A. Abu Bakar
As-Siddiq
Riwayatnya
Abu Bakar bin Abu Quhafah, turunan bani Taim bin Murrah, bin Ka’ab, bin Lu’ai,
bin Kalb Al-Qurasyi. Pada Murrah bertemulah nasabnya dengan Rasul. ibunya Ummul
Khair Salma binti Sakhr bin Anrir, turunan Taim bin Murrah juga . Dia lahir
pada tahun kedua dari tahun gajah, jadi dua tahun lebih tua Rasulullah daripadanya.
Sejak mudanya telah masyhur budinya yang tinggi dan perangai- nya yang terpuji.
Dia sanggup menyediakan segala bekal rumah-tangganya dengan usahanya sendiri.
Sebelum Rasulullah diutus, persahabatan mereka telah karib juga
Tatkala telah ditetapkan Beliau
menjadi Nabi, maka Abu Bakarlah laki-laki dewasa yang mula-mula sekali
mempercayainya. Rasulullah paling sayang dan cinta kepada sahabatnya itu,
karena dia adalah sahabat yang setia dan hanya satu-satunya orang dewasa
tempatnya mesyuarat di waktu pejuangan dengan kaum Quraisy saat sangat hebat-hebatnya.
Tiap-tiap orang besar mempunyai kelebihan sendiri, yang akan diingat orang bila
menyebut namanya. Abu Bakar masyhur dengan kekuatan kemahuan, kekerasan hati,
pemaaf tetapi rendah hati, dermawan dan berani bertindak lagi cerdik.
Di dalam mengatur pemerintahan,
meskipun tidak lama, masyhur siasatnya yang mempunyai semboyan keras tak dapat
dipatahkan, lemah lembut tetapi tak dapat disenduk. Hukuman belum dijatuhkan
sebelum pemeriksaan memuaskan hatinya, sebab itu diperintahkannya kepada
wakil-wakilnya di tiap-tiap negeri supaya jangan tergesa-gesa menjatuhkan
hukum. Salah menghukum seseorang hingga tidak jadi terhukum, lebih baik
daripada salah hukum yang menyebabkan yang tidak bersalah sampai terhukum.
Meskipun sukar hidupnya, pantang benar baginya mengadukan halnya kepada orang
lain. Tidak ada orang yang tahu kesusahan hidupnya, kecuali beberapa orang
sahabatnya yang karib yang senantiasa memperhatikan dirinya, sebagai Umar.
Setelah dia diangkat menjadi
Khalifah, beberapa bulan dia masih meneruskan perniagaannya yang kecil itu.
Tetapi kemudian ternyata rugi, sebab telah menghadapi urusan negeri sehingga
dengan permintaan orang banyak, pemiagaan itu diberhentikannya dan dia
mengambil kadar belanja tiap hari daripada kas negara.
Jadi
Khalifah
Rasulullah memegang dua jabatan,
pertama menyampaikan kewajiban sebagai seorang suruhan Tuhan. Kedua bartindak
selaku kepala kaum Muslimin. Kewajiban pertama telah selesai seketika dia
menutup mata, tetapi kewajiban yang kedua, menurut partimbangan kaum Muslimin
ketika itu perlu disambung oleh yang lain, karena suatu umat tidak dapat
tersusun persatuannya kalau mereka tidak mempunyai pemimpin. Sebab itu perlu
ada gantinya (khalifahnya).
Belum lagi Rasulullah
dikebumikan, telah timbul dua macam pendapat. Pertama ialah menentukan pangkat
Khalifah itu di antara kaum keluarga Rasulullah yang terdekat. Pendapat pertama
ini terbagi dua pula. Pertama rnenentukan pangkat Khalifah itu dalam persukuan
Rasulullah. Kedua hendaklah ditentukan di dalam rumah-tangganya yang sekarib-karibnya.
Di waktu dia menutup mata adalah orang yang paling karib kepadanya pamannya
(saudara ayahnya) Abbas bin Abdul Muttalib dan anak saudara ayahnya Ali dan
‘Aqil, keduanya anak Abu Thalib. Kelebihan Ali daripada Abbas dan ‘Aqil ialah
karea dia menjadi menantu pula dari Rasulullah, suami dari Fatimah.
Kelebihan Abbas ialah dia waris
yang paling dekat kepada beliau. Artinya jika sekiranya tidaklah ada beliau
meninggalkan anak dan isteri, maka Abbas itulah yang akan menjadi ‘ashabah
(waris yang menerima sisa harta) yakni kalau harta Rasulullah boleh diwariskan.
Pendapat kedua: Khalifah hendaklah orang Ansar. Setelah Rasulullah berpulang, berkumpullah
kepala-kepala kaum Ansar di dalam sebuah balairung kepunyaan bani Sa’idah, baik
Ansar pihak Aus mahupun Ansar dari persukuan Khazraj. Maksud mereka hendak
memilih Sa’ad bin ‘Ubadah menjadi Khalifah Rasulullah, sebab dialah yang paling
terkepala dari pihak kaum Ansar ketika itu.
Apa lagi Sa’ad sendiri telah berpidato
kepada mereka menganjur-anjurkan bagaimana keutamaan dan kemuliaan kaum Ansar,
terutama dalam membela Rasulullah dan mempertahankan agama Islam, sehingga
beroleh gelar Ansar, artinya pembela, tidak ada orang lain yang berhak menjabat
pangkat itu melainkan Ansar. Perkataannya itu sangat mendapat perhatian dari
hadirin, semuanya setuju. Tetapi salah seorang di antara yang hadir bertanya:
‘Bagaimana kalau saudara-saudara kita orang Quraisy tidak setuju, dan sekiranya
mereka kemukakan alasan bahwa merekalah kaum kerabat yang karib dan ahli
negerinya, apa jawab kita?’ Seorang Ansar menjawab saja dengan cepat: ‘Kalau
mereka tidak setuju, lebih baik kita pilih saja seorang Amir dari pihak kita
dan mereka pun memilih pula Amir dari pihaknya, dan kita tidak mahu dengan
aturan yang lain.’ Sa’ad membantah sangat pendapat itu, dia berkata: ‘Itulah
pangkal kelemahan.’
Berita permesyuaratan itu lekas
sampainya kepada orang-orang besar dalam Muhajirin, sebagai Abu Bakar, Umar,
Abu ‘Ubaidah dan lain-lain. Sebentar itu juga dengan segera mereka pergi ke
balairung itu. Baru saja sampai Abu Bakar terus berpidato:
‘Allah
Ta’ala telah memilih Muhammad menjadi RasulNya, membawa petunjuk dan kebenaran.
Maka diserunyalah kita kepada Islam, dipegangnya ubun-ubun kita semuanya dan
dipengaruhinya bail kita. Kamilah kaum Muhajirin yang mula-mula memeluk Islam,
kamilah keluarga Rasulullah, dan kamilah pula suatu kabilah yang boleh
dikatakan menjadi pusat perhubungan semua kabilah di Tanah Arab ini, tidak ada
satu kabilah pun yang tidak ada perhubungannya dengan kami. Dan kamu pula, kamu
mempunyai kelebihan dan keutamaan. Kamu yang membela dan menolong kami, kamulah
wazir-wazir besar kami di dalam pekerjaan besar agama ini, dan wazir
Rasulullah, kamulah saudara kandung kami di bawah lindungan Kitabullah, kamu
kongsi kami dalam agama, baik di waktu senang apa lagi di waktu susah.
Demi
Allah, tidak ada kebaikan yang kami dapati, melainkan segala kebaikan itu kamu
pun turut menanamnya. Kamulah orang yang paling kami cintai, paling kami
muliakan, dan orang-orang yang paling patut takluk kepada kehendak Allah
mengikut akan suruhNya. Janganlah kamu dengki kepada saudara kamu kaum
Muhajirin, sebab kamulah sejak dahulunya orang yang telah sudi menderita susah
lantaran membela kami. Saya percaya sungguh, bahwa haluan kamu belum berubah
kepada kami, kamu masih tetap cinta kepada Muhajirin. Saya percaya sungguh,
bahwa nikmat yang telah dilebihkan Tuhan kepada Muhajirin ini tidak akan kamu
hambat, saya percaya sungguh bahwa kamu tidakkan dengki atas ini: Sekarang saya
serukan kamu memilih salah seorang daripada yang berdua ini, iaitu Abu ‘Ubaidah
atau Umar, keduanya saya percaya sanggup memikulnya, dan keduanya memang
ahlinya.’
Setelah selesai pidato Abu Bakar
itu, maka berdirilah Khabbab bin Al-Munzir berpidato pula:’Wahai sekalian Ansar, pegang teguh hakmu, seluruh manusia di pihakmu
dan membelamu, seorang pun tidak ada yang akan berani melangkahi hakmu, tidak
akan diteruskan orang suatu pekejaan, kalau kamu tak campur di dalam. Kamu ahli
kegagahan dan kemuliaan, kaya dan banyak bilangan, teguh dan banyak pengalaman,
kuat dan gagah perkasa. Orang tidak akan melangkah ke muka sebelum melihat
gerak kamu. Kamu jangan berpecah, supaya maksud kita jangan terhalang. Kalau
mereka tidak hendak memperhatikan juga, biarlah mereka beramir sendiri dan kita
beramir sendiri pula.’ Mendengar itu Umar lalu menyambung pembicaraannya: ‘Jangan, itu sekali-kali jangan disebut:
Tidak dapat berhimpun dua kepala dalam satu kekuasaan.’ Khabbab berdiri
kembali: ’Sekalian Ansar! Pegang teguh
hakmu jangan undur, jangan didengarkan cakap orang ini dan kawan- kawannya,
lepas hakmu kelak.’ Hebat sekali pertentangan Umar dengan Khabbab. Dengan
tenang Abu ‘Ubaidah tampil ke muka dan berkata: ‘Kaum Ansar! Ingatlah bahwa kamu yang mula-mula menjadi pembela dan
penolong, maka janganlah kamu pula yang mula-mula menjadi pemecahan dan
penukar.’ Dengan tangkas Basyir bin Sa’ad tampil ke muka, dia seorang yang
terpandang dalam golongan Ansar dari Aus: ‘Wahai
kaum Ansar, memang, demi Allah, kita mempunyai beberapa kelebihan dan
keutamaan, di dalam pejuangan yang telah ditempuhi oleh agama ini. Tetapi ingatlah,
pekerjaan besar itu kita kerjakan bukanlah lantaran mengharap yang lain,
hanyalah semata-mata mengharapkan redha Allah dan taat kepada Nabi kita, untuk
penunjukan diri kita masing-masing kepada Tuhan! Sebab itu tidaklah patut kita
me-manjangkan mulut menyebut-nyebut jasa itu kepada manusia, jangan diambil
menyebut-nyebut jasa itu untuk peningkat dunia. Ingatlah bahwa Allah telah
memberi kita kemuliaan dan pertolongan bukan sedikit. Ingat pula bahwa Muhammad
itu terang dari Quraisy, kaumnya lebih berhak menjadi penggantinya mengepalai
kita. Demi Allah, saya tidak mendapat satu jalan untuk menentang mereka pada
pekejaan yang telah terang ini. Takutlah kepada Allah, jangan bertingkah dengan
saudara-saudara kita Muhajirin, jangan berselisih!’ Majlis tenang!.
Ketika itu berkatalah Abu Bakar: ‘Ini ada Abu ‘Ubaidah dan Umar, pilihlah
mana di antara keduanya yang kamu sukai dan bai’atlah!’ Dengan serentak
keduanya membantah: ’Tidak, tidak. Demi
Allah, kami tidak akan mahu menerima pekerjaan besar ini selama engkau masih
ada, engkaulah orang Muhajirin yang lebih utama, engkaulah yang berdua saja
dengan Rasulullah di dalam gua ketika terusir, engkaulah yang ditetapkannya
menjadi gantinya sembahyang seketika dia sakit, ingatlah bahwa sembahyang itu
seutama-utama agama orang Islam! Siapakah yang akan berani melangkahimu dan
memegang pekerjaan ini…? Tadahkan tanganmu, kami hendak membai’atkan engkau!’
Lalu Umar mengambil tangannya dan membai’atnya, setelah itu mengikut Abu
‘Ubaidah, diiringi oleh Basyir bin Sa’ad. Basyir dari golongan Ansar persukuan
Aus, Sa’ad bin ‘Ubadah dari persukuan Khazraj, Aus jauh lebih kecil
persukuannya daripada Khazraj. Kalau sekiranya jadi pekerjaan Khalifah
diberikan kepada Ansar, tentu Aus selamanya tidak juga akan mendapat giliran karena
kecilnya. Ini kelak akan mendatangkan fitnah juga dalam negeri Madinah,
menimbulkan permusuhan jaman jahiliyah. Pilihan yang ditimbang oleh Basyir
ketika berpidato itu. Demi melihat Basyir membai’at, maka berduyun-duyunlah
anggota Aus yang lain mem-bai’at Abu Bakar. Melihat itu, maka anggota-anggota
Khazraj pun telah terpengaruh pula olehnya. Selesai pertemuan itu, kesemuanya
tampil ke muka membai’at Khalifah yang tercinta itu, sehingga Abu ‘Ubaidah yang
duduk bersandar ke dinding karena tidak boleh berdiri lantaran demam, hampir
terpijak.
Adapun Ali bin Abu Thalib, ia
tidak hadir di situ, lantaran sedang menjaga jenazah Rasulullah, dan
ketidak-hadirannya itu menjadi alasan pula baginya untuk tidak turut membai’at.
Melihat ramai pihak yang telah datang berduyun-duyun mem- bai’at Abu Bakar,
maka bani Hasyim pun tidaklah dapat mengelakkan diri lagi, apalagi setelah
mereka mengerti bahwa khalifah itu bukanlah sama dengan pangkat kenabian.
Insaflah mereka bahwa perkara ini bukan perkara urusan keluarga, tetapi urusan
siapakah orang yang paling mulia di sisi Nabi, padahal mereka semuanya memang
mengakui akan keutamaan Abu Bakar Apakah lagi suatu kelebihan yang lebih utama
daripada menjadi wakil Rasulullah bersembahyang di waktu sakitnya. Kalau
Rasulullah sendiri telah percaya kepadanya dalam urusan dunia, iaitu memerintah
umat, Ali sendiri pun akhirnya mem-bai’atnya juga, iaitu beberapa waktu setelah
wafat isterinya Fatimah binti Rasulullah itu.
Pidato
Abu Bakar
Setelah selesai orang membai’at
itu, Abu Bakar pun berpidatolah, sebagai sambutan atas kepercayaan orang banyak
kepada dirinya itu, penting dan ringkas: ’Wahai
manusia, sekarang aku telah menjabat pekerjaan kami ini, tetapi tidaklah aku orang
yang lebih baik daripada kamu. Maka jika aku lelah berlaku baik dalam
jabatanku, sokonglah aku. Tetapi kalau aku berlaku salah, tegakkanlah aku
kembali. Kejujuran adalah suatu amanat, kedustaan adalah suatu khianat. Orang
yang kuat di antara kamu, pada sisiku hanyalah lemah, sehingga hak si lemah aku
tarik daripadanya. Orang yang lemah di sisimu, pada sisiku kuat, sebab akan ku
ambilkan daripada si kuat akan haknya, Insya Allah. Janganlah kamu suka
menghentikan jihad itu, yang tidak akan ditimpa kehinaan. Taatlah kepadaku
selama aku taat kepada Allah dan RasulNya. Tetapi kalau-kalau langgar
perintahNya, tak usahlah aku kamu taat dan ikut lagi. Berdirilah sembahyang,
moga- moga rahmat Allah meliputi kamu.’
Tentera
Usamah
Bukanlah urusan bai’at yang sulit
itu saja bahaya yang menimpa umat Islam sewafat Rasulullah. Tetapi baru saja
tersiar khabar kematian itu ke seluruh pojok Tanah Arab bergeraklah orang-orang
munafik yang hendak mencari keuntungan diri sendiri, timbullah golongan kaum
murtad dan Nabi-nabi palsu, semuanya hendak memberontak melepaskan diri daripada
persatuan Islam yang baru tegak itu. Sedang kaum Muslimin sendiri ketika itu di
dalam susah besar dan kemasyghulan lantaran kematian Nabi. Kaum pemberontak itu
baru saja memeluk Islam, mereka belum tahu hakikat agama, masuknya ke agama
hanya dibondong gerakan ramai, dan segan kepada kekuasaan Nabi. Tentu saja
setelah Nabi wafat mereka hendak belot.
Ada satu golongan pula yang sudi
juga mendirikan sembahyang, tetapi tidak hendak mengeluarkan zakat lagi.
Demikian besar bahaya yang sedang mengancam, sedikit pun tidak kelihatan
perubahan muka Abu Bakar. Ada orang mengatakan kepadanya supaya orang-orang yang
tidak sudi mengeluarkan zakat itu tak usah diperangi, karena mereka masih sudi
sembahyang. Tetapi dengan tegas beliau berkata: ‘Tidak, penderhaka yang hendak memperbedakan sembahyang dengan zakat
itu mesti kuperangi juga, walau saya akan dihambat dengan ikatan sekalipun.’.
di dalam nash perkataan sholat sering diiringi dengan zakat, maka tidak benar
bila membeda-bedakan dan memilih-milih salah satu syariat-syariat agama yang
wajib dan membuang syariat yang diinginkan oleh hawa nafsu sendiri.
Tetapi sebelum mengatur persiapan
memerangi pemberontak- pemberontak itu, Abu Bakar lebih dahulu hendak menyempurnakan
angkatan perang di bawah pimpinan Usamah yang usianya masih terlalu muda, baru
kira-kira 17 tahun. Dia diangkat oleh Rasulullah menjadi kepala perang, tetapi
pejalanannya diundurkan lantaran kematian Rasulullah. Banyak ketua-ketua
Quraisy menjadi serdadu di bawah perintahnya.
Demi setelah Rasulullah wafat,
Umar meminta supaya pengiriman Usamah itu diundurkan saja karena banyak yang
lain yang lebih penting, atau tukar dengan kepala tentera yang lebih tua.
Dengan gagah dia mendekati Umar dan menunjukkan kuasa dan kekerasannya kepada
sahabatnya itu: ‘Celaka engkau, wahai
anak si Khattab, Rasulullah sendiri yang mengangkat dia, belum lama lagi dia
terkubur, engkau menyuruh saya mengubah perintahnya?’ Pemberangkatan Usamah
itu dilangsungkan juga. Dia pergi ke tempat perhentian serdadu Usamah
melepaskan berangkat. Ketika dia memberikan pesannya yang penting-penting
kepada Usamah, Usamah di atas kenderaannya dan beliau berjalan kaki. ‘Biarlah hamba turun ke bawah dan paduka
naik ke atas kenderaan ini,’ kata Usamah. ‘Tidak,’ jawab beliau, ‘belumlah
akan mengapa jika kakiku kena debu beberapa saat di dalam menegakkan jalan
Allah.’ Setelah itu dimintanya kalau boleh Usamah mengizinkan Umar tinggal
di Madinah, tidak jadi pergi berperang, karena Umar perlu benar baginya untuk
teman di dalam mengatur siasat negeri.
Maka permintaan itu dikabulkan
oleh Usamah. Tidaklah mahu Khalifah itu memerintahkan kepada kepala perang yang
telah diserahinya pimpinan itu supaya Umar jangan dibawa, melainkan dimintanya.
Ketika mereka akan berangkat itu beliau berpidato: ‘Jangan khianat, jangan mungkiri janji, jangan dianiaya bangkai musuh
yang telah mati, jangan dibunuh anak-anak, orang tua dan perernpuan. Jangan di potong
batang kurma, jangan di bakar dan jangan di- tumbangkan kayu-kayuan yang
berbuah, jangan disembelihi saja kambing, sapi dan unta, kecuali sekadar akan
dimakan. Kalau kamu bertemu dengan suatu kaum yang telah menyisihkan dirinya di
dalam gereja-gereja hendaklah dibiarkan saja. Jika engkau bertemu dengan suatu kaum yang bercukur tengah-tengah kepalanya
dan tinggal tepinya sebagai lingkaran, hendaklah perangi! Kalau diberi
orang makanan hendaklah bacakan nama Allah seketika memakannya. Hai Usamah, berbuatlah apa yang
diperintahkan Nabi kepadamu di negeri Qudha’ah itu, dan jangan engkau lalaikan
sedikit pun perintah- perintah Rasulullah.’ Setelah dilepaskan tentera itu
di Jaraf, beliau kembali ke Madinah. Usamah pun berangkat dikepungnyalah negeri
Qudha’ah itu, empat puluh hari lamanya pertempuran hebat dengan musuh, maka dia
pun kembali dengan kemenangan. Tentera ke Qudha’ah ini bukan sedikit memberi
kesan kepada musuh-musuh yang lain, timbul perkataan, kalau sekiranya kaum
Muslimin tidak mempunyai kekuatan, tentu mereka tidak akan mengirim tentera ke
negeri Qudha’ah lebih dahulu sebelum menaklukkan yang lain.
Ada sisi lain yang menarik dan
tersirat dalam pemberian sebagai pemimpin perang dan pengiriman anak muda ini
oleh Rasulullah adalah pertama sebagai penunjukan secara langsung dalam acuan
motivasi dan penguatan regenerasi dengan yang melibatkan pemuda sebagai
pemimpin sebagai indikator penting agar pemuda-pemuda lainnya makin memiliki
mental kuat dan semangat tinggi dalam mencapai kesuksesan dan keagamaan dengan
melihat pencapaian kawan muda tersebut namun motivasi ini tidak berdasarkan
keirian, juga harus dilihat bahwa fungsi pemuda tersebut memiliki kecakapan
dalam bidangnya, dianggap mampu menyelesaikan misi tertentu itu dan keimanan
yang kuat, yang kedua adalah agar konsistensi keberlangsungan hidup umat yang
kuat jasmani dan rohani tetap terjaga yang bila yang tua saja terus menerus
diutamakan, konsistensi regenerasi akan lambat dan bisa terputus bila yang
memiliki keahlian dari kaum tua tiba-tiba out semua, yang ketiga melemahkan
mental musuh dan menanamkan rasa takut dengan libatan sebagai pemimpin adalah
pemuda, maka musuh akan gentar terhadap keeksisan keadaan serta kehebatan dan
pamer kekuatan dan keberanian kaum muslimin ini yang terlihat seakan-akan sejak
dari kecil, mereka telah didik sebagai orang-orang kuat atau semua kalangan
kaum muslimin sepertinya kuat dan tidak ada habisnya. Baru yang muda saja
seperti itu apalagi yang tua yang maju sebagai pemimpin, efek ini berjangka
panjang kedepan dalam penaklukan berikutnya ditambah seringnya terlihat pula
gonta-ganti kepala pemimpin tinggi dalam pasukan Islam seakan-akan
menggambarkan orang hebat dan kuat pada pasukan muslim adalah banyak.
Akan huru-hara di segala pihak
yang telah ditimbulkan oleh kaum murtad itu, yang agaknya bagi orang lain boleh
mendatangkan kekusutan fikiran, oleh Abu Bakar ditunggu saja dengan tenang
ketika yang baik. Ditunggunya Usamah pulang, karena di sana terletak sebahagian
besar kekuatan. Setelah kembali dengan kemenangan- nya, maka Usamah dan
tenteranya disuruhnya istirahat, karena beliau hendak menyelesaikan lebih
dahulu kekusutan yang ditimbulkan oleh kaum ‘Absin dan Dhabyaan di luar
Madinah, yang mencuba hendak memberontak pula.
Pimpinan kota Madinah diserahkan
kepada yang lain dan beliau sendiri pergi menaklukkan kedua kaum itu kembali,
hingga tunduk. Setelah itu barulah diaturnya tentera untuk mengalahkan
kaum-kaum perusuh pemberontak itu. Tentera itu disuruh ke Dzul Qis’ah,
kira-kira 10 batu dari Madinah, menghadap ke Najd. Di sanalah dibaginya 11 buah
bendera kepada 11 orang kepala perang:
- Kepada Khalid bin Al-Walid, pergi memerangi
Thulaihah bin Khuwailid Al-Asadi di negeri Bazaakhah. Kalau telah selesai di
sana, teruskan mengalahkan Malik bin Nuwairah di negeri Bat’thaah.
- ‘Ikrimah bin Abu Jahal, memerangi
Musailamah di Yamamah.
- Di belakang ‘Ikrimah disusuli oleh
tentera Syurahbil bin Hasanah.
- Al-Muhajir bin Abu Umaiyah ke Yaman,
mengalahkan Al-Aswad Al-’Ansi.
- Huzaifah bin Mihsan mengalahkan negeri
Daba di ‘Uman.
- ‘Arfajah bin Hartsamah ke negeri Muhrah.
- Suwaid bin Mukrin ke Ti~Mmah di Yaman.
- Al-’Ala bin Al-Hadhramiy ke negeri
Bahrein.
- Thuraifah bin Hajiz ke negeri bani
Sulaim dan Hawazin.
- ‘Amru
bin Al-Ash ke negeri Qudha’ah.
- Khalid
bin Sa’id ke tanah-tanah tinggi Syam.
Dengan hati yang teguh dan
kesetiaan kepala-kepala perang itu, di dalam masa yang tidak berapa lama, seluruh
pemberontakan dan huru-hara itu, yang ditirnbulkan oleh beberapa orang yang
mengakui dirinya jadi Nabi, atau yang hendak mencari keuntungan diri, me-
mecahkan persatuan agama, telah dapat disapu bersih, itulah salah satu daripada
kemuliaan yang tak dapat dilupakan oleh tarikh tentang diri Khalifah Rasulullah
itu.
Menaklukkan
Parsi
Setelah selesai huru-hara di
dalam negeri itu, Khalifah Rasulullah menghadap ke luar negeri, menaklukkan
negeri Parsi. Untuk itu telah diangkatnya kepala perang besar yang masyhur
Saifullah Khalid bin Al-Walid. Kalau kelak maksud ini berhasil, perjalanan
boleh di- teruskannya ke batas-batas Hindustan. Untuk pembantunya diangkat
‘Iyadh bin Ghanam, masuk dari utara Iraq. Penyerang Khalid telah berhasil masuk
di negeri Parsi, sejak dari pinggir sungai Fblrat, sampai ke Ubullah, melingkungi
Syam, Iraq dan Jazirah, demikian juga sebelah timur sungai Furat. Di beberapa
tempat pahlawan besar itu telah bertempur dengan tentera-tentera Parsi, Rumawi
dan Arab yang masih belum masuk kepada persatuan besar ini. Namanya kian menakutkan
musuh. Namanya lebih dahulu telah menggegarkan tempat yang belum dimasukinya.
Kalau suatu negeri ditaklukkannya, maka di sana diangkatnya seorang amir yang
akan mengatur kharaj (cukai) dari ahli zimmah. Namanya sangat dipuji oleh
musuhnya sebab orang tani dan pertaniannya tidak pernah digangunya melainkan
dipeliharanya.
Lantaran itu jikalau dia masuk ke
negeri Arab yang masih di bawah bendera (protectorat) Parsi, orang di sana
lebih suka diperintahnya dan belot dari pemerintahan yang lama, sedang agama
tidak diganggu. Sebab orang Arab di sana memeluk agama Masihi. Kalau terjadi
perang tanding, menjadi kehinaan besar baginya kalau perang itu hanya bertegang
urat leher dari jauh menghabiskan tempoh, dia lebih suka kepada permainan pedang,
bertanding kepahlawanan, terutama dengan kepala-kepala kaum itu. Sebab dengan
demikian, tempoh perang dapat disingkatkan. Temannya ‘Iyadh telah dapat
menguasai Daumatul Jandal, sampai ke Iraq. Di Hirah kedua kepala perang yang
gagah itu bertemu.
Menaklukkan
Syam
Setelah itu Abu Bakar mengirim
sural kepada penduduk Makkah, Tha’if, Yaman dan sekalian negeri Arab, sampai ke
Najd dan seluruh Hejaz disuruh bersiap untuk mengatur suatu bala tentera besar,
akan melakukan suatu peperangan yang besar, iaitu menaklukkan negeri Syam,
pusat kerajaan Rumawi pada masa itu. Mendengar seruan itu orang pun bersiap.
Sebahagian besar karena mengharapkan bertempur mempertahankan agama, dan tentu
tidak kurang pula yang mengharapkan harta rampasan. Kata Ath-Thabari:
‘Tiap-tiap kepala perang itu telah ditentukan tempat tinggal mereka sebelum
negeri itu dimasuki, buat Abu ‘Ubaidah telah ditentukan Hems, buat Yazid bin
Abu Sufyan negeri Damsyik, buat Syurahbil bin Hasanah negeri Urdan (Jordan), buat
Amru bin Al-Ash dan ‘Alqamah bin Al-Munzir negeri Palestin, Kalau telah
selesai, maka ‘Alqamah akan meneruskan perjalanan ke Mesir.
Peperangan yang paling masyhur
hebat dan besamya ketika penaklukan Syam itu ialah peperangan Yarmuk, iaitu
suatu sungai besar. Di sanalah orang Rumawi dapat membutikan bahwa musuhnya
memang besar dan kekuatan mereka sendiri tidak ada lagi. Sejak waktu itulah
berturut-turut jatuh negeri Quds, Damsyik, Hems, Humaat, Halab dan lain-lain.
Sedianya peperangan ini tidaklah akan berakhir begitu menyenangkan. Karena
telah berhari berpekan peperangan di Yarmuk itu dilangsungkan, belum juga
berakhir dengan baik. Sebab tiap-tiap kepala perang itu mengendalikan
tenteranya sendiri-sendiri, kepala perang besar untuk menyatukan komando tidak
ada. Padahal orang Rumawi telah bermaksud hendak keluar dari benteng mereka melakukan
serangan besar-besaran. Waktu iku datanglah Khalid bin Al-Walid dengan
tiba-tiba, yakni setelah selesai melakukan serangannya di Parsi.
Dia mendapat surat Khalifah menyuruh
lekas pindah ke Rumawi. Setelah tiba di situ dikumpulkannya kepala-kepala
perang dan diadakannya pidato yang berapi-api untuk menaikkan semangat. Di
antara ucapannya: ’Saya tahu bahwa kamu
semua telah dipecah-pecahkan oleh kemegahan dunia. Demi Allah! Sekarang
berhentikan lah itu, degarlah bicaraku! Hendaklah pimpinan tentera disatukan,
sehari si anu, sehari lagi si anu. Hari ini biar saya, besok salah seorang di
antara kamu.’ Orang-orang itu menerima.
Baru saja tentera berada di bawah
pimpinannya, sudah nampak alamat kemenangan, sehingga besoknya tidak ada yang
berani menggantikannya lagi. Begitulah kemenangan telah diperoleh di bawah
pimpinan Khalid. Satu cubaan besar datanglah kepada pahlawan itu seketika
perang sangat hebatnya. Surat datang dari Madinah, menyatakan bahwa Khalifah
Rasulullah yang pertama wafat. Sekarang yang memerintah ialah Umar, bukan Abu
bakar lagi. Khalid mesti berhenti memimpin peperangan, digantikan oleh Abu
‘Ubaidah. Surat itu disimpannya saja sampai peperangan berhenti, takut tentera
akan kacau.
Setelah kalah musuh dan menang
kaum Muslimin, barulah dia datang kepada Abu ‘Ubaidah, mengucapkan salam kepada
Amiril Jaisy (kepala tentera). Dan dengan muka gagah segala pimpinan diserahkannya,
dia tetap menjadi serdadu biasa meneruskan pertempuran ke tempat-tempat yang
lain. Seketika ditanyai orang, dengan megah pahlawan itu berkata: ‘Saya berperang bukan lantaran Umar!’
Laksana Basyir, pahlawan Ansar tempoh hari itu pula mengatakan bahwa Ansar
bertempur bukan mencari megah dunia! Lebih dari 100,000 tentera Rumawi
binasa waktu itu.
Wafatnya
Abu Bakar
Pada 7 hari bulan Jumadil Akhir
tahun ketiga belas Hijrah, beliau ditimpa sakit. Setelah 15 hari lamanya
menderita penyakit itu, wafatlah beliau pada 21 hari bulan Jumadil Akhir tahun
13H, bertepatan dengan tanggal 22 OQos tahun 634 Masihiyah. Lamanya memerintah
ialah 2 tahun 3 bulan 10 hari. Dikebumikan di kamar Aisyah di samping makam
sahabatnya yang mulia Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam!
Bersambung ...
Bila ingin membaca lebih lanjut ebook ini, Klik tulisan ini untuk kembali ke-link-link di daftar isi
Anda sedang membaca artikel tentang A. Abu Bakar As-Siddiq Ra dan anda bisa menemukan artikel A. Abu Bakar As-Siddiq Ra ini dengan url http://manfaatputih.blogspot.com/2013/08/a-abu-bakar-as-siddiq-ra.html, anda boleh menyebarluaskannya atau mengcopypaste-nya jika artikel A. Abu Bakar As-Siddiq Ra ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda, namun jangan lupa untuk meletakkan link A. Abu Bakar As-Siddiq Ra sebagai sumbernya.
0 komentar:
Posting Komentar
Beri Komentarmu disini!