang menjelaskan yang menjadikannya rujukan
untuk bertindak pada situasi dan kondisinya yang pas pada kenyataan jaman.
Sayangnya solusi khalifah ini belum didukung secara lapangan oleh seluruh
negeri dan mungkin juga waktunya memang belumlah tiba dan nyatanya negeri ini secara
fisikly juga bagian negeri-negeri muslim nan damai makanya bisa saja solusi
lain yang dibangun di negeri ini mengikuti sistem yang ada dan kemauan kebanyakan
orang-orangnya yang ada (walau terlihat seperti menuruti “kemauan” namun tujuan
dan niat berbeda, yaitu adanya nilai ibadah dan penegakan syariah untuk manfaat
orang banyak) dan oleh sebab ketetapan itu belumlah berubah selama “Yang aku khawatirkan dari umatku adalah
orang-orang yang sesat (dengan bid'ah), yang jika sebuah pedang diletakkan di
dalam umatku ia tidak akan digunakan hingga datangnya Hari Kiamat”. Maka
wahai warga, pejabat bahkan presiden sekalipun anggaplah dirimu sebagai
pembantu-pembantu khalifah, salah satunya agar kalian dapat selalu mengingat
bahwa ada yang lebih berhak menjadi atasanmu untuk mengatur maslahat duniawimu
kelak, maka tegakkanlah syariah sesuai sikon dinegeri-negerimu yang
sebenar-benarnya dan semampu-mampumu untuk kemaslahatan umat islam dan non
islam secara umum dan khususnya. Dan ingatlah memiliki jabatan juga berarti
memiliki amanah berat dan harusnya lebih berupaya/berusaha yang banyak, giat
dan semaksimal mungkin untuk menjamin maslahat masyarakat umumnya. Kami, warga,
jangan berdiam diri, salah satu usaha maksimalnya dalam konteks ini adalah
memilihmu dan mendukung langkah kebijakanmu yang pro syariah dan pro maslahat besar
untuk masyarakat, dan kau harus punya usaha yang lebih besar dari itu. Sudah
wajar sekali bila ada kepentingan sesaat ataupun berdasarkan fanatisme, agar
tidak ketinggalan kemajuan jaman dan adanya rongrongan dari masyarakatnya maka
sangat wajar tetap akan ada kemajuan-kemajuan negeri yang dicapai, dalam sudut
pandang universal siapa pun yang memimpin hal ini akan berlangsung wajar,
mungkin saja capaian kemajuannya masing-masing berbeda, ada 30%, 50%, 70%, dsb.
Juga kemajuan berbeda-beda bidang itupun karena adanya manusia amanah atau setengah
amanah atau bahkan seperempat amanah berkecimpung didalamnya (amanah dalam
pengertian universal, ret: seperti sabar, dalam bencana ada orang-orang sabar dan
kaum yang lainpun juga bisa punya rasa sabar dari bencana juga, namun nilainya sabar
itu berbeda dalam islam). Namun secara khusus bila tolak ukurnya adalah
penegakan syariah dalam segala bidang maka hal tersebut masih jauh dari
harapan. Maka hati-hatilah tersugesti hingga jadi terhipnotis. Bila masih
berpecah dalam ijtihad sekarang, bisa mengikuti ijtihad dari Syuaib bin Sholeh,
ijtihad dari Imam Mahdi dan penjelasan yang akan dijelaskan oleh nabi Isa as
bisa akan menyatukan semua perbedaan-perbedaan kelak.
Hai orang yang
berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan!, dan Tuhanmu
agungkanlah!, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan
janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak,
Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah, … Dan seterusnya Qs. Al
Muddatstsir (perintah untuk mulai berdakwah, apa kandungannya juga bermakna
untuk masa ini, dapatkah dikaitkan dengan memenangkan pemerintahan?)
Pernahkah
mengukur dan meneliti kesetrategisan nusantara ini terhadap titik terciptanya komplik
mendunia?
Bagaimana
mega proyek-mega proyek seperti freeport, blog minyak dan gas, emas, batubara,
timah, nikel, dsb dan kekayaan alam dan laut bumi nusantara ini bila dikacaukan
dan dihentikan dan diincarkannya. Bagaimana pula mega kerjasama dan mega
perniagaan dengan 2 blok berbeda dunia. Bagaimana tanggapan bila ada terjadi
negara besar-negara besar berbeda blok saling membacking dalam kekacauan 2 kubu
di nusantara dengan pikiran dan kerjasama untuk imbalan kekayaan mega proyek
alam nusantara. Bagaimanakah kestrategisan nusantara terhadap terciptanya
perang dunia. Bagaimana tanggapan rusia, china versus sekutu bila ada komplik
bersenjata di nusantara ini?
Posisi
relevan nusantara kedepan:
- Tetap dalam keadaan seperti saat
ini dengan segudang masalahnya, parpol sekuler tetap merajai, pihak asing dan
ketiga lebih berani membuat komplik besar dan tidak terlalu transparant,
sedikit terselubung, mengalirkannya kekayaan ketangan asing. Negeri damai
membuat umat islam tidak berkutik. Bencana dan segudang permasalahan sosial,
politik, dsb.
- Reformasi pemuda/rakyat terhadap
pemerintahan jilid 2 atau adanya perbaikan ekonomi sementara.
- Komplik dari luar negeri atau
karena pihak ketiga berimbas dan membuat status damai negeri jadi lepas.
- dsb
- Kebangkitan syariat dengan
kemenangan parpol islam, dibiarkan saja berkembang oleh pihak asing, pihak
asing tetap tidak berani membuat komplik besar dan transparant hanya sangat-sangat
terselubung, Karena potensi strategis nusantara bisa mengacaukan dunia secara
luas. Sedikit kurangnya bencana sebab alam lebih banyak bencana alam sebab
makar manusia (pemberi sebab tentu tetap datangnya dari Allah) dan dsb. Mencoba
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lewat syariat, membalik kekayaan. Negeri
damai membuat umat islam tidak berkutik secara fisik, namun syariat berkembang
pesat disegala bidang. Monuver apa lagi oleh pihak asing kemudian?
- Kebangkitan syariat dengan
kemenangan parpol islam, pihak asing menciptakan kudeta, maka negeri damai
mendapat jalannya menjadi komplik (islam tidak mengajarkan untuk mendahului
membuat komplik peperangan). Terbuka peluang mempertahankan diri, status damai
akan lepas.
- dsb
Anda
lebih dapat meneliti dan mengamati pariabel-pariabelnya secara lebih dalam dan
detail, ini hanya gambaran kasar kemungkinan-kemungkinannya yang
mungkin-mungkin saja.
Untuk
direnungkan sejenak. Wallahu a'lam
Sebelum
membahas posisi para reformis di masa fitnah dan krisis, ada dua point penting
yang perlu dipahami bersama:
Pertama, sunnatullah dalam cobaan
Ujian
dan cobaan adalah sunnatullah yang pasti menimpa orang-orang terdahulu,
sekarang, dan yang akan datang nanti sampai dunia berakhir.
Firman
Allah: Alif laaf miim. Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah
menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui
orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
(QS. al-Ankabut: 1-3)
Rasulullah
Saw., bersabda: "Manusia yang paling
berat ujiannya adalah para nabi, kemudian mushlihun/para reformis, kemudian
yang lebih rendah derajatnya, lalu yang lebih rendah lagi derajatnya. Seseorang
diuji sesuai kadar keimanannya. Jika agamanya kuat, maka ujian bertambah
berat." HR. Ahmad, no. 1493.
Kedua, korelasi antara maksiat dengan
musibah
Selain
sunnatullah bahwa setiap mukmin pasti diuji, ada sunnatullah lain yang perlu
diingat dengan baik, yakni adanya korelasi kuat antara dampak maksiat dan dosa
dengan musibah dan penderitaan. Begitu pula kelalaian dalam menjalankan
perintah Allah dan Rasul-Nya. Meski kesalahan tersebut dilakukan oleh sahabat,
generasi terbaik ummat ini. Renungilah firman Allah tentang sahabat di perang
Uhud:
Dan mengapa ketika
kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan
kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu
berkata:"Dari mana datangnya (kekalahan) ini?"Katakanlah: "Itu
dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.
(QS. Ali Imran: 165)
Allah
juga berfirman: Dan apa saja musibah yang
menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah
memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS. asy-Syura: 30)
Dalam
kasus ini, tak jarang kita curiga kepada orang yang ditimpa musibah, barang
kali ada maksiat atau penyimpangan yang mereka lakukan. Sebaliknya, sadar atau
tidak kita menganggap diri bersih dan suci. Atau menganggap suatu musibah yang
menimpa terjadi karena orang lain sembari menganggap diri bersih dari maksiat
dan dosa. Padahal tak ada manusia yang luput dari salah dan dosa, walau
seringkali banyak dosa yang tidak kita sadari. Maka hendaklah kita introspeksi
diri saat musibah menimpa. Juga mendakwa diri sendiri dengan berbagai dakwaaan,
tetapi jangan sampai menyurutkan semangat dari amal ibadah, melainkan
introspeksi yang dapat memperbaiki dan menuntun jalan hidup.
Anas
radhiyallahu 'anhu berkata: "Sungguh
kalian mengerjakan beberapa amalan yang menurut kalian lebih remeh daripada
seutas rambut, padahal kami dahulu semasa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
menganggapnya di antara dosa-dosa besar." HR. Bukhari, no. 6492.
Contoh : riba, dsb.
Tentang
dampak dan efek maksiat, Ibn al-Qayyim mempunyai ungkapan indah. Dalam Kitab
al-Da'u wa al-Dawa'u, beliau menulis: "Ada
beberapa jenis kemungkaran yang tidak dipedulikan oleh sebagian orang baik. Ini
adalah musibah besar, karena ia tidak marah saat menyaksikan kemungkaran
tersebut, tidak pula melarangnya."
Beliau
menambahkan: "Adakah agama dan
kebaikan pada seorang muslim, ia menyaksikan perkara yang diharamkan Allah
dilanggar terang-terangan, agama-Nya ditinggalkan, dan sunnah Rasul-Nya
dibenci, sementara hatinya membeku, diam seribu bahasa, bagai setan yang bisu…
." I'lam al-Muwaqqi'in, jilid II, h. 176.
Syekh
Hamd ibn Atiq rahimahullah menulis: "Anggaplah
seseorang senantiasa puasa, qiyamullalil, dan zuhud terhadap dunia. Namun ia
tidak marah melihat kemungkaran, tidak menyuruh kepada yang ma'ruf, tidak pula
mencegah kemungkaran tersebut. Maka ketahuilah bahwa orang tersebut adalah
manusia yang paling dibenci Allah, dan paling rendah agamanya."
Beliau
kemudian menukil ucapan Syekh Muhammad ibn Abil Wahhab rahimahullah, beliau
menceritakan:
Aku
menyaksikan sebagian orang yang gemar duduk di masjid membaca Al-Qur'an sampai
menangis. Namun mereka tidak mau menyeru kepada kebaikan, dan ketika melihat
kemungkaran mereka tidak melarangnya. Orang-orang sekitar berkata: "Mereka
adalah orang-orang beruntung." Syekh berkata: "Mereka adalah
orang-orang merugi. "Salah seorang menimpali, "saya tak sanggup
mengatakan mereka merugi." Maka Syekh berkata lagi: "Mereka sama saja
dengan orang tuli dan bisu." Al-Durar al-Saniyyah,jilid VIII, h. 78.
Intinya,
kita semua perlu introspeksi diri, meneliti penyebab penyimpangan pribadi
maupun manhaj, agar diri dan masyarakat kita terhindar dari bahaya maksiat.
Kembali
kepada pertanyaan semula; Di manakah posisi para reformis saat fitnah dan
krisis?
Maksudnya,
di mana seharusnya posisi para reformis, partisipasi apa yang harus mereka
lakukan untuk mencegah terjadinya fitnah, dan peran positif apa yang bisa
diajukan untuk mengatasi fitnah jika telah terjadi. Artikel ini
mengajukan beberapa solusi, berupa kewajiban, prakarsa, proyek, dsb.
Peribahasa
Arab mengatakan, nilai seseorang sesuai kemampuannya menempatkan diri. Lebih
indah dari ungkapan ini firman AllahTa'ala:
(yaitu) bagi siapa
di antaramu yang berkehendak akan maju atau mundur. (QS. al-Muddatstsir: 37)
Selanjutnya,
penulis akan mengajukan beberapa tugas dan prakarsa, sebagai jawaban bagi
pertanyaan di atas. Semoga Allah memberi taufik.
Meluruskan Istilah
Fitnah dalam Aplikasi Nyata
Pengertian
fitnah dalam terminologi syari'at sudah banyak dibahas dalam berbagai karya
tulis. Namun meluruskan istilah ini dalam aplikasi nyata masih sangat minim.
Sebagian orang menjadikan fitnah sebagai alasan untuk mengisolasi diri saat
krisis terjadi dan mundur dari medan jihad dengan lisan, menyampaikan kebenaran
atau membantah kebatilan. Padahal jika kebenaran terlihat dengan nyata, maka
seorang muslim wajib menyampaikannya pada saat yang tepat, tentu dengan tetap
mengindahkanal-hikmah/bijaksana dalam akwah, serta komparasi antara maslahat
dengan mafsadat. Dia tidak boleh membisu atau enggan menyampaikan kebenaran dan
menentang kemungkaran.
Bersabar atas
Cobaan
Seorang
mukmin sejati takkan pernah terlepas dari ujian dan cobaan, sesuai dengan
kualitas perjuangannya. Inilah jalan yang ditempuh oleh para nabi dan rasul
Allah serta para pengikut mereka. Pada saat cobaan menimpa tidak boleh berkeluh
kesah, marah, gelisah apalagi putus asa. Tetapi harus tetap mengharap pahala,
memperbaiki niat, dan bergembira dengan takdir Allah. Tidak dibenarkan pula
mengharap bertemu musuh atau membebani diri di luar batas kapasitas.
Manusia
senantiasa berputar antara' azimah dan rukhshah. Karenanya yang terpenting
adalah kesabaran tertinggi disertai usaha maksimal.
Rasulullah
Saw., bersabda: "Tidak patut seorang
mukmin merendahkan dirinya sendiri atau menyongsong cobaan yang tidak ia
sanggupi." HR. Tirmidzi, no.2254, Ibn Majah, no. 4016
Sebutan Baik
Kendati
kesabaran mendatangkan pahala yang sangat besar, bahkan sebagaimana dalam
hadits disebutkan: "Senantiasa
cobaan menimpa seorang mukmin dan mukminah, pada dirinya, anaknya, dan
hartanya; hingga ia bertemu Allah tanpa membawa satu kesalahan pun." HR.
Tirmidzi, no. 2399.
Akan
tetapi balasan ini kadang alpa dari benak manusia bahkan dari orang yang sedang
ditimpa musibah atau cobaan. Lantaran itu perkara yang dapat menjadi penghibur
lara adalah nama baik atau sebutan bagi orang beriman yang ditimpa bala.
Ibn
al-Qayyim berkata: Di antara sekian banyak nikmat besar yang dianugerahkan
Allah bagi hamba-Nya adalah bahwa Allah meninggikan nama dan derajatnya di
semesta alam. Sebutan baik adalah anugerah yang telah dijanjikan Allah kepada
para nabi dan rasul-Nya.
Seperti
firman Allah: Dan ingatlah hamba-hamba
Kami: Ibrahim, Ishak dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar
dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan
(menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan
(manusia) kepada negeri akhirat. (QS. Shaad: 45-46)
Firman
Allah tentang do'a Nabi Ibrahim alaihissalam:
Dan jadikanlah aku
buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian. (QS. asy-Syu'araa: 84)
Dan
tentang Nabi Muhammadshallallahu alaihi wasallam, Allah berfirman:
Dan Kami tinggikan
bagimu sebutan (nama) mu
(QS. al-Syarh: 4)
Karenanya
para pengikut rasul juga mendapat bagian sesuai dengan kadar ketaatan dan
kepatuhan masing-masing. Sebaliknya orang yang berpaling akan tereliminasi dari
keutamaan agung ini sesuai besar maksiat dan penyimpangannya. Al-Da'u wa
al-Dawa', h. 114.
Fakta
ini telah terbukti dari dulu sampai saat ini. Betapa banyak orang jujur dan
baik dimusuhi dan dizhalimi. Kezhaliman itu kemudian justru mengharumkan
namanya, sehingga orang yang tak pernah melihat atau mendengar tentang dia
menjadi kenal dan mencintainya. Jika Allah Berkehendak menebarkan kemuliaan
yang ditutupi, maka Allah pasti mengangkatnya meski dengan perantara lisan
pendengki.
Prinsip Dasar Agama
adalah Asas dan Landasan Dakwah
Perkara
muhkam/ prinsipil dalam agama harus diterima dan diamalkan oleh setiap muslim.
Menanamkan prinsip dan pokok agama kepada masyarakat awam dan kaum cendikiawan
menjadi tugas utama para reformis. Perhatian juga harus senantiasa terfokus
padanya, baik dalam karya tulis, kajian ataupun ceramah. Sebab, inilah cara
paling mudah dan singkat untuk menyampaikan serta meyakinkan Islam kepada
manusia. Ia juga argumen terkuat untuk mematahkan segala keraguan.
Perkara
prinsipil dan pokok dalam agama meliputi tauhid, rukun iman dan rukun Islam,
tunduk pada syari'at Allah, haramnya syirik, mencintai Rasulullah dan mentaati
beliau, serta menjaga lima unsur dasar (agama, jiwa, harta, harga diri, dan
akal). Begitu pula wala'/loyalitas kepada kaum mukmin dan bara'/ berlepas diri
dari orang musyrik. Kemuliaan hanya milik Allah, kebenaran pasti jaya dan
kebatilan pasti sirna. Pengharaman berbuat zhalim, zina, khamar, riba, dan
berbagai perbuatan keji lainnya. Perintah berakhlak mulia, seperti berbuat
adil, kebaikan, dan berderma kepada kerabat. Dan masih banyak perkara
pokok lainnya yang tidak diperselisihkan lagi, yang kesemuanya terangkum dalam ummul
kitab. Al-Umm sendiri berarti induk yang menjadi dasar dan landasan tertinggi.
Allah
Ta'ala berfirman:
Di antara (isi)nya
ada ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an. (QS. Ali Imran: 7). Lihat Ushul
al-Jashshash, jilid I, h. 373,Ushul al-Sarkhasi, jilid I, h. 165, dari Abu
al-Sufyani dalam kitabnya al-Muhkamat, h. 16. Ayat Muhkamatialah ayat-ayat yang
terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah.
Pokok-pokok
agama ini menjadi sangat penting untuk dijelaskan di masa terjadinya fitnah dan
huru-hara, dimana pembela kebatilan berusaha meruntuhkannya dengan berbagai
pernyataan aneh dan menipu. Mengangkat masalah-masalah prinsipil juga begitu
dibutuhkan untuk menyatukan ummat. "Islam wajib disampaikan melalui
perkara-perkara pokok dan prinsipil dalam dakwah dan praktek, bukan dengan
perkara ijtihad atau perbedaan yang dapat diterima atau tidak." Abid
al-Sufyani,al-Muhkamat, h. 12.
Dunia
saat ini diserang badai akidah batil, aliran pemikiran menyimpang, sekte sesat,
dan media massa tanpa batas. Maka sudah sepatutnya seluruh kaum muslim,
khususnya mushlihin/para reformis lebih memperhatikan lagi dasar dan pokok
agama Islam. Argumen yang menjadi andalan adalah firman Allah:
Maka demi Rabbmu, mereka
(pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam
perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam
hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya. (QS.
an-Nisaa': 65)
Dan
sabda Rasulullah: "Ketahuilah
sesungguhnya aku diberikan Al-Quran dan yang semisalnya bersamanya." HR.
Abu Daud No. 4604, Ahmad. No. 17174
Adapun
standar timbangannya adalah firman Allah:
Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian.
(QS. an-Nisaa': 59)
Bagi
siapa yang ingin lebih mendalami masalah dasar dan pokok-pokok Islam, urgensi
serta aplikasinya, ia bisa merujuk kepada kitab al-Muhkamat, Hiwar wa
al-Tathbiqat, karya Dr. Abid al-Sufyani.
'Uzlah/Isolasi Diri
yang Dianjurkan dan Dicela
Pada
dasarnya 'uzlah/mengisolasi diri dari publik termasuk perkara yang dianjurkan
Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam. Tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah
bagi siapa dianjurkan, kapan, dan bagaimana caranya? Pemahaman akan masalah ini
sangat urgen. Barangkali seorang da'i atau penuntut ilmu yang memiliki
kapasitas untuk berpartisipasi membela kebenaran dan melawan kebatilan, merasa
berhak mengisolasi diri dari fitnah dan krisis yang terjadi. Dengan klaim bahwa
ini adalah masalah antara seorang hamba dengan Rabbnya.
Hidup
dan berinteraksi bersama manusia serta berpartisipasi dalam dakwah adalah suatu
keharusan. AllahTa'ala berfirman:
Tidak ada kebaikan
pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang
menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan
perdamaian diantara manusia."
(QS. an-Nisaa': 114)
Rasulullah
Saw., bersabda: "Seorang mukmin yang
berkumpul dengan manusia dan bersabar atas gangguan mereka, lebih baik daripada
seorang mukmin yang tidak berkumpul dengan manusia dan tidak bersabar atas
gangguan mereka." HR. Bukhari,al-Adab al-Mufrad, no. 388, Ahmad, no.
5022
Jika
pada suatu saat seseorang ragu dalam perkara tertentu sehingga ia tidak bisa
mengetahui kebenaran dari kebatilan, padahal sudah berusaha maksimal untuk
mengetahuinya, maka pada kondisi ini ia boleh menyendiri dan menjauh dari
fitnah yang terjadi. Sebagaimana dulunya sebagian sahabat menyendiri demi
menghindari fitnah yang saat itu terjadi. Jika syarat ini tidak terpenuhi, maka
'uzlah/mengasingkan diri menjadi tercela.
Al-Sya'bi
telah menceritakan satu contoh isolasi diri yang tercela. Ia berkata:
Sekelompok
orang dari penduduk Kufah mengasingkan diri ke tengah gurun untuk beribadah. Di
sana Mereka membangun masjid dan beberapa bangunan lainnya. Mengetahui hal itu,
sahabat Rasulullah Abdullah ibn Mas'ud mendatangi tempat tersebut. Ketika
melihat Ibn Mas'ud mereka menyambutnya dengan gembira seraya berkata: "Selamat
datang Abullah ibn Mas'ud, kami sangat senang atas ziarah Anda. Ibn Mas'ud
menjawab: "Saya tidak bermaksud mengunjungi kalian, dan saya tidak akan
pergi sebelum meruntuhkan masjid di gurun ini. Apakah petunjuk yang kalian
dapatkan lebih besar daripada sahabat Rasulullah? Bagaimana jika semua orang
mengikuti jejak kalian, maka siapa yang akan berjihad melawan musuh? Siapa yang
akan menegakkan amar ma'ruf, mencegah kemungkaran, dan menegakkan hukum Allah?
Kembalilah dan belajarlah dari ulama yang lebih alim dari kalian, dan ajarilah
orang-orang yang pengetahuannya di bawah kalian!"
Al-Sya'bi
melanjutkan; Sahabat Abdullah ibn Mas'ud lalu mengucapkan istirja'(Innaa
lillaahi wa inna ilaihi raji'uun). Beliau
tidak meninggalkan tempat tersebut melainkan setelah meruntuhkan masjid dan
bangunan yang ada, serta mengusir mereka kembali. Al-Baghawi,Syarh al-Sunnah,
jilid X, h. 54.
Memperdalam
Kesadaran tentang Kebenaran
Inilah
tugas terbesar kaum mukmin. Tugas yang telah diemban oleh para Rasul dan
pengikut mereka. Mereka mendeklarasikan kebenaran dengan berbagai media, baik
berupa istilah, nilai dan norma, seruan, dan peringatan berulang kali.
Kesemuanya telah diabadikan di dalam Al-Qur'an. Seperti firman Allah:
Musa menjawab: "Patutkah
aku mencari Ilah untuk kamu yang selain daripada Allah." (QS. al-A'raf: 140)
Orang yang beriman
itu berkata: "Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu
jalan yang benar."
(QS. Ghafir/al-Mukmin: 38)
Ketika
suatu kebenaran bias dan kabur bagi khalayak ramai, baik secara keseluruhan
atau sebagian, maka menjadi kewajiban ulama untuk menjelaskan dan
menerangkannya hingga mereka benar-benar paham dan menyadarinya. Ulama tidak
dibenarkan diam atau menyembunyikan ilmunya. Allah berfirman:
Hai Ahli Kitab,
mengapa kamu mencampuradukkan antara yang haq dengan yang batil, dan
menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui? (QS. Ali Imran: 71)
Menyampaikan
kebenaran adalah janji berat yang diembankan Allah atas Ahlul Kitab terdahulu:
Dan (ingatlah),
ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah
kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu
menyembunyikannya."
(QS. Ali Imran: 187)
Selain
menjelaskan kebenaran, seorang da'i atau alim juga harus membongkar kebatilan,
penipuan dan pemalsuan. Mengungkap para pengkhianat serta menjelaskan jalan
para pendosa. Pemalsuan dan penipuan biasanya kian meningkat saat fitnah
terjadi, sehingga kebenaran terlihat batil dan kebatilan dianggap benar.
Karenanya, kewajiban mengungkap kebatilan dan para pengusungnya bertambah besar
pada saat ini. Membongkar pengusung kebatilan dengan tanda-tandanya karena
inilah yang utama. Namun jika terpaksa boleh menyebut nama dan perbuatan
mereka. Al-Qur'an telah memberi contoh pengingkaran tegas dan secara
terang-terangan. Allah berfirman:
Hai Ahli Kitab,
mengapa kamu mencampur adukkan antara yang haq dengan yang batil, dan
menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui? (QS. Ali Imran: 71)
Ulama
dan du'at serta orang-orang mulia dengan pemikiran bersih, merekalah yang
berhak mengemban tugas mulia ini.
Perang Ideologi dan
Nilai nan Dahsyat
Penting
untuk selalu disadari ketika fitnah terjadi, bahwa perang ideologi dan nilai
antara pembela kebenaran dan pengusung kebatilan sangat serius dan langsung
pada intinya. Bukan seperti yang diasumsikan orang awam J. Ahlul batil berusaha menampilkan makarnya dengan
cover indah dan sederhana. Agar agendanya mudah diterima dan kelihatan familiar
mereka membungkusnya dengan istilah yang indah namun menipu, seperti
pembaharuan, kemajuan, keterbukaan, dsb. Sebaliknya, orang lain tidak berani
menentangnya karena takut dituduh kampungan, ortodok, ekstrem, fanatik dan
gelar-gelar buruk lainnya. Tipuan ini harus diungkap dan diperangi secara
serius.
Perkara
lain yang lebih penting untuk disadari adalah motif dan tujuan rahasia dari
makar tersebut. Sebagai contoh nyata adalah emansipasi wanita dalam segala
aspek. Secara kasat mata seruan ini sangat cemerlang. Tetapi misi di balik
kampanye emansipasi wanita sangat berbahaya. Sebut saja misalnya serangan
terhadap jilbab, karena dengan terjunnya wanita ke dunia karir jilbab dianggap
sebagai penghalang. Bercampur-baurnya lelaki dan wanita yang bukan mahramnya.
Terlepasnya perempuan dari pengawasan dan ketaatan kepada suami. Meningkatnya
perselingkuhan dan pelecehan terhadap wanita.
Untuk
mendukung misinya biasanya ahlul batil mengangkat argumenl fikih yang picik,
seperti ungkapan; Bukankah di zaman Nabi perempuan ikut berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan. Bisa juga dengan cerita menarik tentang keterpaksaan seorang
wanita menjual harga diri karena faktor ekonomi, atau kekerasan rumah tangga
karena istri tak bisa apa-apa. Jadi jelas, tujuan utamanya adalah merusak
masyarakat dengan mengeksploitasi wanita. Dan masih banyak agenda serupa yang
tak kalah berbahaya.
Undang-undang
tegas di sebagian negara Islam memang mampu menghambat laju misi kaum Liberal
dan Sekuler . Tetapi usaha yang terus menerus dengan menghalalkan segala macam
cara, akan membuat agenda mereka berhasil nantinya. Maka hendaklah ulama, para
cendikiawan dan intelektual muslim membongkar agenda rahasia ini sampai ke
akar-akarnya, dan menjelaskannya kepada umat secara kontinu.
Eliminasi Barisan
Di
era fitnah, barisan Islam perlu benar-benar dibersihkan. Pembela Islam sejati
harus dibedakan dari musuh yang menjual nama Islam demi keuntungan duniawi.
Peristiwa perang Uhud adalah contoh dari proses eliminasi barisan
Islam, sebagaimana firman Allah:
Supaya Allah
memisahkan (golongan) buruk dari yang baik. (QS. al-Anfal: 37)
Artinya,
jika generasi terbaik umat ini saja perlu dibersihkan dari kaum munafik,
apalagi generasi selanjutnya.
Agar Keharmonisan
Ulama dan Umara Tidak Rusak
Ulama
dan umara adalah ululamri. Kebaikan umat ini sangat tergantung pada kebaikan
keduanya. Persatuan mereka dalam kebenaran serta ta'awun/kooperasi dalam
kebaikan dan takwa akan menciptakan masyarakat bahagia, aman, dan sentosa.
Ulama dan Umara bertugas mengajari dan membimbing umat menuju kebahagiaan dunia
dan akhirat, jika ditanya, mereka menjawab dan jika memerintah mereka
ditaati.
Tetapi
ada pihak ketiga yang memiliki peran penting dalam menjaga keharmonisan antara
ulama dan umara. Mereka adalah pendamping para pemimpin. Jika para pemimpin
didampingi orang-orang sholeh yang senantiasa menuntun dan membantu dalam
kebaikan, maka umat sangat diuntungkan. Namun jika orang-orang buruklah yang
mendampingi mereka, maka umat akan dirugikan dan tidak jarang pula mereka
merusak hubungan baik kedua pilar penting ini. Sejarah telah mengukir berbagai
fakta nyata betapa para pendamping atau kaki tangan pemimpin sangat
berpengaruh.
Pendamping
yang sholeh dapat kita lihat pada kisah Sulaiman ibn Abdul Malik, salah seorang
Khalifah Dinasti Umawiyah dengan rekan dekatnya Raja' ibn Haywah rahimahumallah.
Selain seorang alim, Raja' ibn Haywah juga terkenal jujur dan berakhlak mulia.
Beliaulah yang mengusulkan kepada Khalifah Sulaiman untuk mengangkat Umar ibn
Abdul Aziz sebagai penerusnya. Semua orang tahu betapa tingginya keadilan dan
kesejahteraan yang dirasakan umat Islam di bawah kepemimpinan Khalifah Umar ibn
Abdul Aziz rahimahullah. Kisah kepemimpinan beliau terukir indah di
lembaran-lembaran sejarah.
Sebaliknya,
contoh pendamping buruk dapat kita baca pada sejarah tiga khalifah Dinasti
Abbasiah yakni Makmun, Mu'tashim, dan Watsiq. Di masa pemerintahan ketiganya
fitnah Khalqul Qur'an/Al-Qur'an adalah makhluk telah menciptakan
penderitaan dan kesengsaraan bagi masyarakat, terutama kalangan alim ulama.
Dalang
dari semua keburukan ini adalah para pendamping buruk, yang menjadi tangan
kanan ketiga khalifah tersebut. Provokator utama fitnah ini adalah:
1.
Bisyr ibn Ghiyats al-Marisiy.
Ibn
Katsir berkata tentang Bisyr: "Pemimpin Mu'tazilah dan salah seorang yang
membuat Khalifah al-Makmun tersesat." Al-Bidayah wa an-Nihayah, jilid X,
h. 118
Beliau
juga berkata:"Khalifah Makmun bermazhab Mu'tazilah karena ia sangat dekat
dengan Bisyr al-Marisiy. Kemudian kaum Mu'tazilah menipunya hingga ia membela
dan memaksa orang-orang menganut faham Mu'tazilah. Semua ini terjadi di akhir
hayatnya." Ibid,jilid X, h. 312
2.
Ahmad ibn Abi Duad.
Khatib
al-Baghdadi menyebutkan biograpi singkat tokoh Jahmiah ini: "Ia terkenal
dermawan, tetapi dia kemudian mendeklarasikan berpaham Jahmiah. Ia mengarahkan
Khalifah agar mengusung klaim bahwa Al-Qur'an adalah makhluk. Setelah menjabat
sebagai hakim agung, ia mulai menguji ulama Islam, yang setuju dengannya
dibebaskan dan yang menentang pendapatnya dipenjara atau dihukum mati." Tarikh
Baghdad, jilid IV, h. 142
Imam
adz-Dzahabi menulis:"Ibn Abi Duad, seorang Jahmiy pendengki." Mizan
al-I'tidal, jilid I, h. 97
Beliau
menambahkan: "Saat mengadili Imam Ahmad tentang fitnah Khalq al-Qur'an terjadi,
ia berkata kepada Khalifah: "Bunuh saja dia (Imam Ahmad), karena ia adalah
orang yang sesat menyesatkan." Siyar A'lam an-Nubala', jilid XI, h. 170
Dampak
fitnah jahat ini sangat besar. Sehingga Ibn Katsir berkata: "Fitnah buruk
ini sangat berbahaya karena telah menjadi pintu bagi berbagai fitnah
lainnya." Al-Bidayah wa an-Nihayah, jilid X, h. 365
Setelah
masa penjara dan penyiksaan berlangsung lama, akhirnya Allah membela kebenaran
melalui Khalifah Mutawakkil. Imam Ahmad pun melesat menjadi figur teladan.
Mutawakkil meminta beliau menjadi penasehat, namun permintaan tersebut ia
tolak. Di akhir hidupnya, Ibn Abi Duad diserang penyakit stroke, terbaring
lemah di pembaringan, dan tidak bisa lagi merasakan nikmat makanan, minuman,
dan hubungan suami istri. Ibid, jilid X, h. 464
Suatu
hari seseorang menulis surat kaleng yang melaporkan bahwa Imam Ahmad memvonis
Khalifah Makmun, Mu'tashim dan Watsiq sebagai zindiq. Maka Khalifah Mutawakkil
membalas suratnya dan menulis: "Khalifah Makmun telah tertipu sehingga
memaksa manusia mengikuti pendapat sesatnya. Sedangkan ayahku Mu'tashim, beliau
disibukkan dengan peperangan hingga tidak sempat memahami tipuan ahlul kalam.
Adapun saudaraku Watsiq, maka klaim tersebut memang sesuai dengan
perangainya."
Kemudian
Mutawakkil memerintahkan agar si penulis surat dicambuk sebanyak 200 kali.
Abdullah ibn Ishaq ibn Ibrahim sang eksekutor malah mencambuknya sebanyak 500
kali. Ketika ditanya oleh Khalifah, ia menjawab: "200 untuk ketaatan
kepada Khalifah, 200 lagi demi taat kepada Allah, dan yang seratus lagi karena
ia telah menuduh Imam Ahmad, sang alim rabbani." Ibid, jilid X, h. 385.
Kedua
kisah di atas membuktikan bahwa para pemimpin sangat tergantung pada
orang-orang yang mendampingi mereka. Jika demikian halnya umara, maka ulama
juga bisa terpengaruh atau dipengaruhi. Sebut saja kisah fitnah Khalq Al-Qur'an,
betapa banyak ulama yang menjadi korbannya sehingga terpaksa menurut. Imam Ibn
Katsir menyebutkan sedikitnya ada 30 orang ulama besar yang terfitnah. Seperti
Yahya ibn Ma'in, Muhammd ibn Sa'd (pengarang kitab Thabaqat), Zuhair ibn Harb
Abu Khaitsamah, Bisyr ibn Walid al-Kindi, Abu Nashr at-Tammar, dll. Ibid,jilid
X, h. 308-309
Bahkan
menurut Ibn Katsir, Khalifah Makmun juga memaksa ulama hadits dan fikih, para
imam masjid, dan yang lainnya untuk mengikuti keyakinan bahwa Al-Qur'an adalah
makhluk. Jika tidak maka mereka akan dipecat, dilarang berfatwa, atau tidak
boleh mengajarkan hadits. Di masa itu fitnah besar lagi mengerikan benar-benar
mengancam.Wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah. Ibid, jilid X, h. 309-310
Penting
untuk dibedakan antara ulama yang menjawab ajakan karena terpaksa dan mayoritas
mereka memang demikian, dengan mereka yang menurut dengan senang hati. Lantaran
ini Imam adz-Dzahabi membela ulama yang menurut karena terpaksa, saat beliau
mengomentari pendapat Imam Ahmad yang tidak menerima riwayat Yahya ibn Ma'in
dan Abu Nashr at-Tammar. Beliau berkata: "Permasalahan ini agak rumit.
Tiada dosa bagi mereka yang menuruti kemauan penebar fitnah, bahkan orang yang
terpaksa mengucapkan kekufuran karena terpaksa sesuai dengan makna ayat. Inilah
pendapat yang benar. Yahya ibn Ma'in adalah imam dalam sunnah, karena khawatir
akan kezhaliman pemimpin, ia terpaksa menurut." Adz-Dzahabi, Siyar A'lam
an-Nubala', jilid XI, h. 87. Ayat yang beliau maksud adalah firman Allah dalam
surat an-Nahl, ayat 106.
Membangun Korelasi
dengan Kaum Terhormat dan Berhati-hati dari Orang Bermuka Dua
Poin
ini adalah pelengkap poin sebelumnya. Mampu membedakan antara kebenaran dan
kebatilan saja tidaklah cukup. Tetapi harus dilanjutkan dengan menjalin
korelasi baik bersama orang-orang terhormat. Selain mendukung sikap mulia
mereka, kita juga bisa mengajak mereka bekerja sama dalam kebaikan dan takwa,
memperluas jaringan pembela kebenaran, sekaligus bersama mengkounter dan
membongkar gerakan batil. Orang awam bisa saja menjadi pendukung yang
menguatkan posisi dan sikap seorang alim besar. Kita dapat melihatnya dalam
kisah Imam Ahmad dengan seorang pedalaman yang bernama Jabir ibn Amir. Saat Imam
Ahmad digiring menuju pusat khilafah, di tengah jalan orang awam ini berkata:
"Anda adalah imam kaum muslim, maka tetaplah pada pendirianmu."
Fitnah
yang sedang membara perlu segera dipadamkan. Maka strategi harus
bersinergi dengan prakarsa. Cara ini bisa diterapkan dengan mengajak khalayak
ramai agar tetap tenang dan konsisten, serta tidak terburu-buru mengeluarkan
pernyataan atau mengambil tindakan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
Hai orang-orang
yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka
periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu.
(QS. al-Hujurat: 6)
Juga
dengan menjelaskan kebenaran dan berpegang teguh padanya, serta mengungkap
kebatilan beserta para pengusungnya. Langkah darurat ini insya Allah mampu
memadamkan fitnah untuk sementara waktu. Untuk kedepannya perlu dipikirkan
strategi jangka panjang. Bisa berupa proyek seumur hidup baik personal maupun
kolektif yang tidak akan terpengaruh dengan berbagai krisis yang melanda.
Dengan demikian, potensi kaum muslim tidak habis dalam pertahanan atau
pembelaan saja, melainkan bisa dikerahkan untuk membangun proyek-proyek
strategis dalam reformasi, dakwah, sekaligus membela kebenaran dan melawan
kebatilan.
Dakwah dan Serangan
Bertubi-tubi atas Ahlul Batil
Ahlul
batil harus diserang dengan bertubi-tubi dan kontinu. Proyek westernisasi dan
perusakan yang mereka klaim telah tuntas, harus dibongkar kembali dengan
cara-cara jitu. Inilah pembelaan yang dianjurkan Islam. AllahTa'ala berfirman:
Seandainya Allah
tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti
rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta
alam. (QS.
al-Baqarah: 251)
Disamping
serangan tiada henti terhadap para penjaja kebatilan, dakwah juga harus terus
berjalan. Dengan inovasi proyek-proyek dakwah strategis dan prakarsa jitu yang
variatif serta berkesinambungan akan tercipta peluang besar tersebarnya
kebaikan. Kesempatan partisipasi dan investasi dalam kebaikan bagi berbagai
pihak juga terbuka lebar. Inilah cara paling jitu untuk memerangi kebatilan
sekaligus mengembangkan dakwah.
Meningkatkan Wacana
Dakwah
Al-Qur'an
adalah sumber wacana utama bagi dakwah danishlah/reformasi. Tadabbur Al-Qur'an
tentang eksperimen dakwah para rasul Allah sangat membantu dalam memperkuat
topik-topik dakwah. Masih banyak wacana penting dalam Al-Qur'an yang terlupakan
atau belum dikaji sebagaimana mestinya. Misalnya topik tentang budaya hak
asasi. Di era kontemporer, topik seperti ini sangat menarik untuk dikemukakan.
Dunia kita telah disibukkan dengan tuntutan, pengacara, pengadilan banding, organiasi
dan lembaga hak asasi manusia, dsb. Sudah saatnya dunia hukum dan hak asasi
diwarnai dengan wacana Qur'ani. Masih banyak topik menarik lainnya yang dapat
digunakan untuk meningkatkan serta memperbaharui wacana dan sarana dakwah.
Analisis Ilmiah dan
Profesional terhadap Berbagai Peristiwa Penting
Apa
yang terjadi hari ini, besok akan berubah menjadi sejarah. Jika generasi yang
hidup saat ini sangat haus akan analisis ilmiah terpercaya terhadap berbagai
peristiwa yang terjadi. Apatah lagi dengan generasi mendatang yang tidak
menyaksikan langsung atau mengalami peristiwa tersebut. Dengan mengetahui fakta
sejarah, setiap generasi dapat mengambil pelajaran berharga. Agar dakwah tidak
jalan di tempat, atau generasi berikutnya hanya mengulangi eksperimen umat
terdahulu dengan semua kekurangan dan kekeliruannya, sehingga tiada perbedaan
antara mereka kecuali tempat dan waktu.
Perang Media
Tidak
salah jika dikatakan bahwa zaman ini adalah era perang media dengan berbagai
perangkat dan teknologi mutakhirnya. Pengaruh media sangat besar bagi
perkembangan dunia. Karenanya wajib bagi para pembela kebenaran untuk
memanfaatkannya sebagai senjata ampuh dalam perang dahsyat. Sarana yang ada
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sembari mencari inovasi baru yang lebih
berpengaruh. Jejaring sosial bisa menjadi salah satu alternatif untuk
menyampaikan dakwah atau memebongkar kebatilan. Bahkan terkadang lebih
menguntungkan daripada pusat media massa milik pihak lain yang biasanya lebih
merugikan atau berusaha memanipulasi kesepakatan.
Di
sinilah terlihat urgensi kerjasama antara sesama aktivis Islam. Ulama dan
intelektual berpartisipasi dengan ilmu dan pemikiran. Jurnalis bertugas mencari
ide dan menyusun strategi. Para pengusaha mendukung dengan hartanya. Perusahaan
media menjadi mercusuar dakwah. Lembaga riset mengajukan eksperimen dan langkah-langkah
strategis demi mempersingkat proses kerja dakwah. Dengan demikian semua potensi
bersatu saling berkooperasi dalam kebaikan dan takwa. Selanjutnya media massa
islami berusaha mempersempit ruang gerak media kiri yang senantiasa menebar
kebatilan, mendistorsi kebenaran dan menyesatkan publik.
Selalu Optimis dan
Berprasangka Baik kepada Allah
Senantiasa
optimis dalam segala kesempatan dan kondisi, terutama ketika cobaan dan ujian
menimpa adalah manhaj para rasul dan pengikut mereka. Lihatlah Nabi Nuh alaihissalam,
sebagai rasul yang diutus oleh Allah, beliau telah membuktikan kesabaran dan
prasangka baik yang tiada taranya. Padahal masa dakwahnya sangat panjang sampai
akhirnya kaumnya dimusnahkan dengan banjir bandang. AllahTa'ala berfirman:
Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu
tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka
adalah orang-orang yang zalim.
(QS. Nuh: 14)
Bahkan
beliau telah mencoba segala macam cara dalam berdakwah, baik dengan cara
terang-terangan dan diam-diam, atau di saat siang dan waktu malam.
Muhammad
Saw, sebagai penutup para nabi juga telah memberikan teladan terbaik dalam
optimisme tinggi dan prasangka baik kepada Allah. Ini terlihat jelas ketika
orang-orang kafir Quraisy mengepungnya di Gua Tsur, beliau justru memberi
semangat kepada sahabatnya:
Janganlah kamu
berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita. (QS. at-Taubah: 40)
Sebab,
beliau sangat yakin dengan pertolongan Allah:
Maka bersabarlah
kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan jangan sekali-kali orang-orang
yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (QS. ar-Rum: 60)
Perjalanan
hidup Rasulullah penuh dengan teladan baik dalam optimisme dan prasangka baik
kepada Allah. Pada Perang Ahzab, dimana kaum muslimin dikepung oleh musuh dari
segala penjuru dan mereka sangat ketakutan, Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam malah menjanjikan mereka kelak akan menaklukkan Syam, Persia, dan
Yaman. Setelah perang berakhir dan pasukan musuh lari tungang-langgang membawa
kekalahan, Beliau kembali memberi kebar gembira kepada kaum muslim saat itu: "Sejak
saat ini kitalah yang akan menyerang, dan mereka tidak akan mampu lagi
menyerang kita. "Dalam riwayat lain ditambahkan: "Mendengar ini kaum
muslimin sangat riang gembira." Fath al-Bari, jilid VII, h, 397. Benar
saja, sejak saat itu kaum Kuffar Quraisy tidak pernah lagi datang menyerang
Madinah.
Di
antara Nabi Nuh dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ada Nabi Musa alaihissalam,
yang dengan keyakinan tinggi menjanjikan kemenangan dan kejayaan bagi kaumnya
di saat mereka lemah dan tertindas.
Musa berkata kepada
kaumnya: "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah;
dipusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan
kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa".
Kaum Musa berkata: "Kami
telah ditindas (oleh Fir'aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu
datang." Musa menjawab: "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan
menjadikan kamu khafilah di bumi(Nya), maka Allah akan melihat bagaimana
perbuatanmu." (QS.
al-A'raaf: 128-129)
Benar
saja, akhirnya janji Allah terealisasi dan prasangka baik Musa alaihssalam benar-benar
terjadi.
Dan Kami pusakakan
kepada kaum yang telah tertindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan
bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. (QS.al-A'raaf: 137)
Pengikut
para rasul hendaklah senantiasa menghembuskan angin optimisme pada setiap saat,
utamanya ketika jiwa kaum muslim ditimpa nestapa atau putus asa yang datang silih
berganti. Hendaklah takut, harap dan cinta manusia selalu digantungkan dengan
Allah Sang Pencipta, dan bahwa tiada yang terjadi di dunia ini kecuali dengan
seizin-Nya.
Do'a adalah Senjata
Ampuh
Berkat
do'a, jumlah yang sedikit bisa berubah banyak, musuh dihancurkan, kaum zalim
berjatuhan dan yang dizalimi berjaya. Do'a adalah ibadah. Karenanyalah para
rasul dimenangkan dan segala kesusahan sirna. Allah Yang Maha Penyayang menyeru
manusia:
Dan
Rabbmu berfirman: "Berdo'alah
kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu." (QS. Mukmin: 60)
Allah
juga berjanji akan membatalkan siksaan karena do'a hamba-Nya:
Maka mengapa mereka
tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang
siksaan Kami kepada mereka.
(QS. al-An'am: 43)
Dari
sekian banyak do'a yang dianjurkan adalah berlindung kepada Allah dari segala
fitnah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berdo'a: "Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari azab jahannam,
dari azab kubur, dan dari fitnah selama hidup dan sesudah mati, serta dari
fitnah al-Masih ad-Dajjal." Muttafaq Alaihi.
Agar Iman Tidak
Usang
Esensi
iman adalah perkataan dan perbuatan, bertambah kuat dengan ketaatan dan
berkurang karena maksiat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya iman akan usang di dalam
tubuh sebagaimana usangnya baju, maka memohonlah kepada Allah agar
memperbarui keimanan dalam hati-hati kalian." HR. Hakim, no.5 dan
dishahihkan oleh al-Albani dalamas-Shahihah,no. 1585
Realita
membuktikan bahwa krisis dan fitnah yang terjadi dapat merubah kualitas iman
sorang muslim, bisa bertambah namun tak jarang malah berkurang. Maka di antara
tanda-tanda mukmin sejati adalah bahwa imannya bertambah kuat ketika fitnah
kian dahsyat. AllahTa'ala berfirman:
Dan tatkala
orang-orang mu'min melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka
berkata: "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita". Dan
benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada
mereka kecuali iman dan ketundukan.
(QS. al-Ahzab: 22)
Sebaliknya,
di antara tanda-tanda kaum munafik adalah bahwa dadanya sangat sesak dengan
ujian dan cobaan yang terjadi, bahkan ia berharap seandainya tidak hidup
di tempat atau di masa itu. Tentang mereka Allah berfirman:
Mereka mengira
(bahwa) golongan-golongan yang bersekutu itu belum pergi; dan jika
golongan-golongan yang bersekutu itu datang kembali, niscaya mereka ingin
berada di dusun-dusun bersama-sama orang Arab Badwi, sambil menanya-nanyakan
tentang berita-beritamu. Dan sekiranya mereka berada bersama kamu, mereka tidak
akan berperang, melainkan sebentar saja. (QS. al-Ahzab: 20)
Di
ayat lain Allah juga berfirman:
Dan sesungguhnya di
antara kamu ada orang-orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan
pertempuran). Maka jika kamu ditimpa musibah ia berkata: "Sesungguhnya
Allah telah menganugerahkan ni'mat kepada saya karena saya tidak ikut berperang
bersama mereka".
(QS. an-Nisaa': 72)
Memperbanyak Ibadah
agar Tetap Istiqamah
Iman
tidak bisa dicapai dengan angan-angan, tidak pula dengan berpura-pura. Iman
adalah akidah, tanggung jawab dan ibadah. Bukti kuatnya iman seseorang adalah
jika dia disibukkan dengan berbagai ibadah individual demi mensucikan diri,
juga ibadah sosial yang manfaatnya dirasakan orang lain. Bila saat fitnah
terjadi seorang muslim justru semakin sibuk dengan ibadah, maka ini adalah
tanda kedekatannya kepada Allah. Keyakinannya begitu tinggi sehingga ibadah
menjadi sumber ketenangan jiwa. Bukankah orang yang beribadah di saat fitnah
melanda pahalanya sama dengan mereka yang hijrah kepada Rasulullah? Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda: "Ibadah di
saat fitnah melanda, laksana hijrah kepadaku."
Proyek Kolektif
Menyongsong Masa Depan
Ketika
kaum muslim diserang secara kolektif oleh musuh-musuh Islam dari berbagai sekte
dan aliran sesat, maka konfrontasi juga harus dilancarkan secara kolektif. Kaum
muslim dari semua elemen harus bersatu, bekerja sama, saling tolong menolong
dalam kebaikan dan takwa, berpadu dalam menghadapi musuh, dan berusaha
meminimalisir perbedaan. Jika seseorang tidak kuat berjuang sendiri, maka
hendaklah ia bergabung dengan gerakan perjuangan yang ada. Sehingga potensi
umat semakin kuat dan tidak ada lagi muslim yang hanya diam berpangku tangan.
Penetapan
hukum hanya hak Allah. Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka
sekali-kali agama itu tidak akan diterima darinya. Hendaklah kaum muslim
senantiasa dalam jama'ah, sebab pertolongan Allah turun kepada orang yang
berjama'ah. Jika musuh-musuh Islam yang saling bertolak belakang saja dapat
bersatu, maka Ahlus Sunnah wal Jama'ah lebih pantas untuk bersatu dan saling
membantu. Harus disadari bahwa musuh umat mempunyai skenario licik, kendati
saat ini mereka hanya menyerang pihak tertentu, namun akan tiba saatnya kita
menjadi target selanjutnya.
Berhati-hatilah,
jangan sampai kita berbalik menjauh dari hidayah dan taufik Allah. Istiqamah
dalam kebenaran sampai ajal menjemput adalah salah satu karunia dan nikmat
terbesar dari Allah. Rasulullah shallallhu alaihi wasallam bersabda:
Fitnah-fitnah itu
diperhadapkan kepada hati seperti anyaman tikar satu persatu, setiap kali hati
seseorang menyerap fitnah maka ia diolesi dengan titik hitam dan setiap kali
hati seseorang mengingkarinya maka ia diolesi dengan tinta putih. Akhirnya hati
manusia terbagi dua; hati yang putih jernih. Hati ini tidak akan terpengaruh
oleh fitnah apa saja selama-lamanya. Dan hati yang hitam dan berdebu, ia ibarat
cangkir yang terbalik, tidak dapat mengenal kebaikan dan mengingkari
kemungkaran, ia hanya dapat menyerap hawa nafsunya saja. HR. Bukhari, no. 1368 dan
Muslim, no. 144. Teks ini adalah teks riwayat Muslim
Hadits-hadits
tentang fitnah akhir zaman harus menjadi perioritas bahasan. Kajian, tulisan,
dan dakwah harus terfokus pada tsabat/konsisten dan faktor-faktor pendukungnya.
Begitu pula sebab-sebab penyimpangan dari jalan yang lurus beserta bahayanya.
Tiada yang dapat menyelamatkan dari azab Allah kecuali Allah Yang Maha
Penyayang. Maka, marilah senantiasa berdo'a memohon kekuatan untuk tetap
istiqamah dalam kebenaran. Ulama dan du'at harus bisa menjadi contoh teladan
dalam istiqamah di atas kebenaran. Jika mereka teguh, maka umatpun tetap kuat.
Namun jika mereka lemah atau menyimpang, maka umat juga ikut lemah tak berdaya
dan lebih menyimpang lagi.
Tetap
menjaga diri dari fitnah syubhat dan syahwat. Banyak-banyak membaca kisah
mereka yang istiqamah dan teguh dalam kebenaran. Terutama kisah para nabi dan
rasul. Hendaklah kaum muslim saling menasehati dalam kebaikan dan sabar.
Tentunya, sebelum dan sesudahnya, do'a adalah yang utama:
(Mereka
berdo'a): "Ya Rabb kami, janganlah
Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk
kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena
sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)" (QS. Ali Imran: 8)
Wahai
hamba Allah, teguhlah dan istiqamahlah, niscaya kalian jaya dan orang lain
selamat karena kalian.
Meluruskan Berbagai
Istilah dan Membalikkan Tuduhan
Banyak
sekali istilah-istilah yang dipermainkan oleh musuh Islam dan dijadikan alat
untuk menyerang para reformis pembela kebenaran. Sebut saja misalnya ekstremes,
radikal, fanatik, teroris dan lain-lain. Kendati tidak semua istilah ini
tercela. Teroris misalnya, ada teroris yang terpuji sebagaimana firman Allah:
(yang dengan
persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain
mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. (QS. al-Anfal: 60)
Dan
ada pula yang tercela, yakni pelanggaran terhadap hukum Allah serta menumpahkan
darah dengan batil. Begitu pula ekstremes, sifat ini tercela dari kedua sisinya
baik terlalu keras maupun terlalu toleran. Kaum ulama dan intelektual muslim
harus meluruskan istilah-istilah karet seperti ini, agar mereka tidak seenaknya
mempermainkan atau mendistorsinya sesuka hati.
Tidak
cukup di sini, kita harus menyerang balik musuh-musuh Islam dengan istilah dan
makar yang mereka ciptakan. Irhab/ teroris yang berarti menimbulkan rasa takut
adalah istilah versi Al-Qur'an.
Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman: Mereka
menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut. (QS. al-A'raaf::
116)
Sebaliknya,
istilah ini bisa dilemparkan kepada mereka yang gemar menuduh dengan
batil dan meneror orang lain tanpa bukti. Apakah bijaksana jika kita harus
mengubur istilah ini dari publik, padahal istilah tersebut ada dalam syari'at
kita?
Dua Rukun Utama
Menyampaikan Kebenaran dan Derajat Terendah dalam Nahi Mungkar
Dalam
mengingkari sebuah kemungkaran, terdapat tingkatan-tingkatan yang telah
dijelaskan dalam hadits Rasulullah. Ketika menulis biograpi Imam Ahmad rahimahullah,
Imam adz-Dzahabi menyematkan ungkapan indah tentang dua rukun menampakkan
kebenaran. Beliau menulis:
Menyampaikan
kebenaran dengan terang-terangan adalah perkara agung. Ia memerlukan keikhlasan
dan kekuatan. Orang yang ikhlas namun lemah, tidak akan sanggup mengembannya.
Sebaliknya, orang kuat tetapi tidak ikhlas akan dihinakan. Siapa yang memiliki
kedua rukun ini dia adalah shiddiq. Dan yang tidak memiliki kedua unsur
tersebut, cukuplah ia merasa sakit hati dan mengingkarinya dalam hati, dan
inilah derajat iman paling rendah. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan
Allah. Siyar A'lam an-Nubala', jilid XI, h. 234
Manajemen Krisis
Kaum
muslim harus menguasai manajemen terbaik dalam menyikapi krisis, agar potensi
yang dimiliki tetap terjaga dan mampu lebih meningkatkan prestasi. Mereka juga
diharapkan bisa memposisikan dan menyikapi setiap masalah secara profesional,
sesuai dengan situasi, tempat dan waktu yang tepat. Tidak lupa membaca dengan
seksama peristiwa yang terjadi, sebab, dampak, persepsi syari'at tentangnya,
serta mengajukan solusi yang tepat dengan keuntungan besar dan kerugian sekecil
mungkin.
Jika
kita mengamati sirah para nabi dan rasul, maka kita pasti melihat betapa
tingginya fiqh/pemahaman mereka terhadap manajemen krisis. Maka, sebagai umat
terbaik hendaklah kita menjadikan mereka sebagai suri teladan terbaik. - Muhammad
Anas/albayan.co.uk
Teladan Strategi
Politik dari Taliban
-
http://www.kiblat.net/2014/03/25/teladan-strategi-politik-dari-taliban/
Tulisan
sederhana ini dibuat sebagai renungan bagi para aktivis Islam yang merindukan
tegaknya Islam di tengah hiruk pikuk perdebatan dan pernyataan-pernyataan yang
mengatasnamakan Islam menjelang pemilu yang akan dilaksanakan di negeri ini.
Tentu tulisan ini juga diharapkan dapat memberi sedikit pencerahan dan opini
pembanding dalam gelombang besar opini yang mengarahkan kita untuk ikut serta dalam
pemilu karena dianggap akan sangat menentukan nasib umat Islam 5 tahun
mendatang. Berbagai isu berseliweran dari munculnya analisa-analisa yang
mengarahkan kepada kesimpulan bahwa umat Islam berada diambang bahaya jika
tidak ikut andil pada pemilu. Kita tentu sangat sadar bahwa semua analisa itu
bisa jadi benar dan nyata tanpa kehilangan daya kritis, skeptis dan waspada
terhadap pemanfaatan isu yang biasa terjadi menjelang pemilu.
Sepak Terjang
Taliban 1994-2012
Taliban
sebuah gerakan Islam yang namanya sudah tidak asing lagi di telinga kaum
Muslimin dunia memilki track record yang unik dan patut dicermati dengan baik,
tulisan ini tidak akan cukup untuk menggambarkan dan memaparkan secara rinci
track record tersebut, namun akan memberikan gambaran global sebuah perjalanan
pergerakan (baca: harakah) Islam yang menjelma menjadi kekuatan besar dan
diperhitungkan secara politik baik oleh kawan maupun lawan. Tidak sampai
disitu, Taliban juga menjelma menjadi tuan rumah dari tokoh-tokoh perlawanan
Islam global yang mengubah peta kekuatan dunia.
Tahun
1994 kota Spinbuldag di kawasan perbatasan Afghanistan-Pakistan menjadi saksi
munculnya sekelompok pemuda penuntut ilmu yang begitu resah dan bertekad
memperbaiki keadaan negaranya Afghanistan, setelah dilanda persengketaan
politik pasca kemenangan melawan Rusia pada dekade sebelumnya. Gerakan-gerakan
jihad melawan Rusia kala itu berubah menjadi partai-partai yang saling adu
kekuatan dan ingin mengambil kendali tertinggi di negara. Akibatnya kontrol
sosial di tengah masyarakat hilang, tingkat kriminalitas tinggi, kesejahteraan
masyarakat tidak mendapat perhatian setelah didera perang selama lebih kurang
10 tahun. Setelah musuh kalah bukannya kondisi baik yang dirasakan, namun tetap
pada kondisi yang buruk.
Sekelompok
anak muda penuntut ilmu yang menjadi santri di Pakistan berangkat mendatangi
desa-desa dari kota Spinbuldag untuk menyampaikan dakwah Islam dan nahi munkar
membebaskan desa dari gerombolan-gerombolan kriminal yang memberikan
batas-batas wilayah kekuasaan guna menzhalimi rakyat-rakyat miskin, itu semua
diawali dengan 9 motor konvoi para pemuda ini mendatangi desa-desa tersebut
dipimpin oleh Mulla Muhammad Umar. Dakwah mereka pun mendapat penerimaan dari
masyarakat yang sadar bahwa jalan keluar dari berbagai krisis ini adalah
kembali kepada ajaran Islam.
Sekelompok
pemuda ini pun akhirnya memberlakukan hukum Islam di tengah desa-desa yang
telah menerima dakwah dan telah mereka bebaskan dari gerombolan kriminal. Kabar
seputar sepak terjang sekelompok pemuda santri penuntut ilmu ini pun tersiar
seantero negeri, khususnya kawasan selatan Afghanistan yang kemudian menyebut
mereka sebagai gerakan Taliban (Taliban bermakna pelajar dalam bahasa
Arab). Dukungan mulai datang kepada gerakan Taliban dari masyarakat,
banyak desa-desa justru mengundang Taliban untuk menangani desa mereka karena
mereka melihat bahwa desa-desa sebelumnya yang telah dikuasai Taliban berubah
menjadi kondusif dan aman.
Hampir
genap satu tahun pada 1995 setelah kemunculannya mereka sudah berhasil masuk
dan menguasai kota Kandahar, salah satu kota besar di selatan Afghanistan yang
kemudian menjadi basis utama kekuatan Taliban. Keterlibatan suku Pushtun
sebagai etnis mayoritas Afghanistan juga berpengaruh terhadap pesatnya
perkembangan Taliban karena Mulla Muhammad Umar sang pemimpin berasal dari suku
tersebut.
Taliban
semakin kuat hingga antara tahun 1998-1999 mereka berhasil masuk Kabul ibukota
negara dan menguasainya. Pada tahun 2000 Taliban sudah semakin maju dan
menguasai 80% dari seluruh wilayah Afghanistan sampai utara yang berbatasan
dengan negara Uzbekistan, dan kawasan barat yaitu kota Herat yang berbatasan
dengan Iran. Tidak hanya berkuasa, sejak pengaruh mereka manguat, Taliban juga
memberikan tempat bagi para muhajirin mujahid yang ingin tinggal di Afghanistan
dan membuka kamp-kamp pelatihan militer bagi para mujahidin dari berbagai
negara di berbagai kawasan di negara itu.
Afghanistan
berubah menjadi negeri paling kondusif bagi para mujahid untuk mengembangkan
kekuatan mereka dalam rangka memperjuangkan Islam di seluruh negeri-negeri kaum
Muslimin kelak. Tercatat tokoh-tokoh jihad paling berpengaruh di dunia abad 21
bermukim di Afghanistan di bawah perlindungan Taliban, semisal Usamah bin
Laden.
Pada
tahun 2001 peristiwa 11 September yang meruntuhkan menara kembar WTC membuat
negara “super power” Amerika meradang. Afghanistan menjadi pusat perhatian
karena diyakini dalang operasi 11 September ada di sana dan merancang serangan
dari Afghanistan. Mulla Umar pun tampil dalam khutbahnya yang mendunia bahwa
mereka tidak akan menyerahkan para mujahid kepada Amerika, mereka akan melawan.
Akhirnya,
Amerika pun menginvasi Afghanistan, didukung oleh kekuatan yang anti Taliban di
Afghanistan bernama Aliansi Utara. Taliban dikabarkan tumbang dan kendali
kekuasaan politik dipegang oleh pemerintah bentukan Amerika pimpinan Hamid
Karzai. Namun semua ini belum benar-benar merobohkan Taliban. Pengaruh milisi
tersebut masih sangat kuat di Afghanistan. Pemerintah boneka yang baru hanya
menguasai sebagian kecil Afghanistan termasuk ibukotanya Kabul. Taliban tetap
eksis melakukan perlawanan terhadap pendudukan Amerika dan pemerintah
bonekanya.
Predikat
baru diterima oleh Taliban, gerakan yang diakui sebelumnya sebagai kekuatan
politik dalam tingkat negara kini dimasukkan oleh Amerika ke dalam daftar
organisasi Teroris, PBB pun mengamini hal tersebut dengan memasukkan sejumlah
tokoh-tokoh Taliban kedalam daftar hitam dan dicekal.
Sejak
2002 hingga 2009 adu kekuatan antara Taliban dan kekuatan Amerika didukung oleh
NATO terus berlangsung. Pengaruh Taliban tidak menurun bahkan muncul
gerakan-gerakan pro Taliban di negara tetangga Pakistan. Sebagaimana telah
diketahui, Pakistan adalah negara yang menjadi pendukung Amerika dalam
memerangi Taliban. Beberapa peristiwa penting diantaranya penguasaan lembah
Swat, perlawanan dari Masjid Merah di Pakistan menjadi bukti kekuatan pengaruh
Taliban lintas batas.
Ketika
Obama menjadi presiden pada 2009, era baru politik luar negeri Amerika dimulai
seiring dengan krisis ekonomi di negara itu. Hal ini sebagai akibat perang
panjang di Afghanistan dan Iraq. Beberapa sekutu Amerika di NATO yang menarik
pasukannya dari Afghanistan menunjukkan kegagalan mereka dalam menumpas gerakan
teroris bernama Taliban. Status Taliban pun berubah dari organisasi teroris
menjadi insurgents (pemberontak/separatis). Selain alasan pendekatan politis
yang berbeda antara Obama dan Bush, perubahan status Taliban juga didasari pada
prinsip yang diumumkan oleh Bush “no nation can negotiate with terrorists”.
Ternyata
hal itu menyulitkan Amerika untuk mengambil langkah baru dari peperangan ke
meja perundingan ketika menghadapi Taliban. Berubahnya status Taliban menjadi
insurgents menjadi jalan kaluar dari prisip yang diumumkan Bush. Kali ini
Taliban bukan lagi organisasi teroris, mengajak mereka bicara di meja
perundingan adalah sebuah keniscayaan. PBB pun dipaksa untuk memfasilitasi
sekaligus mencabut daftar hitam para tokoh Taliban, sehingga memungkinkan
mereka bepergian keluar negaranya untuk melakukan perundingan dengan Amerika di
daerah netral.
Jika
kita menilik ke era 90-an sebenarnya Amerika beberapa kali sudah mencoba untuk
berunding dengan Taliban. Kala itu dibawah pimpinan Clinton dengan status
Taliban diakui sebagai kekuatan setara dengan negara yang berdaulat di
Afghanistan. Namun pasang surut terjadi, dan kali ini Taliban merangkak naik
kembali ke posisinya semula. Pada November 2010 Amerika memulai perundingan
dengan Taliban di Muenchen, Jerman. Pembicaraan rahasia ini diperantarai oleh Jerman
dan Qatar. Perundingan berlanjut dua kali pada 2011 di Qatar dan Jerman.
Amerika dan Taliban membicarakan persoalan pertukaran tawanan dan tidak
menghasilkan kesepakatan. Januari 2012, kantor perwakilan Taliban berdiri di
Doha, Qatar. Perundingan kembali terjadi dan tidak menghasilkan kesepakatan
hingga Maret 2012. Perundingan mengalami kebuntuan antara kedua belah pihak,
sebagaimana laporan DIIS (Danish Institute for International Studies).
Perundingan
antara Taliban (atau Imarah Islam Afghanistan) telah berhenti, namun hari ini
bola berpindah ke tangan Taliban Pakistan yang secara tidak langsung diakui
sebagai kekuatan politik. Hal ini ditandai dengan perundingan antara mereka dan
pemerintah Pakistan yang masih berlangsung hingga sekarang. Walaupun antara
Taliban Afghanistan dan Taliban Pakistan memiliki kepemimpinan yang terpisah,
namun mereka satu kesatuan sebagai sebuah gerakan bernama Taliban dengan
prinsip-prinsip langkah penegakkan Islam dan strategi politik yang sama.
Pelajaran Politik
Dari Taliban
Taliban
mungkin sangat identik sebagai sebuah gerakan jihad yang menghadapi
musuh-musuhnya dengan kekuatan senjata. Sebagian pembaca mungkin akan
bertanya-tanya seputar judul tulisan ini yang mengaitkan Taliban dengan
politik. Kita perlu pahami bahwa makna politik tidak terbatas pada pertarungan
kekuatan dalam panggung pemilu, parlemen atau hal-hal yang layaknya dipahami
oleh kebanyakan orang. Politik harus kita kembalikan pada maknanya yang luas
menyangkut adu kekuatan pengaruh dalam sebuah masyarakat, baik dengan kekuatan
senjata maupun tidak. Satu hal yang pasti, paparan mengenai perjalanan singkat
Taliban di atas adalah bagian dari proses perjuangan politik.
Perdebatan
seputar cara menegakkan Islam dalam tingkat negara, antara masuk ke dalam
sistem di bawah payung demokrasi atau melalui cara lain di luar sistem
demokrasi telah memenuhi banyak halaman buku, mimbar-mimbar masjid, meja-meja
seminar dan lain sebagainya. Perdebatan ini tidak pernah usai dan menghasilkan
kata sepakat kecuali dalam satu hal. Yaitu, tujuan mereka adalah
menegakkan Islam dan demi kebaikan Islam.
Pihak
di luar sistem mengatakan demokrasi sistem kafir dan haram. Sehingga
berkonsekuensi kufur bila masuk ke dalamnya. Islam tidak akan tegak melalui
demokrasi. Sementara pihak yang masuk kedalam sistem mengatakan bahwa masuk ke
sistem adalah cara yang paling mungkin untuk menegakkan Islam di negara dengan
kultur demokrasi. Peluang ini harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan Islam.
Walaupun mereka sadar dan mengakui bahwa demokrasi sendiri adalah sistem batil.
Banyak batasan syariat dilanggar ketika masuk ke dalam sistem. Hanyasanya,
resiko ini harus diambil demi menekan kerusakan yang lebih parah dan memperoleh
maslahat. Dalil-dalil kedua belah pihak telah diutarakan.
Kita
membatasi bahasan ini dalam hal yang disepakati, baik yang masuk sistem maupun
yang di luar system. Tujuannya adalah untuk penegakkan Islam. Dari sini kita
akan mengabaikan setiap kekuatan yang masuk sistem dan mengatasnamakan umat
Islam namun tidak bertujuan untuk menegakkan Islam, atau minimal untuk
kemaslahatan Islam.
Pihak
yang masuk sistem memiliki jawaban yang jelas berdasarkan realitas yang
berjalan. Yaitu, ketika muncul pertanyaan, apa saja yang anda lakukan dan
bagaimana langkah-langkah kongkrit ketika anda masuk sistem demokrasi.
Sementara pihak yang berjuang di luar sistem – dalam hal ini kita batasi
kelompok yang meyakini dakwah, amar ma’ruf nahi munkar dan jihad sebagai
jalannya – terkadang sulit memberikan jawaban langkah kongkrit yang akan
dilakukan. Untuk konteks Indonesia, langkah yang terlihat baru sekedar
gerakan-gerakan dakwah dan sosial, lalu sesekali melakukan aksi nahi munkar
dengan people power. Hal ini bagi sebagian orang melahirkan kesimpulan bahwa
mereka yang berjuang di luar system, absen dari perjuangan politik dan belum
melakukan hal yang berarti.
Kisah
nyata perjalanan Taliban di atas bisa menjadi jawaban kongkrit sebuah gerakan
Islam yang berjuang di luar sistem, dalam hal ini sistem demokrasi. Mereka
berhasil menjadi sebuah entitas politik yang diakui oleh dunia secara de jure
dan de facto. Kita mengakui dan sadar ada banyak variabel yang membedakan
antara kultur geopolitik dan demografis antara Afghanistan dan Indonesia.
Variabel-variabel yang mempengaruhi perjalanan Taliban barangkali juga berbeda
dengan gerakan-gerakan Islam anti demokrasi di Indonesia. Namun, yang kita
ambil sebagai teladan dan pelajaran adalah pola umum dari langkah-langkah
Taliban. Ini bisa ditiru dan dilakukan oleh gerakan Islam anti demokrasi di
berbagai tempat, termasuk Indonesia.
Berikut
ini pola mereka:
·
Taliban
adalah sebuah gerakan dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar pada awal
kemunculannya. Mereka terus merangkak naik hingga berhasil merubah sebuah
negara.
·
Taliban
memilih perjuangan di luar sistem negara yang mengarah kepada sistem demokrasi
multipartai pada awal kemunculannya.
·
Taliban
menghindari hiruk pikuk politik praktis dan memilih berdakwah mengajak rakyat
pada Islam yang kaffah.
·
Taliban
kemudian berkembang dan menguatkan diri mereka dengan kekuatan senjata hingga
diakui sebagai kekuatan politik, baik di Afghanistan maupun di dunia. Dalam
rangka untuk melaksanakan tujuannya, yaitu menegakkan syariat Islam.
Catatan:
Poin terakhir ini yang belum dimiliki oleh gerakan-gerakan Islam anti demokrasi
di Indonesia, yaitu kekuatan senjata secara mapan.
Dari
poin-poin di atas, karakteristik pola langkah Taliban sangat mungkin dilakukan
oleh gerakan Islam anti demokrasi di Indonesia. Sebenarnya sekarang ini pun
telah berlangsung demikian. Sebagian dari mereka hanya melengkapi perjuangan
dengan senjata, namun belum memungkinkan berlaku di Indonesia. Banyak
faktor yang membedakan antara kondisi Indonesia hari ini dan Afghanistan di era
munculnya Taliban.
Pelajaran
yang dapat kita petik adalah perjuangan politik tidak harus dilalui dengan
masuk ke dalam system. Di luar sistem pun kita dapat melakukan perjuangan yang
masuk ke dalam makna perjuangan politik. Dalam hal menekan mudharat dan
memperoleh maslahat tidak melulu diraih dengan masuk ke dalam sistem, di luar
sistem pun dapat dilakukan. Bila efektifitas menekan mudharat dan memperoleh
manfaat diasumsikan bisa diraih jika masuk ke dalam sistem, maka perlu studi
khusus untuk membuktikannya. Pasalnya kedua belah pihak mempunyai argumentasi
yang sama kuat dalam hal ini, berdasarkan pada realitas fakta yang ada.
Pelajaran Bagi
Gerakan Islam Anti Demokrasi
Gerakan
Islam anti demokrasi yang kita maksud dalam tulisan ini adalah gerakan yang
meyakini penegakkan Islam melalui jalan dakwah, amar ma’ruf nahi munkar dan
jihad. Penyebutan yang lebih sederhana menurut Abu Mus’ab Assuri dalam karyanya
Da’watul Muqowwamah Al Islamiyyah Al Alamiyah, gerakan Islam anti
demokrasi ini masuk kategori gerakan aliran jihadi.
Menjelang
pemilu, perdebatan mengenai ikut pemilu sebagai instrumen utama demokrasi atau
meninggalkannya secara mutlak juga mengemuka di dalam tubuh kelompok jihadi.
Berbagai argumentasi dari membahas isu politik hingga analisa peta kekuatan
politik yang ikut serta dalam pemilu menjadi hangat. Perbedaan pandangan pun tidak
terelakkan. Sebagian anasir-anasir aliran jihadi ada yang akhirnya memberikan
toleransi untuk ikut serta dalam pemilu bagi masyarakat. Yaitu dengan alasan
yang digunakan kelompok pro demokrasi, menghindari mudharat dan memperoleh
maslahat.
Sebagai
penganut aliran jihadi yang mengikuti perjalanan gerakan-gerakan jihad baik
lokal maupun global, apa yang dialami Taliban harusnya menjadi contoh teladan.
Dapat dicermati dengan baik untuk di-copy paste dalam konteks Indonesia.
Keyakinan terhadap manhaj taghyir (metode melaksanakan perubahan) yang diambil
harus berbuah pada amal nyata. Yaitu mengerahkan seluruh daya dan upaya meniti
langkah demi langkah menuju cita-cita. Pilihan manhaj aliran jihadi harus
sejalan dengan langkah politiknya. Langkah politik Taliban merupakan inspirasi
yang khas bagi aliran jihadi.
Hari
ini aliran jihadi di Indonesia memang belum diakui sebagai entitas politik yang
diperhitungkan, baik oleh kawan maupun lawan. Namun hal itu bukan mustahil
diraih bila aliran jihadi serius meniti jalan yang mereka yakini, dan sabar
melaksanakan proses panjang seperti halnya Taliban berikut pasang surut yang
akan menyertai. Goyah dalam memegang prinsip berjuang di luar sistem demokrasi
sebagai kharakteristik aliran jihadi seyogyanya tidak terjadi. Sekalipun, arus
utama opini ummat yang dipegang tokoh-tokoh Islam yang bukan aliran jihadi
mengarahkan untuk ikut serta dalam pemilu.
Inspirasi
aliran jihadi juga tidak bisa dipisahkan dari partner setia Taliban di
Afghanistan, yaitu Al Qaeda yang berpusat di sana. Rilis-rilis resmi dari Al
Qaeda dan publikasi-publikasi tulisan anasirnya seperti Abu Mus’ab Assuri
secara spesifik menjelaskan, strategi aliran jihadi adalah melakukan perlawanan
di luar sistem dengan jihad bersenjata sebagai ujung tombaknya setelah
mendapatkan momentum perlawanan bersenjata yang logis dan dapat dipahami oleh
masyarakat luas. Sebelum momentum itu datang, aliran jihadi memfokuskan
aktifitasnya pada da’wah dan amar ma’ruf nahi munkar, memahamkan
masyarakat dan mengambil hati mereka untuk memahami Islam secara utuh.
Hal
tersebut guna mendukung upaya penegakkan Islam dengan manhaj jihadi, seraya
mempersiapkan kekuatan bersenjata yang akan digunakan kala momentum perlawanan
itu tiba. Perubahan apapun dari iklim politik dan keadaan sebuah negara tempat
aliran jihadi bergerak tidak boleh mempengaruhi blue print dari manhaj
pokoknya, perubahan strategi yang besifat parsial dan insidental mungkin
dilakukan untuk mengamankan langkah gerak aliran ini selama tidak merubah
prinsip-prinsip yang dipegang.
Tahun
2013 yang disebut oleh barat sebagai awal kemunculan generasi ketiga Al Qaeda
(Al Qaeda 3.0) memiliki hal menarik untuk dicermati. Melalui pesan audio dari
DR. Aiman Azh Zhawahiri pemimpin tertinggi Al Qaeda bertajuk “Arahan Jihad
Global”, memberi kesimpulan bahwa aliran jihadi diharapkan dapat memenangkan
hati dan pikiran ummat guna mendukung penegakkan Islam dan jihad. Hal ini
sesuai dengan yang telah dilakukan Taliban di awal kemunculannya, berhasil
memenangkan hati dan pikiran mayoritas masyarakat Afghanistan. Masyarakat
berbalik mendukung Taliban karena amal nyata Taliban yang dapat memberikan
pelayanan kepada masyarakat sesuai syariat Islam.
Itu
semua tidak lepas dari da’wah dan amar ma’ruf nahi munkar yang dilakukan
Taliban di tengah masyarakat. Aliran jihadi di Indonesia hari ini harusnya
fokus dalam tahap ini. Sebagaimana dilakukan Taliban dan sesuai arahan tokoh
aliran jihadi internasional DR. Aiman Azh Zhawahiri. Tanpa harus
terombang-ambing oleh hingar-bingar politik praktis yang menyita perhatian dan
waktu sebelum datang momentum untuk memulai mengerahkan kekuatan bersenjata.
Asumsi
jika ummat Islam dari kalangan aliran jihadi absen dari pemilu kemudian
melahirkan pemimpin-pemimpin zhalim dan kafir karena suara ummat Islam kalah,
seharusnya dijadikan penyemangat menyiapkan kekuatan bagi aliran jihadi. Karena
boleh jadi, momentum perlawanan akan muncul akibat kezhaliman yang merajalela
dari pemimpin zhalim atau kafir, bukan sebaliknya. Akhirnya aliran jihadi harus
sadar bahwa dengan menjalani startegi perjuangannya hari ini, mereka sedang
berpolitik dan melangkah menjadi entitas politik dengan izzah Islam. Bukan
justru dengan cara yang beresiko melanggar batasan Islam melalui sistem di luar
Islam tanpa izzah.
Kekuatan Senjata Adalah
Kunci Evaluasi Eksperimen Masa Lalu
Perdebatan
antara pihak yang masuk ke dalam sistem demokrasi maupun yang di luar sistem
bukan hanya pada konteks dalil dan realitas hari ini. Perdebatan itu juga
merambah ke ranah sejarah eksperimen umat Islam Indonesia pada awal berdirinya
negara ini.
DI/TII
di bawah pimpinan SM. Kartoswiryo dianggap mewakili aktivis Islam anti
demokrasi karena berjuang di luar sistem pada masa itu, sementara partai
Masyumi di bawah kepemimpinan M. Natsir berjuang di dalam sistem dengan masuk
ke parlemen mewakili aktivis Islam pro demokrasi. Kedua kekuatan Islam itu
akhirnya sama-sama gagal mempertahankan dan menegakkan Islam secara utuh di
Indonesia, DI/TII berhasil ditumpas oleh kekuatan militer, kemudian Masyumi
akhirnya dibubarkan dan tokoh-tokohnya dipenjara oleh “tangan besi” Soekarno.
Nostalgia sejarah ini sama-sama tidak bisa dijadikan dasar untuk menguatkan
jalan yang ditempuh aktivis Islam hari ini baik pihak anti demokrasi maupun pro
demokrasi, DI/TII dan Masyumi sama-sama karam.
Ada
hal yang bisa kita cermati dan diambil satu benang merah yang menjadi sebab
gagalnya kedua eksperimen tersebut, baik oleh DI/TII dan Masyumi. Benang merah
itu adalah kekuatan bersenjata. Keduanya dikalahkan oleh kekuatan negara yang
didukung oleh kekuatan bersenjata (militer). DI/TII jelas ditumpas oleh
kekuatan militer, adapun Masyumi memang tidak secara nyata ditumpas oleh
kekuatan militer. Namun bila saat itu melawan, Masyumi pun akan digilas dengan
kekuatan militer atau ”tangan besi” penguasa.
Sebuah
entitas politik dengan cita-cita besar akan lemah bila tidak didukung oleh
kekuatan bersenjata (militer). Kembali ke teladan Taliban, mereka menjadi
entitas politik yang diakui karena kekuatan mereka. Dan kekuatan yang paling
diperhitungkan adalah kekuatan senjata. Sebuah kekuatan politik di luar sistem,
seperti DI/TII – yang memiliki kekuatan bersenjata – dapat mudah ditumpas
dengan kekuatan senjata yang lebih mapan. Lalu, bagaimana dengan kekuatan
politik dengan cita-cita besar yang masuk ke dalam sistem dan tidak memiliki
kekuatan bersenjata. Maka, dapat saja dengan sangat mudah ditumpas atas nama
konstitusi yang tidak dilandasi dengan dasar Islam. Sekali lagi kita perlu
ingat cita-citanya adalah menegakkan sistem Islam, yang artinya merubah sistem
yang ada dari akarnya.
Menimbang Resiko
Resiko
dari pilihan masuk ke dalam sistem demokrasi dan di luar sistem demokrasi jelas
ada. Resiko pihak yang di luar sistem adalah akan dikriminalisasi dan diperangi
atas nama teroris hari ini, hampir tidak ada resiko lain yang menyangkut
batasan-batasan syariat. Sementara pihak yang masuk ke dalam sistem resiko
ditumpas tetap ada, walaupun relatif kecil dan ditambah resiko
pelanggaran-pelanggaran batasan syariat yang sulit dihindari.
Setelah
pembahasan panjang di atas, bila kita bisa sepakat memahami bahwa salah satu
kunci kekuatan penting untuk melakukan perubahan besar dalam rangka menegakkan
Islam adalah kekuatan senjata, dan yakin bahwa tanpa kekuatan senjata
setiap usaha apapun akan suram dan mudah dipatahkan, maka mengapa kita
mengambil jalan yang beresiko besar terhadap dunia dan akhirat kita, ketimbang
jalan yang resikonya lebih kecil?
Ada
kata yang sering diucapkan “Hidup itu Pilihan”, silahkan memilih dengan cermat,
jujur dan bertanggungjawab baik di dunia dan di akhirat. (Usyaqul Huur)
Kenapa
saya golput: "Maka sampai sekarang gue lebih setuju dengan konsep dakwah
secara langsung membentuk kesadaran umat. Sehingga kelak akan terbentuk opini
umum penting syariah Islam. Inilah perubahan paling oke sebab dakhwah secara
langsung bersifat mengakar dan menjalar pada semua lapisan masyarakat.
Sebagaimana Rasul dahulu mendakwahi masyarakat secara langsung hingga opini
umum itu terbentuk di Madinah".
Menyikapi pendapat
diatas :
Benar
dakwah jihadi ini penting dan ia berjalan sepanjang semangatmu atau seumur
hidup, namun ada baiknya pula menyempatkan 5 menit ikut pemilu mendukung partai
berbasis islam, mereka dapat dominan dan berjalan didalam sistem, kau bantu
dari luar sistem, dan kau bisa pula menasehati mereka dikala lupa diri. jangan
lupa mereka-mereka pun selain didalam dan pula juga berdakwah diluar secara
langsung membentuk kesadaran umat bahkan rela basah dan berlumpur di dalam
sistem atau diluar sistem (semisal: saat bencana) merasakan kecintaan pada umat.
Tampak oleh penulis barisan yang rapi dan kokoh, belum tahu apa bisa
memindahkan/merobohkan gunung pula.
"tapi
mereka berjalan didemokrasi buatan kafir?", maka demokrasi adalah sistem
terpaksa dari solusi yang ada di negeri ini, katakanlah :
“Barang siapa yang
kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali
orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak
berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran (kafir
tanpa dipaksa), maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang besar.” (QS.An-Nahl: 106)
Anda
bisa mengambil hikmah kisah sebab surah ini turun. walaupun berbeda ini tentang
individu dan yang satu lagi tentang sistem kolektif yang panjang waktunya.
“Dari
Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Allah memaafkan umatku perbuatan keliru tanpa sengaja, lupa dan segala
sesuatu (dosa/kesalahan) yang dipaksa atasnya. (HR. Baihaqi).
Contoh
: uang kertas adalah juga riba, toh kalian juga mengecap pemaksaan ini, walau
kalian menolak dan mendemo pun tidak berkutikkan adanya ia dikantong kalian.
maka bisa jadi saudaramu didalam sistem dapat membantu dan kalian diluar sistem
menekankan tapi saudaramu didalam sistem butuh bantuanmu secuil waktu dan
tindakan saja. Jadi serupa pula dengan demokrasi.
-Uang
kertas itu dipaksakan sistem sekuler | riba diperangi Allah SWT dan rasulNya.
-Tidak
berdosa karena dipaksa | berdosa masih memperaktekkan.
-Bisa
dihilangkan keseluruhan/dikecilkan lingkupnya/tidak hilang dengan masuk sistem
demokrasi | Bisa dijauhkan/uang dinar lain/kemandirian usaha produksi sendiri/solusi
lainnya di luar sistem
-Lebih
global terhadap wilayah/negeri dampak pengurangan/penghilangannya dengan masuk
sistem | dampak pengurangan/penghilangannya sesuai per kelompok-kelompok diluar
sistem dan sesuai type solusi yang dibangunnya
-Dsb
-Dsb
-Dsb
Apakah
nash bertentangan? Tentu saja tidak. Ijtihad manusia yang berbeda.
Sebanyak
apa ilmu yang dibutuhkan, lingkup bidang ilmu-ilmu apa saja yang dibutuhkan
dalam menyatukan pendapat ini? Unsur-unsur sudut pandang apa saja yang harus
dilihat, waktu panjang pendek, maslahat besar kecil, strategi dan penyikapan
situasi dan kondisi berbedanya, dsb.
Kapan
pasnya dalilnya secara global? Tentu saja pas finishnya kearah mana. Tidak
mampu bertindak karena kalah suara, hatinya
tetap tenang dalam beriman tidak berdosa karena dipaksa, pakai solusi luar
sistem buat usaha baru menjauhkannya/mengecilkannya hingga batasan sampai dapat
bertindak. Ada kemampuan bertindak, memerangi sebanyak yang bisa dari jenis ribanya
dan mencoba menggantinya, dihalangi merubah …… dapat merubah …….. dan inipun
baru menjawab seperberapa bagian, baru melihat satu sisi saja, padahal varian
sikonnya masih banyak. Coba berdasarkan peluang/probabilitas pada matematika
kolektifnya dan individunya. Berapa banyak varian kejadiannya, berapa banyak
teknik solusinya.
Sejenak
5 menit jadikan pilihan definisi demokrasi ini, sebagai pertanggungjawaban bila
demokrasi terlalu kotor buat kalian.
Bila
demokrasi tanda kutip "yang diinginkan" adalah serupa sistem murni
islam bagi umat terdahulu, maka ia
sejalan dengan syuro (sesuai syariat islam) dan dapat dipakai. syuro dapat
mewakili khalifah selama kekhalifahan yang hak belum terwujud.
Bila
demokrasi itu tanda kutip "yang terjadi" dianggap bertentangan dengan
syariat namun ternyata dalam kasus-kasus tertentu hakikatnya tidak bertentangan
dengan syariat maka sesuai makna, tujuan, niat, maksud, dll maka ia dapat
dijabarkan seperti analogi kisah nabi Musa as dan Khidir. masing-masing
golongan bertanggungjawab sesuai niat dan tindakannya.
Bila
demokrasi itu tanda kutip "yang dipaksakan" adalah sistem kafir, dan
maka ia sesuatu yang dipaksakan adanya, yang mau tidak mau berimbas pula bagi
keyakinan anti demokrasi, maka lihatlah asbab turunnya surah an-Nahl: 106,
sebagai analogi perbandingan.
Lihatlah
dan pelajari hadis mengapa jaman ini disebut jaman diktaktor/jaman kepemimpinan/kerajaan
yang memaksakan kehendak (bukan
datang dari agama islam) dan kita masih dalam jaman tersebut. Lihatlah secara
khusus dan umumnya semua kaitannya.
Pelajarilah
lebih dalam makna-makna dan maksud-maksud pada kisah penyerangan Bani
Quraidhah. Ketika berangkat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berpesan agar
para sahabat tidak shalat kecuali setelah tiba di tujuan. Tapi ternyata sebelum
sampai di perkampungan Bani Quraidhah waktu shalat Ashar sudah tiba. Maka
sebagian sahabat mengerjakan shalat di tengah perjalanan, dengan alasan Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyuruh mengakhirkan shalat. Yang lain
memegangi ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yakni tidak mengerjakan
shalat hingga tiba di tujuan, walau sudah habis waktunya. Dalam kasus ini Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mencela salah satu dari kedua pihak.
Al-Jami’ush Shahih al-Bukhari-Muslim.
Pada
kisah tersebut, ada tujuan perjalanan akhir yang sama, masih ada persatuan dan
masih saling bantu-membantu dalam memenangkan agama, belum ada fitnah pihak
ketiga, penerimaan yang elegan dan sesuai aturan akhir yang diinginkan.
Mereka
yang didalam sistem bisa membantu kalian mengatur syariah pemerintahan yang
akan makin memudahkan gerak langkahmu, memudahkan urusan sosial masyarakat yang
kau pula ada didalamnya, memudahkan kau mempersiapkan peralatan, mendukung
langkahmu, dsb. biarkan pembuktian mereka berjalan dan terlihat bukankah tuntutan
masyarakat adalah “pembuktian” baru bisa bertindak lebih dalam dan sangat dalam
atau bisa saja menjamin stabilitas kawasan dalam damai, sampai teralihkan
ketika tanda-tanda khalifah ada.
Maksud
hati sih sebenarnya menginginkan kalian untuk sisipkan waktu membantu/menolong
saudaramu yang bergerak di dalam sistem agar mereka dominan dan menang, cukup
memilihnya dalam 5 menit, kemudian lanjutkan dakwah kalian diluar sistem bila
memang itu yang kalian inginkan. Bukankah itu tidak mengganggu waktu, apakah
masuk sebentar ini melanggar syariat?, apakah sejenak ini kotor pula? Pertimbangkanlah
kestategisannya dan maslahat jangka pendek dan jangka panjangnya karena hanya
dengan membantu cukuplah hanya dengan dukungan suaramu dalam bilik suara,
setelah itu kalian bisa keluar lagi dari demokrasi tetap dalam pijakan aliran
jihadi yang kalian persepsikan, sisanya lihat tindakan mereka didalam sistem,
nasehati bila melenceng. Mereka saudaramu telah siap dengan bekalnya
masing-masing dalam menghadapi kekotoran tersebut, toh mereka yang jalan
dikotoran bukan kalian. Berbaik sangka-lah.
Mereka
didalam sistem, kalian diluar sistem. maka bila sewaktu-waktu terjadi
pemberangusan terhadap mereka “pembunuhan besar-besaran umat islam”, kalian
bisa menjadi satu kata dalam tindakan maka element-element islam pun akan
bangun serentak dinegeri ini dari tidurnya dan akan bersatu padu dan malahan
pemimpin garda depan akan menjadi golongan kalian yang mungkin benar-benar
lebih siap. Disitulah ada momentum perlawanan bersenjata yang logis dan dapat
dipahami oleh masyarakat luas.
Melihat
karakteristik individu nusantara, kemungkinannya kecil, adanya pemberangusan
dari dalam, maka akan panjang masa damai di nusantara, masa huruhara akan lebih
pendek dirasakan dinegeri ini. Negeri ini walau terlihat memakai sistem
demokrasi tapi subtansi-subtansinya dan perbaikan perekonomian, pendidikan,
sosial, muamalah, dsb ada dalam naungan syariah yang diridhoiNya.
Bila
pun ternyata ada pemberangusan dari dalam, maka akan terbagi kubu keimanan
tanpa kemunafikan dan kubu kemunafikan tanpa keimanan. Kalian tahu siapa yang
harus dibantu. Dan itu penanda untuk sudah bersikap tegas terhadap kemunafikan,
karena yang menggerogoti umat islam adalah hal ini yang sulit dilihat dan terselubung.
Harapan penulis nusantara punya jangka waktu sedikit panjang dalam damai untuk
sebuah persiapan hingga orang-orangnya mampu memindahkan/menghancurkan gunung.
Bila
pun pihak ketiga atau asing memulai kekacauan, akan ada musuh bersama dari
jiwa-jiwa persatuan nasionalis di nusantara. semua element masyarakan dari
sabang sampai marauke akan bangun. namun ingatlah bisa jadi benar-benar titik
terakhir penyebab komplik mendunia adalah nusantara. Setelah timur tengah, afrika,
ukraina yang memecah rusia-sekutu. apa kalian berani mengambil resiko ini,
wahai pihak ketiga/asing karena itu akan menimbulkan momentum perlawanan
bersenjata yang logis dan dapat dipahami oleh masyarakat luas.
Siapa
bilang golongan-golongan umat islam tidak dapat bersatu dalam satu visi dan
misi kelak.
Bagaimana
solusi persatuan umat ini? Walau itu hanya sejenak, cuma bersatu dalam bilik
pada pemilu dan mungkin saja hanya butuh 5 menit. Bukankah indah. (Mohon maaf
bila penjabarannya kurang detail karena adanya batasan ilmu dan menulis dari
penulis)
Namun
bila dirinci lebih jauh pilihan mana yang lebih baik yang dilakukan kolektif, diantara
: keadaan tetap seperti hari kemarin (tidak ada yang masuk/sedikit yang masuk dalam
sistem), keadaan sejumlah lebih banyak solusi syariah bisa dijalankan (dominan dalam
sistem), keadaan dalam kekacauan fisik entah berapa lama (tidak berhasil
membentuk khalifah) solusi luar sistem, keadaan berhasil membentuk daulah hingga
bergabung ketika berdirinya khalifah (solusi luar sistem)? Pen: ini baru dibagi
4 varian dari sejumlah lebih variannya
Tentu
saja harus dilihat berdasarkan sikonnya negeri, bila awalnya damai seperti
apa?, bila awalnya sudah ada kacau seperti apa?, pewaktuan, kesiapan dan moral
kebanyakan orangnya, dan juga belum tentu yang lebih buruk itu ternyata buruk,
bisa jadi ada banyak kebaikan dibelakangnya, dan pariable-pariable lainnya yang
berkaitan dengan bahasan diatas, seperti fiqh terhadap melawan kudeta atau
membuat kudeta, terhadap melawan revolusi atau membuat revolusi, fiqh
kepemimpinan dan memilih pemimpin, fiqh jihad nafsu atau jihad peperangan, perlindungan
dan penyikapan terhadap non islam, pembelaan eksistensi umat,
kemaslahatan-kemaslahatan dan mudharat-mudharatnya lainnya dan sejumlah pertimbangan
rangkaian pohon anak-anak cabang dan anak-anak ranting lain-lainnya dari yang
harus dipertimbangkan dari 4 pilihan diatas untuk digodok menjadi satu kesatuan
pendapat bersama. Maka bersatu sejenak dalam bilik suara bisa hanya kembali mimpi
saja karena timbulnya pengetahuan baru dan pemikiran baru menjadi 2 persepsi
besar tidak bertemu sepakat walau sebenarnya hanya diminta untuk bersatu dalam bilik suara saja.
Menarik
kata-katanya disimak sejenak.
- Biarin dapet pemimpin kafir, biar perang sekalian ! | Terus kenapa gak perangin
aja sekarang ? kenapa nunggu entar ? #Udah_nyoblos_aja
- Demokrasi itu melemahkan umat Islam | yo wes sampaikan itu juga ke orang2
parpol sekuler & nasionalis, jangan ke kita2 doang #Udah_nyoblos_aja
- Mari perjuangkan Syariah dengan senjata ! | Politik juga senjata bro
#Udah_nyoblos_aja
- Rakyat harus diarahkan untuk melawan demokrasi | dan mereka juga butuh makan.
tetangga ente udah makan belum ? #Udah_nyoblos_aja
- Demokrasi itu Syirik, berarti negara ini negara kafir ! | berarti wajib hijrah
dong ? kan gak boleh tinggal di negeri kafir #Udah_nyoblos_aja
- Gak ada ngaruhnya di pemerintahan kalo parpol Islam dapet gak lebih dari 10
kursi | jangan liat 10 kursinya, liat jutaan umat yg bisa kita dakwahi
dengannya #Udah_nyoblos_aja
- Tuh jagoan ente yang di timur tengah aja di kudeta | lha terus jagoan ente yg
di timur tengah udah bisa bikin khilafah ?? #Udah_nyoblos_aja
- Golput itu hak warga negara | dan memilih pemimpin2 Muslim adalah kewajiban
umat Islam #Udah_nyoblos_aja
- Gak ada Parpol Islam di Indonesia, semuanya sekuler | kalo menurut ente gitu,
ya udah pilih aja yang mudharatnya lebih sedikit untuk umat #Udah_nyoblos_aja
- Yang ikut parpol semuanya Musyrik | ente bertanggung jawab di akhirat atas
tuduhan ente #Udah_nyoblos_aja
- Kita gak bisa mengalahkan kerajaan dengan aturan mereka | tapi kita masuk ke
benteng2 raja dan banyak yg bisa kita lakukan disana. terus udah berapa benteng
musuh yg ente masukin ? #Udah_nyoblos_aja
- Bingung mau milih apa | ini zaman informasi, cari aja infonya #Udah_nyoblos_aja
- Kalo salah pilih kan dosa, mendingan Golput | Hidup itu penuh pilihan. luruskan
niat, cari kebenaran, bersabar, maka kau akan tahu yang benar #Udah_nyoblos_aja
- Demokrasi itu mengubah hukum Islam | Ya udah sekarang kuasai pemerintahan biar bisa
ganti demokrasi dengan hukum Islam #Udah_nyoblos_aja
- Kampanye pake ayat kursi, udah dapet kursi, Ayat dilupain | Ingetin kalo lupa
#Udah_nyoblos_aja
- Demokrasi itu buatan orang Kafir | kita terpaksa memakai demokrasi untuk
jembatan, kalo udah tercapai tujuan juga ditinggalin tuh jembatan
#Udah_nyoblos_aja
- Ganti demokrasi dengan daulah Islamiyah | Ya, sepakat. dan jelaskan caranya
untuk menuju kesana. ini Indonesia bukan Suriah, beda caranya lho ya
#Udah_nyoblos_aja
- Ayo sering-sering berdemo menggugat demokrasi sampe khilafah tegak | kalo kita
lebih memilih masuk ke sistem dan lakukan banyak hal dari dalam. minimal kita
bisa mengurangi mudharat dari Undang2 yang tidak memihak umat #Udah_nyoblos_aja
- Pusing-pusing, kudeta aja | masyarakat kita lebih banyak yang gak ngerti
apa-apa, kasian kalo nanti mereka jadi korban. mendingan dakwahi mereka
#Udah_nyoblos_aja
- Di negeri sono udah ada Daulah Islam | Iya tapi bukan khilafah, jadi gak wajib
Bai'at. kalo ente mau gabung ya silahkan #Udah_nyoblos_aja
- Ntar gimana kalo yang kita pilih berkoalisi dengan parpol sekuler/nasionalis ?
| kalo yang Golput-golput pada nyoblos kan suaranya jadi banyak, jadi gak perlu
koalisi2an #Udah_nyoblos_aja
- Memperjuangkan Islam lewat demokrasi itu kayak masuk lubang Ular | makanya bawa
pelindung & senjata ke lubang Ular. Pelindungnya Iman, senjatanya pikiran
#Udah_nyoblos_aja
- Biarin aja orang kafir yang menguasai Indonesia, ntar kita perangin | Perang
butuh media. apa jadinya kalau mereka memerintah terus diam2 media2 Islam
dibredel ? siapa yang akan menyeru masyarakat untuk berperang nanti
#Udah_nyoblos_aja
- Belum ada satupun pemimpin/politikus yang sesuai kriteria Rasulullah | kalaupun
ada pasti dibunuh/ditangkap/difitnah macam-macam. makanya politikus Islam yang
agamanya baik UNTUK SAAT INI lebih baik untuk tidak terlalu menampakkan diri
sebagai pejuang syariat. Perang itu tipu daya bung #Udah_nyoblos_aja
- Gak ada partai yang benar-benar bersih | Sahabat Nabi aja ada gak ma’shum,
apalagi partai. situ bersih ? #Udah_nyoblos_aja
- Jangan2 yang memperjuangkan Islam lewat demokrasi itu udah kena tipu orang2
kafir | jangan2 yg nyuruh golput juga kena tipu. tolong buktikan, jangan cuma
pake "jangan-jangan" #Udah_nyoblos_aja
- Dengan ikut pemilu, berarti kita sama dengan ikut melegalkan sistem kufur |
Dengan gak ikut pemilu, berpotensi melegalkan penindasan umat Islam oleh kaum
kufar #Udah_nyoblos_aja
- Ribet-ribet, Udah Revolusi aja ! | kapan ? yang mimpin siapa ? duitnya dari
mana ? caranya gimana ? perlengkapannya mana ? ini negara damai loh ya ?
#Udah_nyoblos_aja
- Golput kok diharamin ? | kalo gak mau diharamin ya jangan provokasi umat yang
sepakat ikut pemilu untuk golput #Udah_nyoblos_aja
- Dengan Golput berarti kita memboikot sistem kufur | Dengan memboikot partai2
Islam berarti kita secara tidak langsung mendukung partai2 kufur
#Udah_nyoblos_aja
- Kader partai antum banyak, harusnya perang aja udah | orang2 awam yg gak ngerti
apa2 jauh lebih banyak. kita sih siap2 aja berkorban, lah mereka
?#Udah_nyoblos_aja
- Ane gak percaya sama partai2 Indonesia| hidup butuh kepercayaan. ente makan di
rumah sahabat ente, emang yakin gak bakal diracunin #Udah_nyoblos_aja
- #Udah_Golput_aja | #Udah_nyoblos_aja
- NYOBLOS
PARTAI ISLAM TENTUNYA...juraGEM-kaskus
Terakhir
saudara-saudaramu di demokrasi, mereka yang berusaha didalam sistem bisa jadi
sebagian ada yang punya jiwa jihad yang lebih tinggi darimu dengan tanda kutip penyempitan
maksud dan waktu “saat kekinian dinegeri yang damai ini”. Fitnah kekayaan dan
kekuasaan sangat berat, jihad terhadapat nafsu dalam kekotoran ini tentu saja
adalah jihad yang berat dari pada orang diluar sistem yang tidak kontak
langsung dengan kekuasaan dan imingan kemudahan mendapat harta. Berani memasuki
sistem dengan membawa syariat atau sekedar perbaikan/reformasi
subtansi-subtansi sistem sama saja siap untuk pula menggadaikan taruhan nyawa.
Bila ada pihak ketiga tidak senang dengan salah satu rencana perubahan subtansi
sistem maka teror, pembalikan fitnah bahkan nyawa adalah resiko begitupun bila
mereka mengusik lahan basah pasti ada suara-suara yang tidak senang yang ingin
membungkamnya ataupun sekedar memfitnahnya bahkan yang terparah bila
diberangus, nyawa-nyawa kolektif mereka taruhan besarnya dan contoh ini sudah
banyak. Belum lagi beberapa fitnah-fitnah umum dari suara-suara luar terhadap
penyikapan kekuasaan kepada orang yang langsung kontak dengan kekuasaan,
merekapun akan mendapatkan imbasnya pula walaupun semisal tidak berbuat bahkan
bertindak kebalikkannya. Mereka pun menyiapkan usaha taruhan tenaga, harta dan
bahkan nyawa diluar sistem dengan membantu rakyat dalam bencana, pelayanan
sosial atau hal lainnya. Penulis saja kalah. Terlihat militansi dan loyalitas
mereka terhadap tujuan berislam. Semoga loyalitas kepada Allah SWT dan rasulNya
yang lebih tinggi membawahi loyalitas lain-lainnya. Dan tahu membedakan, kapan
militansi sosial atau kapan militansi peperangan diperlukan dan lebih utama.
Banyak
kata-kata komentar yang penulis jumpai pada sebuah berita tentang “sesuatu”
bernada “Allahuakbar,, saya sudah banyak berbuat dosa,, kali ini jika ada
rekrut perang ke palestina saya akan ikut fisabililah,, mudahan-mudahan Allah
SWT mengampuni dosa saya sekali pun saya sampai mati .... aamiin”. “Kalo
misalkan bener. gw pengen bener jd salah satu dari muslim indonesia yang
ngehabisin israel buat ngurangin dosa gw yg udah seabrek-abrek”, “saya memang
kepingin menjadi syuhada di Palestina untuk menembus dosa-dosa saya yang
membumbung tinggi”, “ingin aku mengatakan bahwa aku siap dan rela mati untuk
islamku.....tapi kembali aku menangis,,,mengingat dosa yg penuh mengotori
jiwaku....apa aku pantas menjadi prajurit allah,apa pantas aku berharap
syahid,,,,,u_u“. Bila orang-orang ini mulai dan tetap istiqomah sesudah ucapannya
itu, ia sudah merupakan ahli jihad bahkan bila tidak sempat berjihad. insyaAllah.
Sungguhnya
penulis dan banyak saudara-saudaramu di demokrasi juga, insyaAllah, siap tidak
siap harus siap bila panggilan itu datang. Namun bila negeri ini masih dalam
keadaan tanah damai, belum menjadi tanah jihad, janganlah berbuat neko-neko kekerasan
(yang dimaksud pembunuhan dan pengeboman) yang akan menyebabkan fitnah keseluruhan
islam dan kita hati-hati pula bila ada yang neko-neko kekerasan bisa jadi ada
fitnah dari pihak ketiga yang mengadu domba. Bila mau sekarang, diluar sana,
hari ini banyak tanah jihad bahkan penulis ingin menyertai kalian. Penulis
berpandangan umum tentang “negeri damai” bahwa sedetikpun memperpanjang keadaan
damai masih lebih baik dari pada kacau. Bukan kita yang memulainya. Mengambil sedikit
kebaikan lebih baik daripada diam membiarkan keburukan atau diam karena menyengaja
keburukan tetap ada dengan tujuan tertentu walau terlihat mulia atau pun
memancing kekacauan dengan cara-cara tidak syar’i walau terlihat bertujuan mulia.
Kita harus mencari asbab perubahan atau peperangan yang diridhoiNya dan tanpa
menghalangi bersatunya umat terhadap penyikapan hal tersebut barulah kemenangan
akhir itu mulia.
Menyikapi
bila semisal umat islam penegak syariat didalam sistem dominan dalam parlemen dan
menguasai pemerintahan pula namun kemudian ternyata diberangus militer. Maka beri
waktu mengultimatum seminggu kepada militer untuk mengembalikan hak kemenangan
yang sesuai aturan main sistem demokrasi itu kembali. Toh mereka yang
diberangus masih saudara sebangsa dan setanah air militer itu sendiri, mereka
tidak merubah NKRI dan mereka tidak mengganti pokok demokrasi itu sendiri dan
masih menghargai Pancasila dan UUD 45, jadi tidak ada landasan pemberangusan
ini dibenarkan kecuali keinginan menghalangi perbaikan dan reformasi negeri, peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan berkeadilan yang tinggi dan penegakan subtansi-subtansi
sistem dengan cara syariat dengan cara islami. Bila tidak dikembalikan maka
disitu terlihat pembagian jelas kemunafikan tanpa iman dan iman tanpa
kemunafikan karena ada orang-orang yang tidak setuju dengan penegakan islam yang
padahal juga masih dalam wacana terbatasi dalam demokrasi itu yang pula sebenarnya
subtansinya tidak membahayakan masyarakat umum. Dapat penulis katakan seharusnya
batasan bicara khalifah, ialah berbicara seluruh dunia, saat berbicara khalifah
tanda-tandanya ada di Mekkah dan masih belum tahu kapan terjadinya dan bahkan
kita pun belum tahu apa khalifah yang hak akan menghapus bentuk negara-negara
atau hanya meminta ketundukan negara-negara terhadap khalifahan. Lawan tanding
khalifahan adalah new world order. Jadi rangka acuan masih bisa batasan negara
dan sistemnya atau NKRI hingga masa penentuannya kelak yang berlaku seluruh
dunia yang waktunya pun belum tahu kapan terjadi berdasarkan tanda-tandanya. Kelemahan
umat islam ada pada kemunafikan yang karena status damai tidak bisa berkutik
menghalaunya secara fisikal, namun kalaulah momentum pemberangusan itu terjadi
maka momentum perlawanan bersenjata yang logis dan dapat dipahami oleh
masyarakat luas akan terjadi, saatnya pula penegasan dan membedakan kemunafikan
dan beriman tersebut karena inilah yang perlu dilakukan tegas diakhir jaman ini
(kemunafikan tersebut adalah pola penerimaan tauhid, aqidah, akhlak, syariat
yang tidak berdasarkan nilai islami dan sunnah nabi). Apakah kalian rela
saudara-saudara kalian diberangus, apakah kalian rela kejadian seperti di
Mesir? Militer yang beriman pun harusnya faham maksud ini dan pilihannya kelak.
Bila semisal hal ini terjadi dinegeri damai ini maka adalah momentum daulah islamiyah
pilihannya. Tapi kalaupun ada pilihan dinegeri damai ini dimana diawali demokrasi,
yang mana sebenarnya pemenang dominan parlemen bisa pula merubah seluruh sistem
demokrasi karena kemenangan suaranya diparlemen yang biasanya ujung-ujungnya
voting, ini adalah kelemahan krusial sistem demokrasi itu sendiri, dapat saja
membolak-balik semua undang-undangnya, pilihan daulah islamiyah dapat saja
terjadi langsung selama kita harus mencari asbab yang diridhoiNya, tidak
memancing kekacauan dan tanpa menghalangi bersatunya umat terhadap penyikapan
hal tersebut barulah kemenangan akhir itu mulia. Pertanyaannya apakah semua
element masyarakat dan pemerintahan sipil militer siap dan mau? Sudahkah usaha
dakwahnya menyentuh seluruhan element dan diterima keseluruhan? Sudah siap
dengan resiko-resikonya? Selain itu lihat secara global dan khusus rangkaian cabang-cabang
dan ranting-ranting terkait dari keseluruhan masalah ini, apa telah memenuhi
standartnya atau tidak? Dan itupun kalau menang mutlak, belum direbut sudah ribut.
Catatan
dari penulis : penulis merasa tidak mempunyai ilmu, terasa pula bahwa ilmu itu
sangat luas adanya, oleh karena itu dapat dikatakan penulis adalah sama seperti
orang awam kebanyakan dan masih banyak kekurangan-kekurangan pada diri penulis
maka pelajari atau kritiklah dan ambillah yang bermanfaat dan buanglah yang
tidak bermanfaat dari tulisan dan kumpulan tulisan dari tulisan ini. Wallahu
a’lam.
Bila ingin membaca lebih lanjut ebook ini, Klik tulisan ini untuk kembali ke-link-link di daftar isi
Anda sedang membaca artikel tentang Rahasia Tersembunyi Mata Uang dan anda bisa menemukan artikel Rahasia Tersembunyi Mata Uang ini dengan url http://manfaatputih.blogspot.com/2014/02/rahasia-tersembunyi-mata-uang.html, anda boleh menyebarluaskannya atau mengcopypaste-nya jika artikel Rahasia Tersembunyi Mata Uang ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda, namun jangan lupa untuk meletakkan link Rahasia Tersembunyi Mata Uang sebagai sumbernya.
7 komentar:
Dihujat dengan membenturkan Islam dan partai politik Islam yang korupsi. Dihujat dengan membenturkan Islam dan tokoh Islam yang sesat dan berzina. Terlepas dari kekurangan itu semua, saya yakin dengan sebagian kecil tokoh Islam tadi yang komitmen dan rela berkorban masuk ke demokrasi demi kepentingan Islam, kebaikannya jauh lebih besar daripada kekurangannya. Saya jadi teringat dengan sabda Rasulullah SAW: Jika air mencapai dua kulah, maka ketika ada najis masuk kedalamnya, maka air itu tidak dikatakan ternajisi (selama warna, rasa dan bau tidak berubah). Kalau batasan air hanya dua kulah, bukankah kebaikan-kebaikan tokoh/Partai politik (Parpol) Islam sudah lebih dari itu? Tidak, bahkan jauh lebih dari itu. Bukankah Tokoh/Parpol Islam yang terus menerus mendakwahi umat Islam?
Ada hikmah lain yang sebenarnya bisa kita petik dari surat Ar-Rum di tengah hujatan yang terus berlangsung. Dalam surat Ar-Rum diceritakan bahwa Romawi dengan agamanya yang Nashrani dan Persia dengan agamanya yang Majusi (penyembah api), pernah berperang. Lalu orang Mekkah termasuk Rasulullah menginginkan Romawi yang memenangkan peperangan itu. Hingga akhirnya Romawi menang dan orang Mekkah gembira. Pertanyaannya mengapa orang Mekkah termasuk Rasulullah menginginkan Romawi yang menang? Padahal Romawi agamanya kafir. Dan mengapa malah mereka gembira? Salahkah mereka senang ketika kafir menang? Hukum asalnya salah bila mereka senang atas kemenangan orang kafir.
Namun ketika ada dua kerusakan, mereka memilih kerusakan yang lebih kecil Karena saat itu agama Persia benar-benar menyekutukan Allah sedangkan agama Romawi masih menyembah Allah. Kalau dulu mereka menginginkan salah satu kelompok kafir yang menang karena kerusakannya lebih kecil, maka sudah sepantasnya sekarang umat Islam menginginkan kemenangan tokoh/Parpol Islam yang kerusakannya jauh lebih kecil dari tokoh/Parpol sekular,liberal, dan kafir dalam Pemilu 2014 ini.
Wallahu a‘lam.
KARAWANGID.COM,- Tulisan ini adalah catatan saya selama mengikuti pengajian politik Islam. Berbicara Pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia,ada dua kerusakan untuk umat Islam. Pertama bila umat Islam tidak memilih, maka kafir bisa memimpin. Kedua bila umat Islam memilih,maka Islam yang akan memimpin namun masuk ke dalam demokrasi. Dalam Islam, ketika ada dua kerusakan, maka pilihlah satu yang lebih kecil dampaknya. Ketika ada dua kebaikan, maka pilihlah satu yang lebih besar manfaatnya.
Tokoh Masjumi, Prawito Mangkusasmito pernah mengatakan untung ruginya perjuangan harus dinilai dengan untung ruginya Islam. Untungnya kalau tidak memilih, sebagian kecil umat Islam tidak dikorbankan untuk masuk ke demokrasi. Ruginya kalau tidak memilih, seluruh umat Islam dipimimpin oleh orang kafir yang bisa saja melarang umat Islam berdakwah dan beribadah.
Untungnya kalau memilih, seluruh umat Islam diizinkan berdakwah dan beribadah oleh pemimpin yang Islam. Ruginya kalau memilih, sebagian kecil umat Islam dikorbankan untuk masuk ke demokrasi. Dari untung rugi tadi, maka jelas Islam akan lebih rugi kalau umatnya tidak memilih dan akan lebih untung kalau umatnya memilih.
Meskipun begitu, saya menghormati dan tidak menyalahkan sikap kelompok Islam yang tetap teguh tidak memilih demokrasi. Saya juga yakin bahwa demokrasi itu memang bukan Islam. Demokrasi seperti daging babi, haram sebenarnya dipilih. Walaupun dalam kondisi darurat daging babi boleh dimakan, tapi tidak berarti mengubah hukum daging babi yang haram jadi halal. Sama halnya dengan bolehnya memilih demokrasi dalam kondisi darurat di Indonesia saat ini. Tidak berarti mengubah hukum demokrasi yang haram jadi halal.
Saya katakan darurat karena hari ini saja kita dipimpin oleh presiden yang Islam, tapi hukum Islam tidak ditegakkan. Polwan dan pelajar masih dilarang berjilbab, aliran sesat yang mengancam aqidah umat Islam tidak diberangus, minuman keras dan rokok dilegalkan, obat-obatan yang haram digampangkan untuk dihalalkan, kekayaan sumber daya alam direlakan untuk dijajah, pendidikan formal disekularkan, keluarga berencana dan kondom dipromosikan, lokalisasi pelacuran diizinkan, Miss World digelar, riba seperti bunga bank dihadiahkan, pajak diwajibkan dan seterusnya. Bagaimana kalau Indonesia dipimpin oleh presiden yang kafir ? Yang Allah sudah pastikan dalam surat Ali Imran ayat 118 bahwa orang kafir tidak akan henti-hentinya menimbulkan bahaya, membenci,menyukai dan menginginkan kesusahan pada umat Islam.
Namun sedihnya, saat sebagian kecil tokoh Islam sudah komitmen dan rela berkorban masuk ke demokrasi demi kepentingan Islam, tapi malah terus dihujat oleh sebagian umat Islam sendiri. Dihujat dengan membenturkan Islam dan demokrasi. Dihujat dengan membenturkan Islam dan jabatan. Dihujat dengan membenturkan Islam dan kekuasaan. Dihujat dengan membenturkan Islam dan kekayaan.
jangan sampai indonesia muncul syufyani seperti di mesir itu
tergantung sikap militer beriman. ada juga kemungkinan lainnya, bila sekuler masih memimpin, kekacauan bisa pula terjadi yang mungkin saja karena hilangnya kesabaran masyarakat pada keadaan negeri, semuanya ada kemungkinannya, yang terpenting sih yang nyata dekat dulu. menangkan partai islam, bila menangkan yang banyak diparlemen aleg ulama dan cendikiawan islam, bila merumuskan sesuatu tentu nilai islami lebih kedepan. nah suara ini mirip syuro, karena biar mau dijegal pun tetap bisa menang dengan voting alias suara non islami bisa dianggap tidak ada/tidak mampu mengambil keputusan, masalahnya kalau tidak dominan nilai syuronya hampir nga ada. ini di parlemen
kita dapat mendefinisikan syura sebagai proses memaparkan berbagai pendapat yang beraneka ragam dan disertai sisi argumentatif dalam suatu perkara atau permasalahan, diuji oleh para ahli yang cerdas dan berakal, agar dapat mencetuskan solusi yang tepat dan terbaik untuk diamalkan sehingga tujuan yang diharapkan dapat terealisasikan [Asy Syura fi al-Kitab wa as-Sunnah hlm. 13
syura (musyawarah) disyari’atkan dalam agama Islam, bahkan sebagian ulama menyatakan bahwa syura adalah sebuah kewajiban, terlebih bagi pemimpin dan penguasa serta para pemangku jabatan. Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan nabi-Nya bermusyawarah untuk mempersatukan hati para sahabatnya, dan dapat dicontoh oleh orang-orang setelah beliau, serta agar beliau mampu menggali ide mereka dalam permasalahan yang di dalamnya tidak diturunkan wahyu, baik permasalahan yang terkait dengan peperangan, permasalahan parsial, dan selainnya. Dengan demikian, selain beliau shallallahu’alaihi wa sallam tentu lebih patut untuk bermusyawarah” [As Siyasah asy-Syar'iyah hlm. 126
salah satu partai pun punya mekanisme syuro di partainya, dan keputusan-keputusan partai selalu merujuk kesepakatan syuro, juga mungkin pertimbangan presiden pun (bila menang) akan mendapat masukan dan mendengar keputusan dari syuro partainya pula terlebih dahulu. nah syuro partai ini diisi oleh cendikiawan sfesifik ilmu dan ulama. ini masukan ke pemerintah
saat samarkand jatuh ketangan pasukan muslim, orang samarkand datang ke khalifah protes
Melihat kota Samarkhand telah dikuasai dengan tiba-tiba, mereka pun lantas mengajukan keberatan kepada panglima perang. Kenapa mereka keberatan? Sebab mereka tahu bahwa penaklukan yang terjadi dini hari itu tidak sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad, tidak sesuai dengan sunnah Rasululullah, sehingga mereka mengajukan keberatan. Selama ini mereka mendengar bahwa jika ada tentara Islam yang hendak menawan sebuah kota, sesuai dengan ajaran Nabi mereka, maka mereka akan memberitahukan terlebih dahulu kapan mereka akan tiba, melalui pintu kota sebelah mana mereka akan menyerang, berapa jumlah personel yang dikerahkan, kemudian tentara Islam dilarang oleh Rasulullah untuk menghancurkan bangunan, membunuh anak-anak, orang-orang lanjut usia dan wanita serta musuh yang sudah menyerah, juga dilarang menghancurkan tempat-tempat ibadah, dilarang merusak pohon-pohon dsb.
Bagi Rasulullah dan tentara Allah yang haq, mengislamkan musuh lebih mulia daripada membunuh atau menawannya dalam keadaan kafir. Sebab salah satu tujuan jihad dalam Islam bukan hendak membunuh musuh sebanyak-banyaknya tetapi justru menyelamatkan musuh sebanyak-banyaknya, yaitu dengan membawa mereka ke dalam agama yang selamat lagi menyelamatkan yaitu Islam.
Maka rakyat Samarkhand kemudian mengirim utusan kepada khalifah Sayidina Umar bin Abdul Aziz tentang keberatan mereka dalam penaklukan Samarkhand. Khalifah pun faham apa yang terjadi, lantas beliau memanggil hakimnya untuk mengadili panglima perang dan seluruh pasukan yang terlibat. Akhirnya diputuskan bahwa penaklukan Samarkhand yang baru saja dilakukan adalah tidak sah menurut hukum Islam, dan pasukan yang terlibat mendapat hukuman yaitu dengan cara meminta maaf satu per satu kepada seluruh penduduk kota Samarkhand.
Maka terjadilah peristiwa luar biasa, pasukan Muslim yang mencapai jumlah ribuan itu lantas bertebaran keseluruh pelosok kota, door to door, untuk meminta maaf kepada seluruh penduduk kota Samarkhand tanpa terkecuali. Bagi mereka ketaatan kepada Allah, Rasulullah dan Pemimpin adalah lebih utama.Sungguh peristiwa luar biasa,
mengharukan, dan ajaib, yang belum pernah diajarkan oleh Pemimpin ataupun diajarkan dalam ilmu perang mana pun. Itulah indahnya Islam.
Beberapa bulan kemudian dilakukan lagi ekspedisi oleh tentara Muslim ke Samarkhand. Kali ini tentu saja semua dilakukan dengan Standard Operating Procedure (SOP) yang diajarkan Rasulullah SAW.
Maka apa yang terjadi? Yang terjadi adalah sebuah keajaiban. Tanpa disangka-sangka, penduduk Samarkhand ternyata sudah menanti di depan pintu kota untuk menyambut pasukan Islam tersebut, bukan dengan senjata tetapi dengan senyuma hangat yang penuh harapan. Mereka berbondong-bondong ingin memeluk Agama Islam, karena mereka telah merasakan akhlak Islam yang sungguh agung yang diajarkan Rasulullah SAW, dan merasakan bahwa hanya dengan Islam mereka akan mendapat keselamatan. Hati mereka sugguh puas dan redha menerima kedatangan Islam.
selain itu ini adalah teladan kekastrian dengan jalan terang-terangan, bukan diam membiarkan keburukan atau diam karena menyengaja keburukan tetap ada dengan tujuan tertentu walau terlihat mulia atau pun memancing/menunggu kekacauan dengan cara-cara tidak syar’i walau terlihat bertujuan mulia (agak licik menurut saya)
bila menang kita bisa tunjukkan dalam berapa masa 5-10 tahun bahwa iniloh solusi syariat islam, dimana masyarakat butuh bukti, mungkin perbaikan ekonomi dan penurunan harga-harga dan perbaikan kesejahteraan, pendidikan, kesehatan, kestabilan keamanan dan hilangnya/kurangnya kriminalitas, termaksud rasa aman kaum minoritas. sesuatu yang universal diingankan masyarakat untuk kebaikannya didalam negara. setelahnya mungkin malahan masyarakat sendiri yang bakal ingin dan menyuarakan mengganti sistem keseluruhan dengan kesadaran mereka sendiri tanpa merasa dipaksa karena adanya pembuktian ini bahwa ternyata solusi itu buat kebaikan mereka pula dan nyata terasa manfaatnya. itu sih kalau masyarakatnya mau dengan sendiri atau kalau jalannya normal dan cepat nga da tangan pihak ketiga, aseng dan asing atau dicobanya digagalkannya pemilu dan itupun kalau menang suara. ini salah satu solusi, solusi lain sesuaikan dengan sikonnya ntar.
Posting Komentar
Beri Komentarmu disini!