Selasa, 18 Februari 2014

Rahasia Tersembunyi Mata Uang


Rahasia Tersembunyi Mata Uang dan Sekilas Pemilu Demokrasi

Abu Bakar ibnu Abi Maryam meriwayatkan bahwa beliau mendengar Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ”Masanya akan tiba pada umat manusia, ketika tidak ada apapun yang berguna selain dinar dan dirham.” (Masnad Imam Ahmad Ibn Hanbal).

Sebaiknya Anda menyempatkan nonton video-video ini :


 

Terjemahan Indonesia

 

Terjemahan Indonesia

 
 
 
 
 

Uang yang bener adalah emas. Rupiah sama dollar itu bukan uang, tapi cuma mata uang (currency). Dan yang namanya mata uang ini cepat atau lambat pasti akan selalu melemah purchasing powernya. Rededominasi itu cuma alibi aja buat nutupin nilai mata uang yang selalu merosot.

coba deh liat video ini bagus banget wajib ditonton biar paham bagaimana 'kebusukan' bank dan sistem ekonomi dunia yang bekerja saat ini

Playlistnya (dari episode 1 - episode 5) ada di sini:

Di video itu ada sejarah uang dan mata uang dari jaman mesir kuno sampe federal reserve bank. Termasuk alasan kenapa masyarakat terdahulu menggunakan emas, lalu berpindah haluan ke mata uang, terus sekarang akan kembali ke emas lagi. Wajib tonton deh pokoknya, you'll never regret this. 

Dan di balik itu semua, yang paling berkuasa di dunia ini adalah orang-orang yang punya bank

currency will come to an end soon

ayo cepet-cepat beli emas

sad but true, itulah kenyataannya sistem ekonomi riba selama masih pakai mata uang kertas atau semacamnya, semua orang yang ada di dunia ini riba, gan!

kamu, aku, dan kalian untuk saat ini memang tak bisa terhindarkan dari riba yang hanya bisa kita lakukan adalah meminimalisir dosa riba tersebut, salah satunya dengan bersedekah.

mari bersedekah gan.

Segala sistem diluar islam ternyata menganut nilai materialis, nilai materialis ternyata berkaitan dengan riba, riba adalah jenis dosa besar yang diperangi Allah dan rasulNya. Bila perekonomian riba jatuh, maka jatuh pula kekayaan pemilik kebun maka sistem dajjalisme bisa kacau, sistem dajjalisme kacau, marahlah penganut dajjalisme maka huruhara terjadi dengan rangkaian krisis alam pula, huruhara terjadi, sistem kufar jatuh dengan sendirinya maka kekhalifahan Islam terbentuk, kekhalifahan Islam terbentuk maka dajjal pun muncul. Bila pun skenario besar ini tidak seperti ini, umpama masih memerlukan masa yang lebih lama maka tetap juga pada akhirnya perekonomian riba akan jatuh dan hal ini telah banyak diramalkan para pakar ekonomi, maka lebih baik negeri ini bersiap diri dari keadaan kekacauan ekonomi tersebut kelak dikemudian hari, sedialah payung sebelum hujan dan bila pun negeri ini ingin lebih sedikit panjang masa damainya juga berkurangnya bencana, lebih baik hilangkan riba yang nyata ada hari ini, karena separuh bencana dan musibah akan bisa hilang dari negeri ini. Berdasarkan hadis-hadis kemungkinan besar kekhalifahan baru dapat terwujud pada jaman imam Mahdi, jadi masa saat ini adalah masa menghadapi sistem yang ada, dan yang nyata salah satu yang dapat dirubah dalam sistem ini adalah sistem perekonomiannya. Jadi usahanya juga sebenarnya sama menuju satu arah akhir yang terbaik. Jadi usaha paling real hari ini adalah mewujudkan subtansi-subtansi sistem yang ada hari ini dapat berjalan berdasarkan nilai-nilai syariat. Kita tidak dapat berdiam diri untuk tidak berusaha semaksimal dan semampu apa yang bisa kita lakukan hari ini, karena telah jelas matahari akan terbit dari barat maka sebagai analoginya pula adalah adanya usaha manusia itu sendiri untuk membalik keadaan yang ada, tidak akan berubah keadaan bila kita tidak mengusahakan menuju jalannya tersebut, inilah batasan manusia, usaha, amal dan doa.

Dan bagaimanapun kita tidak dapat berlarut-larut dalam dosa besar yang satu ini. Tidak ada pertentangan bahwa riba adalah satu dosa besar yang paling urgent untuk dihilangkan atau diminimalisir hari ini dan seterusnya. Cara tercepat tentu saja dengan menguasai/memenangkan pemerintahan, kemudian baik dari dalam maupun dari luar bersatu mewujudkan sistem perekonomian berbasis syariah ini. Ini pula salah satu pendapat dari banyak alasan-alasan penulis dari kenapa kita jangan golput hari ini.

Bahkan kalangan luar islam pun mulai menyadari bahwa ekonomi syariah adalah sebuah jalan yang terbaik untuk perekonomian. Bagaimana dengan kita?

Lahirkan uang emas rupiah dan uang perak rupiah, kemudian menguatkannya dengan tidak meng-currency-nya kembali dengan uang kertas lagi. Haruslah emas bernilai emas, dinar bernilai sama dengan dinar dari negara-negara lainnya. Maka sistem perbankan dan asuransi syariah akan berjalan lebih afdol pula, dengan secara global memakainya maka perekonomian berbasis syariah makin kuat dan akan menjatuhkan perekonomian riba. Bukan solusi tepat bila cuma melahirkan secara kecil dalam bentuk finansial baru dengan bentuk sekedar perusahaan atau jasa, tapi globalkanlah untuk maslahat besar umat islam sendiri, untuk masyarakat di negara-negara islam tersebut. Lahirkan mata uang emas dan perak di negeri-negeri muslim dan lepas sistem currency-nya dari dan kepada uang kertas.

Seharusnya Nasrani pun menyadari dan membantu hal ini sebagaimana telah penulis singgung dibagian lain dalam tulisan penulis, bahwa sistem riba terkini yang diciptakan dan dibangun oleh keturunan Ruben, (keturunan Ruben juga diidentikkan dengan Gog) adalah salah satu jenis tanda didahi (akal, ideologi, kepercayaan) maka salah satu jenis tanda ditangan yang paling mendekati adalah uang kertas dan bagaimana hubungan wahyu 13 dengan keadaan tersebut dan juga tidak bisa disangkal bahwa alkitab juga melarang adanya sistem riba tersebut.

Wahyu13:16Dan ia menyebabkan, sehingga kepada semua orang, kecil atau besar, kaya atau miskin, merdeka atau hamba, diberi tanda pada tangan kanannya atau pada dahinya,13:17dan tidak seorangpun yang dapat membeli atau menjual selain dari pada mereka yang memakai tanda itu, yaitu nama binatang itu atau bilangan namanya.

Banyak hadis menggambarkan diakhir jaman, banyak orang begini begitu, akan ada ini dan itu, dsb. Seperti, “Sesungguhnya akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh tipu daya. Para pendusta dipercaya sedangkan orang jujur dianggap berdusta. Penghianat diberi amanah sedangkan orang yang amanat dituduh khianat. Dan pada saat itu, para Ruwaibidhah mulai angkat bicara. Ada yang bertanya, ‘Siapa itu Ruwaibidhah?’ Beliau menjawab, ‘Orang dungu yang berbicara tentang urusan orang banyak (umat).” (HR. Ahmad, Syaikh Ahmad Syakir dalam ta’liqnya terhadap Musnad Ahmad menyatakan isnadnya hasan dan matannya shahih. Syaikh Al-Albani juga menshahihkannya dalam al-Shahihah no. 1887)

Penulis tidak akan membahas satu-satu hal tersebut, penulis hanya ingin mengingatkan bila halnya demikian dan nyata nilai itu bertentangan dengan nilai islami maka usahakanlah untuk merubah keadaan yang dimaksud tersebut, seperti analogi dari pertanyaan kenapa harus ada matahari terbit dari barat. Maknanya jelas akan terjadi matahari terbit dari barat namun makna tersiratnya mungkin juga ada yaitu agar umat islam lebih berusaha membalik situasi dan kondisi pada peradaban saat itu alias hari kekinian ini.

Bila sudah berkomitmen maka berusahalah konsisten, "Janganlah kamu sekali-kali mengatakan, 'Sesungguhnya saya akan melakukan hal ini besok,' kecuali dengan mengatakan Insya Allah." (QS Al-Kahfi :23-24) 

Ada salah satu makna tambahan (bukan makna utama) dari sejumlah beberapa makna tambahan dan juga hanya sekedar cocoklogi saja, bisa benar dan bisa salah yang mungkin saja ada faedahnya. Pada kisah pemuda Kahfi (kisah nyata kejadian dimasa lalu, untuk bahasan ini cuma pemaknaan sekedar analogi saja, bukan dimaksud pemuda Kahfi yang asli, bukan dimaksud Zulkarnain yang asli ataupun Khidir dan nabi Musa as, sekedar analogi dari sesi kisah/cerita yang disesuaikan kemasa kekinian), dimana setelah umat muslim menyuarakan tentang agama haq pada dunia, kemudian secara berlahan dan pasti umat muslim ditidurkan/kejatuhan hingga dijauhkanlah/dipisahkanlah agama dari segala aspek kehidupan, politik, sosial, budaya, pendidikan, dsb. Agama diasingkan hingga yang memegang teguh islam layaknya seperti keberadaan orang-orang di gua, sesuatu yang dianggap kuno, kampungan, tidak relevan terhadap perkembangan jaman, dsb. Hanya ada segelintir orang yang meyakini khazanah gua ini dan aspirasi mereka hanya dibolak-balik kekiri dan kekanan saja dan namun pasti akan terjadi masa bangunnya dan setelah bangun/kebangkitan yang mereka lihat diawal-awal adalah uang perak mereka tidak berlaku lagi, yaitu mereka termelek-melek melihat dan menyadari bahwa dunia telah diliputi sistem riba, salah satu akar besar dari kebobrokan akhir jaman. Beruntunglah gua tersebut dalam makna lain berada di khatulistiwa, bila mengikuti rincian pertemuan Nabi Musa as dan Khidir diantara pertemuan dua lautan maka bisa jadi kebangkitan dan penopang di timur tengah (fisikal) bisa saja bermakna nusantara ini, penopang perang budaya dan pemikiran karena relatifnya negaranya yang masih berhawa kondusif, jauh dari perang fisik, sebuah kondisi negara ketika mulainya pemuda kahfi bangun dari tidur/masa kebangkitan. Ya… bukan hanya ada perang fisik namun juga ada perang non fisik dalam dunia ini. Orang-orang berselisih terhadap pendapat mereka namun kemudian orang berkuasa akan membangun landasan syariat ini diatas gua tersebut, gua itu untuk persepsi sekarang mungkin bisa jadi adalah nusantara ini dan perlu diingat bahwa ini hanya sekedar salah satu kemungkinan untuk persepsi analogi ini. Diantara pertemuan dua laut juga mengandung makna saintis pula.

Versi lain makna analogi lainnya adalah ketika itu orang-orang menyelamatkan imannya dengan menjauhi dunia (diilustrasikan melarikan diri ke gua) karena berpegang dengan agama seperti berpegang bara api, bisa karena fitnah pertikaian dan peperangan antar umat islam sendiri, masa 40 hari Dajjal atau semisal senada hadis ini :

Dari Abu Hurairah Ra. ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Akan datang suatu jaman saat itu orang yang beriman tidak akan dapat menyelamatkan imannya, kecuali bila dia lari membawanya dari puncak bukit ke puncak bukit yang lain dan dari suatu gua ke gua yang lain. Maka apabila jaman itu telah tiba, segala mata pencarian (pendapatan kehidupan) tidak dapat diperoleh kecuali dengan melaksanakan sesuatu yang menyebabkan kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Apabila ini telah terjadi, maka kebinasaan seseorang adalah dari sebab mengikuti kehendak isteri dan anak-anaknya. Kalau ia tidak mempunyai isteri dan anak, maka kebinasaannya dari sebab mengikuti kehendak kedua orang tuanya. Dan jikalau orang tuanya sudah tidak ada lagi, maka kebinasaannya dari sebab mengikuti kehendak familinya atau dari sebab mengikuti kehendak tetangganya". Sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, apakah maksud perkataan engkau itu?" (kebinasaan seseorang karena mengikuti kemauan isterinya, atau anaknya, atau orang tuanya, atau keluarganya, atau tetangganya). Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab, "Mereka akan menghinanya dengan kesempitan kehidupannya. Maka ketika itu lalu dia menceburkan dirinya di jurang-jurang kebinasaan yang akan menghancurkan dirinya. (HR Baihaqi). 

Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata: Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Akan terjadi fitnah di mana orang yang duduk (menghindar dari fitnah itu) lebih baik daripada yang berdiri dan orang yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan dan orang yang berjalan lebih baik daripada yang berlari (yang terlibat dalam fitnah). Orang yang mendekatinya akan dibinasakan. Barang siapa yang mendapatkan tempat berlindung darinya, hendaklah ia berlindung. (Shahih Muslim No.5136)

Konteks klasifikasi Fitnah pada surat al Kahfi yaitu berupa fitnah agama, fitnah kekayaan dan kesombongan, fitnah ilmu, dan fitnah kekuasaan. Contoh fitnah ilmu, Dalam hukum kekekalan energi dimana energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya tapi tidak bisa diciptakan atau dimusnahkan (bahasa manusianya demikian, penciptaan dan pemusnahan bisa bila dinisbahkan ke Pencipta, Allah), secara tidak langsung teori ini menafikan adanya Tuhan, orang-orang menisbahkan kepintaran dan keilmuannya saja yang membuat sukses dirinya, lupa pada peran Pemberi/Pencipta sebab akibatnya, yaitu Tuhan. Pada sebuah kenyataan dalam sebuah kejadian yang kita lihat dari prilaku seseorang (subjek), kita bisa saja berkata atau bahkan memvonis kepada seseorang pada saat “waktu kejadiannya” itu bahwa “Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar” dan atau perkataan, “Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar” atau  “kau telah mendekati sebuah pintu keburukan”, atau “kau terlihat muna”, dsb. Tapi untuk hari esok, seterusnya dan seterusnya lagi kedepan sampai ajalnya, maka kita tidak berhak menyatakan atau memvonis lagi selama apa-apa “perbuatan” itu tidak tampak dalam penglihatan lagi, atau sengaja tidak ditampakannya atau memang benar-benar telah hilang darinya karena tobatnya. Karena bisa saja dihari kemudiannya itu, ada pintu hidayah yang ia telah masukin, atau ada makna dan tujuan tertentu yang ternyata dimaafkan dan diridhoiNya, atau ada amal yang telah menyelamatkannya dan atau ada maaf dari Allah SWT karena tobatnya. Terkhusus apalagi bila ia seorang islam seperti kisah nabi Musa as dan Khidir, dimana nabi Musa as berkata kepada Khidir bahwa “Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar” dan atau perkataan, “Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”, tidak langsung berkata/memvonis “kafir” pada subjek karena melihat perbuatan Khidir ada pertentangan dengan syariat. Segalanya kembali kepada Allah SWT, karena semua ada dibalik hikmahNya. Itulah salah satu nilai dimana kita berkata “seperti inilah berita gembiranya” dan atau “seperti inilah peringatannya”, dan atau “inilah dakwahnya”, karena ada tugas umat islam untuk menyampaikan kabar dan peringatan sesuai aqidahnya, telah sampai peringatan dan kabar gembira padanya, tinggal bagaimana subjek itu menerimanya maka kami menyampaikan pada kesesuaian keadaannya untuk pensubjekannya namun patut dibedakan bila untuk pengajian ilmu dengan apapun medianya, perkataan dan vonis ini serelevan masa demi masa akan adanya prilaku-prilaku serupa itu. batasan vonis ke subjek sesuai batasan kejadiannya atau sepanjang kejadiannya karena ditakutkan akan memberi kepadanya fitnah hidup dan fitnah mati. (pen: semoga Anda bisa mengerti satu sisi maksud penulisan ini)

Juga adanya varian makna lainnya senada hadis ini : 

Dari Abdullah bin Amr bin Ash ra bahwa Rasulullah SAW bersabda , “Bagaimana denganmu jika kamu berada di tengah kekacauan, janji janji dan amanat mereka abaikan, kemudian mereka berselisih seperti ini ? ”Lalu, beliau menyilangkan antara jari jari. Abdullah bin Amr bertanya, ”Lalu, dengan apa engkau menyuruhku?” Beliau menjawab, “Jagalah rumah, keluargamu, lidahmu, dan lakukanlah apa yang kamu tahu dan tinggalkan yang mungkar, serta berhati hatilah dengan urusanmu sendiri, lalu tinggalkanlah perkara yang umum“ (HR Abu Daud dan Nasa’i)

Lalu bagaimana bila diantara dua yang menyilang itu, ada satu pihak yang masih memegang baik janji-janji dan amanat????

Dari Hudzaifah bin al Yaman ra bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah setelah kebaikan akan datang kejahatan?” Beliau menjawab, “Ya, banyak penyeru yang mengajak ke pintu jahanam, maka, barangsiapa yang mengijabahnya (mengikutinya), mereka akan dilemparkan ke dalamnya.” Aku bertanya, ”Sifatkanlah mereka itu kepada kita. ”Beliau SAW berkata, ”Mereka dari golongan kita dan berbicara dengan bahasa kita, ”Aku berkata, ”Lalu, kau suruh apa ketika aku melihatnya?” Beliau SAW menjawab, “Lazimilah (berpeganglah) pada jamaah muslimun dan imam mereka. ”Aku berkata, ”Jika tidak ada jamaah dan Imam?” Beliau SAW menjawab, ”Jauhilah semua kelompok itu meskipun akar pohon melilitmu hingga maut menjemputmu, dan engkau tetap seperti itu.” (HR Muslim)

Dari Abu Dzar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Wahai Abu Dzar, bagaimana kamu jika berada dalam kekacauan?” Lalu beliau SAW menyilangkan  jari jarinya. Abu Dzar berkata, “Apa yang akan engkau perintahkan kepadaku, ya Rasulullah?” beliau menjawab, ”Bersabarlah! bersabarlah! manusia akan berpura pura dengan akhlak dan perbuatan mereka.” (HR Hakim dan Baihaqi)

Dari Hudzaifah bin al-Yaman r.a. berkata, ‘Orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw. tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang kejahatan, karena takut hal itu menimpaku.’ Maka aku katakan, ‘Wahai Rasulullah saw. sesungguhnya dulu kita berada dalam kejahiliahan (kebodohan) dan kejahatan. Lalu, Allah swt. mendatangkan pada kami kebaikan (Islam) ini, maka apakah setelah kebaikan ini akan datang kejahatan?’ Beliau menjawab, ‘Ya.’ Aku bertanya lagi, ‘Apakah setelah kejahatan itu akan muncul lagi kebaikan?’ Beliau menjawab, ‘Ya, tetapi di dalamnya terdapat noda.’ Aku bertanya lagi, ‘Noda apakah itu?’ Beliau menjawab, ‘Yaitu suatu kaum yang berpedoman bukan dengan pedomanku. Kamu tahu dari mereka dan kamu ingkari.’ Aku bertanya lagi, ‘Lalu, apakah setelah kebaikan itu akan muncul lagi kejahatan?’ Beliau menjawab, ‘Ya, yaitu para da’i (penyeru) kepada pintu-pintu jahannam. maka, barang siapa yang memenuhi panggilan mereka, niscaya mereka akan dicampak-kan ke dalam neraka jahannam itu.’ Aku bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah saw, gambarkanlah kepada kami tentang mereka.’ Lalu, beliau menjawab, ‘Mereka adalah dari kalangan kita. Berkata dengan bahasa kita.’ Aku bertanya, ‘Apa yang engkau perintahkan padaku jika hal itu menimpaku?’ Beliau menjawab, ‘Berpegang teguhlah dengan jamaah muslimin, dan imam mereka (kelompok yang berpegang teguh dengan al-Haq).’ Aku bertanya, ‘Jika mereka tidak punya jama’ah dan tidak punya imam?’ Beliau menjawab, ‘Maka tinggalkan semua golongan itu, walaupun kamu harus menggigit akar pohon sampai kamu mati, sedangkan kamu berada dalam keadaan demikian.’ (HR. Bukhari).

Jadi versi tidur, tinggal di gua, dan bangun yang mana hari ini yang cocok, berdasarkan sikon pada lokasi, daerah dan tempat muslimin itu berada ???? versi mana buat nusantara ini hari ini.

Pada kisah pemuda Kahfi pula ada versi makna tentang saint yang dikatakan berhubungan dengan teori relativitas, seperti menggerakkan telunjuk ke kanan kekiri dengan disinari cahaya dan pada bayangan telunjuk tersebut, ditengah terlihat transparant sedangkan disamping kanan kiri terlihat jelas bayangannya. Jadi kemungkinan batasan ilmu saint ini untuk manusia adalah percepatan jarak (mungkin saja hingga teleportasi) namun bukan percepatan waktu, dan mungkin saja ada percepatan waktu tapi bukan bisa mundur ke masa lalu namun hanya dapat terjadi percepatan waktu maju kemasa depan, sebagaimana pemuda Kahfi tetap berusia muda hingga akhir kejadian namun telah mengalami peristiwa tersebut sepanjang 309 tahun lamanya kemasa depan. ada batasan pemberian ilmu hanya sampai keadaan pemuda Kahfi di dalam gua, bukan batasan dapat mundur kembali kemasa lalu. 300 ditambah 9 tahun juga adalah pernyataan tentang saint bahwa akan ada hitungan masehi kelak.

309 tahun adalah waktu hijriah dan 300 tahun adalah waktu masehi, maka dikatakan 300 tahun ditambah 9 tahun. Selama 100 tahun Masehi terjadi 3 tahun penuh Hijriyah. Maka kalau 300 tahun Masehi, akan terjadi 3×3= 9 tahun penuh Hijriyah. Maka 300 Masehi + 9 Hijriyah = 309 tahun. Dan kata 300 serta kata 9 di dalam surat al-Kahfi ayat ke 25 itu dipisah penyebutannya. Demikianlah yang difahami dari tafsir Imam As-Suyuti dalam kitabnya Al-Jalalain.

Tahun 1396 H penuh dalam tahun 1976 M karena tanggal 1/1/1396 H = 3/1/1976 M sementara tanggal 1/1/1397 H = 23/12/1976 M. Kemudian setelah 33 th ke depan, Tahun-tahun Hijriyah yang sepenuhnya di dalam Tahun Masehi, Tahun 1429 H penuh dalam tahun 2008 M, karena tanggal 1/1/1429 H = 10/1/2008 M sementara tanggal 1/1/1430 = 29/12/2008 M. Ada 1 tahun hijriah penuh pada setiap 33 atau 34 tahun dari masehi.

2008 Masehi dikatakan ada terjadi krisis keuangan lalu apa yang terjadi ditahun 1943M, setahu saya 1944M kongres Amerika mengeluarkan peraturan untuk menghilangkan mata uang emas dan perak. Dalam perjalanannya penggunaan uang kertas berkembang menjadi atribut dan simbol sebuah negara. Namun sebagai garansi dari negara yang bertanggung jawab atas peredarannya, maka jumlah uang kertas yang diterbitkan selalu dikaitkan dengan jumlah cadangan emas yang dimiliki oleh negara yang bersangkutan. sekitar tahun 1976M, ketergantungan pencetakan uang kertas sudah tidak lagi dihubungkan dengan cadangan emas, tetapi dibiarkan bergulir dan terjun ke pasar besar menghadapi hukum penawaran dan permintaan sebagaimana yang tumbuh dalam hukum ekonomi.

Nilai Tukar Saat Ini, Setelah sistem Bretton Woods rusak, dunia akhirnya menerima penggunaan floating kurs valuta asing selama perjanjian Jamaika tahun 1976M. Ini berarti bahwa penggunaan standar emas akan secara permanen dihapus. Namun, ini tidak berarti bahwa pemerintah mengadopsi sistem mengambang bebas nilai tukar murni. Sebagian besar pemerintah menggunakan salah satu dari tiga sistem berikut nilai tukar yang masih digunakan hari ini:
·         Dolarisasi;
·         Dipatok tingkat, dan
·         Managed floating rate.

lalu apa yang terjadi ditahun 1708M, tidak tahu juga, apa ada hubungan dengan bersatunya perdagangan Inggris ke hindia timur, ini hanya sekedar tebakan. Maka kita pula akan menunggu kisah baru di tahun 2017M.

Makna lain dari kisah pemuda Kahfi adalah diidentikkan dengan fitnah agama, kemudian kisah pemilik kebun adalah identik dengan fitnah kekayaan dan kesombongan, kisah nabi Musa as dan Khidir adalah identik dengan fitnah ilmu, kisah Zulkarnain adalah identik dengan fitnah kekuasaan. Yang menarik di zaman ini beda dengan zaman beberapa umat terdahulu dimana kekuasaan merupakan fitnah yang lebih tinggi membawahi fitnah kekayaan dan ilmu, sementara di akhir zaman ini, fitnah kekayaan dan kesombongan menjadi urutan kedua setelah fitnah agama (tauhid), dimana kekayaan dan kesombonganlah yang mengontrol dan memberi masukan pada ilmu dan kekuasaan. Ilmu dan kekuasaan ditopang dan juga dibangun untuk mendapatkan nilai-nilai dan tujuan materialis, meninggikan tingkat kesombongan. Sesuai pula dengan hadis bahwa ujian umat ini adalah kekayaan. Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?", Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Qs. Al Kahfi: 103-104

Bila kita persepsi secara terbalik pula akan kisah Zulkarnain tentang yakjuj dan makjuj juga adalah sebuah kejadian setelah peristiwa matahari terbit dari barat nantinya. Maka sebagaimana membaliknya arah terbit matahari kita akan mempersepsi kisah Zulkarnain secara terbalik untuk konteks makna cocoklogi yang cocok hari ini, penulis tidak akan membalik keseluruhan kisah dan kata-katanya, hanya sekedar gambaran globalnya saja. Maka yang punya kekuasaaan dari barat hingga timur adalah kaum yang tidak beriman, yakjuj dan makjuj, maka Zulkarnain berada didalam dinding. Ya, suasana dimana islam hari ini telah terpojok, dijepit dan terpenjara di dalam dinding pembatas, diluar pembatas, tanah yang luas tersebut telah dikuasai oleh kaum yang tidak beriman. Bila sedikit dicermati kisah Zulkarnain, ada terselip tentang petunjuk penemuan saint, dan mungkin saja itu juga bermakna pula yaitu petunjuk terselip jenis senjata muktahir umat islam akhir jaman. salah satu senjata tersebut (yang ada saat yakjuj dan makjuj), namun harusnya dikatakan mukzizat nabi Isa as, "Dan tidak ada orang kafir yang mencium nafasnya kecuali akan mati, dan nafasnya itu sejauh pandangan matanya". sebuah dinding pembatas untuk pemisah umat Islam dari lingkaran serangan yakjuj dan makjuj, jadi apa versi senjata muktahir sebelum yakjuj dan makjuj itu? penulis rasa Anda bisa menebaknya sebuah kemungkinan itu.

Jihad setelah sempurnanya islam, maknanya menjadi luas, maka jadilah ia luas dari tiap detikmu, tiap saatmu dan tiap laku dan keadaanmu.

… Kemudian beliau bersabda 'inginkah kalian kuberitahukan pokok dari segalah urusan dan puncak mahkotanya ?" Aku menjawab, "ingin, wahai rasulullah,; beliau bersabda,; pokok dari segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad… (HR Tirmidzi dan dia mengatakan ini adalah hadist hasan)

Yang aku khawatirkan dari umatku adalah orang-orang yang sesat (dengan bid'ah), yang jika sebuah pedang diletakkan di dalam umatku ia tidak akan digunakan hingga datangnya Hari Kiamat.

Tingkat “keragu-raguan” seseorang berbeda-beda, makin tinggi tingkat wara-nya maka akan baik pemahamannya akan bidah, makin kurang pula beban-beban di pundak yang ia bawa sebagai musaffir, karena ia akan mengurangi beban-beban yang tidak perlu dan kurang bermanfaat buatnya. Walau seakan-akan segala ilmu pengetahuan didunia ada didalam genggamannya dan mudah buat ia mengambil atau mempelajarinya namun kadang kala ia melepaskannya, kadang pula memang ada yang tidak diperuntukkan sebagai nikmat untuknya, untuk ia dapatkan karena nikmat itu bukan pendekatan takdir untuk ia dapatkan atau ia jauhkan dan ia tahu itu namun hal utama terpikirkan adalah berbaik sangka bahwa itu bagian kehendak Allah SWT agar ia makin jauh atau tidak tersibukkan kepada sesuatu yang tidak berfaedah pada ibadahnya, menjaganya agar ia tetap pada jalan yang lurus sebab kita benar-benar tidak tahu mana yang lebih baik, nikmat yang dijauhkanNya ataukah nikmat yang diberiNya, mana yang baik, nikmat yang disegerakanNya atau nikmat yang ditundaNya.

Masalah bagaimana bidah, cari dan nilailah sendiri dalam nash. Disini penulis hanya menyatakan bila pedang itu adalah pedang ilmu maka gunakanlah itu, bila pedang dalam sosial pertajamlah ia dalam pemakaiannya, bila pedang itu berupa pedang dalam peperangan maka gunakan itu, bila pedang itu adalah pedang politik maka pakailah itu, dsb. Sampai ketetapan itu berubah.

Beberapa bulan kedepan ada jihad 5 tahunan, bukan karena membenarkan demokrasi karena ia bukan sistem islam, namun karena adanya mekanisme yang nyata didepan mata yang harus dihadapi, maka setoplah golput, karena ada pedang didepanmu untuk kau gunakan sebagai kebaikan untuk kemaslahatan sosialmu, bila kau tidak gunakan juga, maka kau akan tetap masih terkena imbas dari keadaan yang tidak kau manfaatkan untuk kemaslahatan sosial hubungan horizontalmu. Ada pedang untuk memudahkan menjalankan syariatmu, Ada pedang untuk menjauhkanmu dari sistem riba. Seharusnya ulama yang berkompeten bisa mengeluarkan fatwanya, karena dari sudut pandang fiqh yang terpenuhi, ulama lebih dapat menjelaskannya secara lebih baik, tanyalah kepada mereka. Pilihlah yang memegang islam diatas segala azas, masalah batin hadapkan urusannya kepada Allah SWT. Bila pun kelak kau yang terpilih lalu kau membuat sebuah andil kebaikan dan manfaat besar pada masyarakat tapi diklaim sebagai keberasilan kerja penguasa pemerintahan, tidak usahlah bersedih, karena Allah SWT tetap akan memberimu banyak kebaikan dan tugasmu adalah mendekati dan mengawal umara negeri/para pemimpin agar dapat berjalan dan masih berjalan dalam rel-rel kebenaran dan memperjuangkan kebaikan untuk urusan sosial masyarakat sekitarmu.

Jadi kemungkinan besar yang akan membawa pedang lengkap adalah Imam Mahdi, untuk mempercepat kedatangannya haruslah ditandai dengan jauhnya bidah dari golongan yang setia padanya sebagaimana pengertian lain dari … Yang aku khawatirkan dari umatku adalah orang-orang yang sesat (dengan bid'ah), yang jika sebuah pedang diletakkan di dalam umatku ia tidak akan digunakan hingga datangnya Hari Kiamat ... Dan bila golongan ini yang berjuang dalam politik telah siap pada pelajaran politik dan siap masuk dalam pembentukan pemerintahannya, yang berjuang di lahan perang telah siap dalam ketentaraan dan taktik perangnya, yang berjuang dalam harta, perlengkapan dan sebagainya telah siap dalam harta, perlengkapan dan sebagainya dan juga berjuang dalam ilmu telah siap dalam membangun mental dan akhlak umat dan bila waktu dan peristiwanya telah sampai pada puncak kenyataan.

Telah bercerita kepada kami 'Abdullah bin Muhammad telah bercerita kepada kami Mu'awiyah bin 'Amru telah bercerita kepada kami Abu Ishaq dari Musa bin 'Uqbah dari Salim Abi An-Nadhar, mantan budak (yang telah dimerdekakan oleh) 'Umar bin 'Ubaidillah -dia adalah juru tulisnya- berkata; 'Abdullah bin Abi Aufaa radliallahu 'anhuma menulis urat kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ketahuilah oleh kalian bahwa surga itu berada di bawah naungan pedang". Hadits ini ditelusuri pula oleh Al Uwaisiy dari Ibnu Abu Az Zanad dari Musa bin 'Uqbah. (H.R. Bukhari : 2607).

Tidak ada cara khusus dalam Islam dalam memilih pemimpin, beberapa cara pernah dipakai dalam sistem kekhalifahan Islam namun dalam mencari pemimpin yang afdol adalah mencari dari orang-orang yang utama dan benar dalam iman dan taqwanya. Dalam Islam bentukan sistem kepemimpinanlah baru ada yang khusus, nyatalah ada yaitu kekhalifahan Islam. Sunatullah, jaman ini tidak ada kekhalifahan Islam, karena ini ada dalam hikmahNya maka hadapi kenyataan ini sesuai syariat Islam dan mengawal tetap dalam batasan syariat yang dibolehkan sampai ketetapan tersebut berubah/teralihkan kembali atau Kita dapat pula sambil berusaha untuk mempercepatnya karena batasan manusia adalah usaha, finishnya kembali kepada Allah. Apalagi bila sebagian besar yang mengaku umat Islam itu sendiri menyatakan tanah ini sebagai tanah damai, maka tidak berkutiklah umat Islam itu sendiri sebagaimana pengertian lain dari petikan hadis diatas. Nyata demokrasi bukanlah sistem Islam, mau tidak mau juga karena didasarkan hikmah Allah juga maka cara memilih pemimpin haruslah kita menghadapi kenyataan di depan mata dan tantangan yang ada ini dengan sistem yang ada tersebut, yang telah ditetapkan sampai ketetapan itu berubah, entah karena apa nantinya. Maka yang kita perjuangkan adalah subtansi (isi) nya agar tetap terkawal dalam koridor syariat, landasan yang kemungkinan banyak karena dipakai landasan backdoor dalam Islam (Fiqh). Semisal bila kita berdiam diri saja lalu demokrasi itu menelurkan undang-undang nikah sesama jenis, maka umat islam akan nyata menolak, dan kemudian masih dipaksa ditetapkan subtansi ini, maka demo damai adalah satu cara bijak, namun bila kemudian ditetapkan pula subtansi ini, hingga mau tidak mau terimbas keseluruh masyarakat negeri tersebut dan kemudian demo berubah jadi diberangusnya penentang subtansi ini, disini nyata sifat kepemimpinan tersebut lepas dari koridor syariat, maka bolehlah dikatakan ini menjadi bukan lagi perang pemikiran namun perang antara beriman dan tidak beriman, melepas satu syariat dari syariat yang lain, nyata dari situ telah terlihat pemimpin tersebut tidaklah beriman karena menelurkan subtansi tersebut dan memaksa keseluruhan orang-orang baik beriman dan tidak beriman di negeri tersebut terlibat, sebagaimana pada contoh Abu Bakar yang memerangi orang-orang yang membedakan sholat dan zakat, mau sholat namun tidak membayar zakat. Jadi Anda pilih mana golput atau menunggu terjadinya “keributan ini dulu” baru bertindak, bertindak diawal atau diakhir. Telah ada pedang yang harus dipakai, namun jenisnya yaitu pedang politik. Dan karena pula ketetapan itu belumlah berubah selama “Yang aku khawatirkan dari umatku adalah orang-orang yang sesat (dengan bid'ah), yang jika sebuah pedang diletakkan di dalam umatku ia tidak akan digunakan hingga datangnya Hari Kiamat”. Maka wajar bila penulis memahaminya sebagai bahwa kekhalifahan baru akan terwujud pada masa Syuaib bin Sholeh dan Imam Mahdi telah ada. Namun jika terjadi “keributan/kekacauan” bila tidak ada pemimpin perlawanan saat diberangus ini, maka baliklah ke gua masing-masing. Karena yang utama tetap bersama pemimpin.

Dari Tsauban ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku takuti dari umatku adalah para pemimpin yang sesat. Jika meletakkan pedang pada umatku, ia tidak akan mengangkatnya sampai hari kiamat.” (HR Abu daud dan Ibnu Majah)

Saat Perpecahan Semakin Menggejala
Artinya: ”Hendaklah ada diantara kalian sekelompok orang yang menyeru kepada kebaikan dan menyeru kepada yang baik dan melarang dari yang munkar. Dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali-’Imran 3:104)

“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah Azza wa Jalla, dan untuk mendengar serta taat (kepada pimpinan) meskipun yang memimpin kalian adalah seorang budak. Sesungguhnya, barangsiapa yang berumur panjang di antara kalian (para sahabat), niscaya akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah para Khulafa’ur Rasyidun –orang-orang yang mendapat petunjuk- sepeninggalku. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham kalian. Dan hati-hatilah kalian, jangan sekali-kali mengada-adakan perkara-perkara baru dalam agama, karena sesungguhnya setiap bid’ah adalah sesat”. [HR Abu Dawud dan Tirmidzi]

Perselisihan yang terjadi di kalangan umat tampak semakin menggejala. Mengapa umat Islam berpecah? Bukankah Islam agama yang haq? Bagaimana kita menyikapi perpecahan ummat? Apa yang harus kita lakukan? Setumpuk pertanyaan menggelayuti pikiran banyak pihak. Masyarakat yang merindukan terwujudnya persatuan sejati semakin merasa miris dengan fenomena yang menunjukkan semakin jauhnya harapan.

Memang Sudah Takdir
Perpecahan umat (iftiraqul ummah) adalah sebuah takdir dari Allah Ta’ala yang pasti terjadi. Sebagaimana telah disebutkan dalam beberapa hadits yang mutawatir, “ingatlah bahwa umat sebelum kalian (Yahudi dan Nasrani) telah terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan.” Sunan Abu Dawud no. 4597.

Nubuwah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ini sudah terbukti sejak lama. Ketika mulai muncul benih kelompok Khawarij, disusul dengan munculnya sekte Syi’ah. Kedua kelompok ini muncul ketika berlangsung zaman sahabat. Bahkan RĂĄsulullĂĄh juga menyebut adanya kelompok Qadariyah, sebagainya majusinya umat ini. Inilah hal pertama yang didengar kaum muslimin, dan didengar pula oleh para sahabat tentang akidah iftiraq dan benih-benih firqah di kalangan muslimin yang ditiupkan oleh para pengusungnya. Benih-benih perpecahan ini tidak layu dan kering tetapi terus tumbuh dan berkembang hingga munculnya firqah-firqah Qadariyah, Jahmiyyah, Mu’tazilah, dan lain sebagainya. Hal yang demikian ini terus menerus terjadi hingga kini. Semakin tampak nyata dengan lahirnya harakah-harakah dengan membawa fikrah masing-masing.

Menuju Takdir Yang Baik
Konon Umar bin al-Khaththab pernah mengeluarkan pernyataan bahwa dalam suatu kasus penyakit endemik dia berupaya lari dari takdir yang satu menuju takdir yang lainnya. Dalam satu sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai utusan Allah telah mewartakan kondisi umat Islam yang akan berpecah belah sebagaimana kaum sebelumnya, bahkan lebih banyak. Di sisi lain Allah dan rasul-Nya telah mewanti-wanti umat Islam untuk selalu menjaga persatuan dan menjauhi perpecahan. Allah Ta’ala yang telah menakdirkan terjadinya iftiraqul ummah telah pula memberikan bimbingan agar umat tidak tenggelam dalam fitnah ini.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, ”Barangsiapa di antara kalian berumur panjang, niscaya akan melihat perselisihan yang banyak. Hati-hatilah dari perkara (agama) yang baru karena sesat adanya. Barangsiapa di antara kalian menyaksikan hal demikian tetaplah berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk. Pegang teguh erat-erat keduanya.” Sunan al-Tirmidzi no. 2676, hasan shahih. Lihat Al-Firqah al-Najiyah oleh Syaikh Jamil Zainu

Untuk mendapatkan takdir yang baik kita harus menempuh ikhtiar yang baik pula sebagaimana digariskan oleh Allah dan rasul-Nya. Dalam hal perpecahan ini setiap pihak hendaknya berupaya keras agar tidak menjadi bagian faktor pemicu perpecahan. Karena itu :

1. Harus senantiasa berpegangan pada sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk.

Dalam memahami agama ini harus senantiasa meruju’ pada konsep yang telah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan pemahaman para sahabat radhiyallahu 'anhuma. Walaupun pemahaman terkesan aneh, berbeda, dan ditentang oleh kebanyakan manusia. Sungguh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberitakan bahwa Islam ini pada awal kedatangannya adalah asing dan pada suatu saat nanti akan kembali dianggap asing.

”Islam pada awal kedatangannya dalam kondisi asing, kelak akan kembali asing seperti semula. Beruntunglah orang-orang yang terasing.” Shahih Muslim no. 145.

Hadits lain meninggalkan pesan bahwa keadaan orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah seakan menggenggam bara api.

”Akan datang pada manusia suatu zaman, orang yang sabar (istiqamah) di atas agamanya pada zaman ini seperti memegang bara api.” Sunan al-Tirmidzi no. 2260.

Pen: Hadis ini bisa dilihat secara global/universal bahwa menjadi seorang islam yang kaffah sangat berat dan panas, terlihat dari penerimaan manusia secara umum kepada eksistensi mereka, secara khusus mereka adalah orang-orang yang tetap, Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati." Qs. Al Baqarah: 38

Walaupun demikian, Allah yang Mahakuasa tidak akan membiarkan umat ini musnah dari muka bumi. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

”Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang terang-terangan di atas kebenaran, tidak mencelakakan mereka orang yang mencemoohnya sampai datang urusan Allah dan mereka dalam keadaan demikian?” Shahih Muslim no. 1920.

2. Meninggalkan semua golongan (firqah) yang ada, sebagaimana diriwayatkan dari Hudzaifah. Hudzaifah bercerita,

”Bahwasanya ketika manusia bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang kebaikan, aku bertanya kepada beliau tentang kejelekan, karena khawatir akan menimpa diriku. Aku bertanya, ’Wahai Rasulullah sesungguhnya kami dahulu dalam keadaan jahiliyah dan kejelekan, lalu Allah datangkan kebaikan kepada kami; apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan?’ Beliau menjawab, ’Ya.’ Aku bertanya, ’Apakah setelah kejelekan itu ada kebaikan?’ Beliau menjawab, ’Ya, tapi ada dakhan (kotoran).’ Aku bertanya, ’Apa dakhannya?’ Beliau menjawab, ’Kaum yang mengerjakan sunnah bukan dengan sunnahku, dan memberi petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau kenali mereka tapi engkau ingkari.’ Aku bertanya, ’Apakah setelah kebaikan tersebut akan muncul kejelekan lagi.’ Beliau menjawab, ’Ya, adanya dai-dai yang berada di atas pintu jahannam, barangsiapa yang memenuhi panggilannya akan dilemparkan ke neraka jahannam.’ Aku bertanya, ’Wahai Rasulullah terangkan ciri-ciri mereka!’ Beliau berkata, ’Mereka adalah suatu kaum yang kulitnya sama dengan kulit kita, bahasanya juga sama dengan bahasa kita.’ Aku bertanya, ’Apa yang engkau perintahkan jika aku menjumpai zaman seperti itu?’ Beliau berkata, ’Berpeganglah dengan jamaah muslimin dan imam mereka!’ Aku bertanya, ’Bagaimana jika tidak ada jamaah dan imam?’ Beliau menjawab, ’Tinggalkan semua firqah, meskipun kamu harus menggigit akar pohon hingga kamu mati dan kamu dalam keadaan seperti itu!’” Shahih al-Bukhari no. 3411.

Mungkin maksudnya adalah meninggalkan semua firqah-firqah (golongan-golongan) yang rusak dan para penyeru kebatilan yang telah disepakati oleh umat islam secara umum kesesatannya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Majmu’ Fatawa, “Sesungguhnya Allah Swt dan Rosul-Nya memerintahkan untuk berjama’ah  dan bersatu, melarang dari berfirqoh dan berpecah belah, serta memerintahkan untuk berta’awun dalam birr dan taqwa dan melarang dari ber-ta’awun dalam dosa dan permusuhan.”

Qiyas dari hadits Amir Safar, yaitu  perintah mengangkat amir dalam safar:  “Apabila ada 3 orang dalam safar maka hendaknya mereka mengangkat amir (pimpinan) salah satu di antara mereka“. (HR. Abu Dawud)

Adapun I’tizal (memisahkan diri) hingga datang kematian adalah berlepas diri dari firqah-firqah (golongan-golongan) yang rusak menyelisihi manhaj salaf dan para penyeru kebatilan yang mengajak ke pintu neraka Jahanam seperti Khawarij, Syi’ah atau kelompok lain yang biasa dikenal sekulerisme, liberalisme, kapitalisme, dan komunisme.

Jama’ah adalah perintah Allah swt yang bisa mendatangkan rahmat-Nya, sedangkan perpecahan di benci Allah Swt bisa mendatangkan adzab-Nya. Allah mengingatkan bahwa orang-orang kafir bekerja secara terorganisasi serta saling tolong-menolong memerangi islam. Maka jika kaum muslimin tidak memperkuat iltizam kepada jama’ah baik secara ilmiyah dan politik akan berakibat hancurnya Islam ini.

Penulis sendiri melihat …. Beliau menjawab, ’Ya, adanya dai-dai yang berada di atas pintu jahannam, barangsiapa yang memenuhi panggilannya akan dilemparkan ke neraka jahannam.’ Aku bertanya, ’Wahai Rasulullah terangkan ciri-ciri mereka!’ Beliau berkata, ’Mereka adalah suatu kaum yang kulitnya sama dengan kulit kita, bahasanya juga sama dengan bahasa kita.’ Aku bertanya, ’Apa yang engkau perintahkan jika aku menjumpai zaman seperti itu?’ Beliau berkata, ’Berpeganglah dengan jamaah muslimin dan imam mereka!’ Aku bertanya, ’Bagaimana jika tidak ada jamaah dan imam?’ Beliau menjawab, ’Tinggalkan semua firqah, meskipun kamu harus menggigit akar pohon hingga kamu mati dan kamu dalam keadaan seperti itu!’”. dengan makna satu kesatuan penjelasan yaitu meninggalkan golongan-golongan yang sesat yang telah disepakati bagian besar umat islam dalam kesesatannya dan teguh memegang jamaah muslim yang ada, bila masih dalam banyak golongan berarti memegang beberapa golongan tersebut yang masih berlandasan islam yang haq, sesuai rukun islam dan rukun iman dan sesuai pegangan golongan masing-masing yang dipercayainya, berdasarkan pandangan :

Apabila ada 3 orang dalam safar maka hendaknya mereka mengangkat amir (pimpinan) salah satu di antara mereka dalam artian kita juga sebagai safar yang tinggal di dunia hanya sementara waktu, jadi bila ada 3 orang muslim pun sudah bisa membentuk kelompok yang terpimpin, sekedar amir, bila ada kekhalifahan maka amir merujuk ke amirnya, khalifah. Maka fungsi amir menjadi bawahan khalifah dengan batasan tugas tertentu.

Bila dilihat lagi Tinggalkan semua firqah, meskipun kamu harus menggigit akar pohon hingga kamu mati dan kamu dalam keadaan seperti itu, uniknya dibagian kata atasnya tidak tertulis atau disebutkan adanya firqah, hanya dikatakan Berpeganglah dengan jamaah muslimin dan imam mereka, padahal sebagaimana kita tahu secara fakta masa kekhalifahan setelah Khulafaur Rasyidin, telah ada beberapa golongan umat islam, dan juga adanya tersirat bahwa ada perpecahan islam dalam beberapa golongan sebagaimana pernyataan lebih awal bahwa Beliau menjawab, ’Ya, tapi ada dakhan (kotoran).’ Aku bertanya, ’Apa dakhannya?’ Beliau menjawab, ’Kaum yang mengerjakan sunnah bukan dengan sunnahku, dan memberi petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau kenali mereka tapi engkau ingkari. Jadi saat merujuk Berpeganglah dengan jamaah muslimin dan imam mereka bahwa waktu itu telah ada firqah pula, tapi patut dipertimbangkan mengapa disebut satu kesatuan sebagai jamaah muslimin dan imam mereka, kemungkinan merujuk semua golongan yang benar dalam islamnya, yaitu balikkannya, kaum yang mengerjakan sunnah nabi dan memberi petunjuk dengan petunjuk nabi. Saat masa kekhalifahan bukankah jamaah terbagi 4 mahzab atau lebih lalu mengapa tidak disebut firqah namun dirujuk Berpeganglah dengan jamaah muslimin dan imam mereka. Semua firqah disini dianggap bersatu dan dianggap masih benar, bila demikian firqah yang mana rujukan pada kata selanjutnya?

Aku bertanya, ’Bagaimana jika tidak ada jamaah dan imam?’ Beliau menjawab, ’Tinggalkan semua firqah, meskipun kamu harus menggigit akar pohon hingga kamu mati dan kamu dalam keadaan seperti itu!’”.

Jadi tinggalkan semua firqah disini dapat merujuk kepada semua kaum yang mengerjakan sunnah bukan dengan sunnahku, dan memberi petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau kenali mereka tapi engkau ingkari. Dengan penjelasan bila tidak ada jamaah atau tidak ada khalifah, namun dua hal ini disatukan bisa jadi kemungkinan Hudzaifah telah tahu ada masa tanpa khalifah kemudian sekalian dirujuk kepada kemungkinan ada umat islam yang tidak menemukan jamaah, seperti yang berada di daerah negeri-negeri kafir, masa dajjal atau yang juga berada dilingkungan kaum yang mengerjakan sunnah bukan dengan sunnahku, dan memberi petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau kenali mereka tapi engkau ingkari.

Disebutkan ada kaum munafik yang diterima taubat mereka dan ada pula yang tidak
supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS. Al Ahzab: 24

Disebutkan ada pula orang yang terlihat berbuat buruk ternyata ahli surga dan kebalikkannya
“sesungguhnya ada orang secara lahiriah terlihat berbuat amal ahli surga, padahal ia ahli neraka. dan ada seseorang yang secara lahiriah ia berbuat amal ahli neraka, padahal ia ahli surga” ( HR Bukhari & Muslim )

Dari Rafi Ibn Khudaij r.a meriwayatkan bahwa baginda Rasulullah SAW bersabda: Apabila Allah SWT mengasihi seseorang manusia, Dia melindunginya daripada tipuan dunia sebagaimana melindungi pesakit-pesakit kamu daripada terkena air. (HR Tabrani)

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. ( QS. Ali Imran : 103 )

Langsung berpegang dengan tali Allah, tali Allah dari masa ke masa, dari satu kaum terdahulu dengan para nabinya, kemudian berlanjut ke masa-masa lain hingga sekarang dipegang nabi Muhammad SAW, maka pondasi dan cara memegangnya mencontoh Rasulullah.

Imam As-Sudy, Mujahid, Dhohak, : tali Allah adalah Al-Qur’an.
Abul Aliyah : tali Allah adalah Ikhklash 
Imam Tobari : Seluruh tali di situ adalah Al Islam. 
Imam Ibnu Katsir : Al-Qur’an itu tali Allah yang sangat kuat, dia merupakan jalan yang lurus.
Imam Al-Qurtubi berkata : ayat tersebut Allah memerintahkan kita untuk berpegang teguh pada Qur’an dan Sunnah secara keyakinan dan amalan, karena hal itu akan menyatukan kalimat, menyatukan perbedaan dalam menangani urusan dien, dunia dan perdamaian dari marabahaya perpecahan, ayat itu mengajak untuk selalu mengadakan pertemuan dan melarang perpecahan.
Imam Nawawi  : Berpegang teguh dengan tali Allah adalah memegang janji Allah dengan cara mengikuti Al-Qur’an dan ber-akhlaq dengan akhlaq Al-Qur’an. 
Imam Syatibi : Saya sendiri melihat orang yang mengikuti sunnah itu akan mengalami ujian berat bahkan akan hancur, tapi ingat, sebenarnya itu merupakan kesuksesan/kemenangan, Sabda Nabi : Siapakah orang yang memecah belah Islam? yaitu orang yang selalu mengikuti hawa nafsu dan ahli bid’ah dari ummat ini. Sesungguhnya setiap dosa itu ada taubat, sedang orang yang mengikuti hawa nafsu dan ahli bid’ah mereka sulit bertobat/kapok. Saya berlepas diri dari mereka. HR. Ibnu Abi Ashim
Imam Ats-Tsauri : Orang ber-dosa bisa taubat, ahli bid’ah sulit taubat, karena orang berdosa bisa sadar, sedang orang bid’ah biasanya ngeyel karena merasa benar
Ibnu Taimiyah : Sunnah itu seperti kapalnya Nabi Nuh, siapa mau naik di atasnya akan selamat, siapa tidak mau naik akan tenggelam
Malik bin Anas & Umar bin Abdul Aziz: Sesungguhnya orang yang mendapatkan rahmat adalah tidak berselisih. Sesungguhnya setiap orang punya kesiagaan, dan tiap siaga itu ada waktu, bisa condong ke sunnah atau bid’ah, siapa yang condong ke sunnah dia dapat petunjuk, jika condong ke  bid’ah maka ia akan hancur.
Al-Hasan : Pelaku bid’ah itu kerja kerasnya, shoum dan sholatnya hanya menambah jauh kepada Allah. Janganlah bergaul dengan ahli bid’ah, nanti hatimu bisa sakit.
Sofyan Ats-Tsauri : Omongan tidak akan lurus tanpa diamalkan, omongan dan amalan tidak akan lurus kecuali harus ada niyat. Omongan, amalan dan niyat tidak akan lurus kecuali harus sesuai dengan Sunnah Nabi SAW.

Dikatakan tali Allah adalah Al Quran dan Hadist, jamaah yang berpegang teguh pada sunnah nabi atau jamaah adalah ahli hadis. Mengikuti sunnah nabi dengan semampu-mampunya kesanggupan.

Kesimpulan penulis bahwa jamaah ada di dalam golongan-golongan kaum yang mengerjakan sunnah nabi dan memberi petunjuk dengan petunjuk nabi, tidak merujuk kepada satu firqah dominan sekarang ini yang terlihat tapi orang-orang jamaah tersebut bisa berada di dalam firqah-firqah berbeda-beda yang merupakan firqah dari kaum yang mengerjakan sunnah nabi dan memberi petunjuk dengan petunjuk nabi, dan mereka satu golongan yang selamat yang dhahirnya bisa saja berada di dalam golongan-golongan berbeda-beda tersebut. Walau di dalam golongan-golongan berbeda atau berada di mahzab berbeda-beda pula, mereka tidak fanatisme, sukuisme, tidak nasionalisme, dan tidak keluarganisme/familisme secara nilai sempit tapi Islaminisme secara nilai mencakup umum dan membawahi/mengawal lingkup isme-isme tadi.

Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. Qs. Al Qashash: 56

Allah SWT pula pemberi petunjuk kepada tiap insan yang memang layak diberi petunjukNya. Lebih tepatnya adalah jamaah hamba-hamba Allah itu adalah….

Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai; lalu masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku (QS al-Fajr [89]: 27-30)

Allah SWT berfirman:  Yâ ayyatuhâ an-nafsu al-muthmainnah (Hai jiwa yang tenang). Ayat ini memberitakan tentang pemanggilan an-nafs al-muthmainnah. Kata an-nafs bisa digunakan untuk menyebut zat (benda) secara keseluruhan (lihat: QS al-Zumar [39]: 56; QS al-An’am [6]: 151); bisa juga untuk menyebut ruh (lihat: QS al-An’am [6]: 93).

Adapun kata al-muthmainnah merupakan ism al-fâ’il dari al-thuma’nĂ®nah wa al-ithmi’nân. Secara bahasa, kata al-thuma’nĂ®nah berarti as-sukĂ»n (diam, tenang, tidak bergerak). Dijelaskan juga oleh al-Asfahani, kata tersebut berarti as-sukĂ»n ba’da al-inzi’âj (tenang setelah gelisah atau cemas). Menurut at-Tunisi, kata ithma’anna digunakan ketika hâdi[an] ghayra mudhtharib wa lâ munza’ij (tenang, tidak cemas dan tidak gelisah). Kata itu bisa juga digunakan untuk menunjuk ketenangan jiwa karena membenarkan apa yang dalam al-Quran tanpa ada keraguan dan kebimbangan. Oleh karena itu, penyebutan tersebut merupakan pujian atas jiwa tersebut. Bisa pula, ketenangan jiwa tersebut tanpa takut dan fitnah di akhirat.

Siapa yang dimaksud dengan orang yang berjiwa tenang dalam ayat ini? Ada beberapa penjelasan. Menurut Ibnu Abbas, dia adalah al-muthmainnah bi tsawâbil-Lâh (jiwa yang tenteram dengan pahala Allah); juga bermakna jiwa yang mukmin. Al-Hasan menafsirkannya sebagai al-mu’minah al-mĂ»qĂ®nah (jiwa yang mukmin dan yakin). Athiyah berpendapat, ia adalah jiwa yang ridha terhadap qadha Allah.

Dikemukakan al-Khazin, yang dimaksud dengannya adalah jiwa yang teguh di atas iman dan keyakinan, membenarkan apa yang difirmankan Allah SWT, meyakini Allah SWT sebagai Tuhannya, serta tunduk dan taat terhadap perintah-Nya. Ibnu Jarir ath-Thabari memaknainya sebagai orang yang tenteram dengan janji Allah SWT yang disampaikan kepada ahli iman di dunia berupa kemuliaan bagi dirinya di akhirat, kemudian dia membenarkan janji itu. Abu Hayyan al-Andalusi menyatakan, al-muthmainah adalah al-âminah (orang yang aman dan tenteram) tidak diliputi oleh ketakutan dan kekhawatiran; atau tenteram dengan kebenaran dan tidak dicampuri dengan keraguan.

Diterangkan Fakhruddin ar-Razi, al-itmi’nân berarti al-istiqrâr wa ats-tsabbât (kekokohan dan keteguhan). Bentuk keteguhan itu ada beberapa.

Pertama: meyakini kebenaran dengan pasti (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 260).

Kedua: an-nafs al-âminah (jiwa yang aman dan tenteram) tidak bercampur dengan ketakutan dan kekhawatiran (Lihat: QS Fushilat [41]: 30).

Jika diperhatikan, sekalipun menggunakan redaksional yang berbeda-beda, sesungguhnya obyek yang ditunjuk tidak berbeda, yakni orang Mukmin yang taat dan ikhlas. Ini juga ditegaskan oleh al-Qurthubi, bahwa yang benar adalah  jiwa tersebut bersifat umum mencakup semua jiwa yang mukmin, muklish dan taat.

Kepada jiwa yang tenang itu diserukan: Irji’Ă® ilâ Rabbika râdhiyah mardhiyyah (kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai). Jiwa itu dipanggil untuk kembali kepada Rabbiki. Yang dimaksud dengan Rabbiki di sini adalah Allah SWT. Digunakan kata Rabbiki, menurut al-Alusi, untuk menambah kelembutan. Di-mudhâf-kan kepada dhamĂ®r an-nafs al-mukhâthah—yakni kata ganti orang kedua yang menunjuk pada an-nafs—berguna sebagai tasyrĂ®f[an] lahu (untuk memuliakannya). Menurut Ibnu Zaid, perkataan ini disampaikan ketika mati dan keluarnya ruh dari jasad seorang Mukmin di dunia. Dari Said berkata, “Saya membaca ayat ini (Yâ ayyatuhâ an-nafsu al-muthmainnah; Irji’Ă® ilâ Rabbiki râdhiyah mardhiyyah) di samping Rasulullah saw., lalu Abu Bakar ra. berkata, “Sungguh ini sesuatu yang bagus.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda: Adapun sesungguhnya malaikat akan mengatakan itu kepadamu ketika mati (HR ath-Thabari).

Ada juga yang menafsirkan Rabbiki  di sini adalah jasadnya. Artinya, an-nafs dimaknai sebagai ar-rĂ»h lalu dikembalikan pada jasadnya. Di antara yang berpendapat demikian adalah Ibnu ‘Abbas, Ikrimah dan ‘Atha`; juga ath-Thabari dan al-Qurthubi. Menurut ath-Thabari, perkataan itu disampaikan pada Hari Kebangkitan. Dalilnya adalah kalimat berikutnya: Fa [i]dkhulĂ® fĂ® ‘ibâdĂ® Wa [id]khulĂ® jannatĂ®.

Disebutkan bahwa jiwa tersebut kembali dalam keadaan râdhiyat[an] mardhiyyat[an]. Kata râdhiyah berarti râdhiyah bimâ Ă»tiyatihi (jiwa itu puas dengan apa yang diberikan kepadanya). Adapun mardhiyyah berarti mardhiyyah ‘indal-Lâh bi ‘amalika (jiwa itu diridhai di sisi Allah dengan amal kalian). Dengan kata lain, jiwa tersebut ridha kepada Allah beserta kemuliaan yang diberikan kepadanya berupa pahala dan Allah pun ridha terhadap jiwa itu.

Kemudian dikatakan kepadanya: Fa [i]dkhulĂ® fĂ® ‘ibâdĂ® (lalu masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku). Seruan ini berarti: Masuklah ke dalam kumpulan hamba-Ku yang shalih dan bergabunglah bersama mereka. Sebab, maksud ibâdĂ® (para hamba-Ku) sebagaimana dijelaskan mufassir adalah ibâdĂ® ash-shâlihĂ®n, para hamba-Ku yang shalih. Di antara yang mengatakan demikian adalah Qatadah, al-Qurthubi, al-Khazin, Abu Hayyan, as-Samarqandi, al-Jazairi, dan lain-lain. Menurut al-Qurthubi, ini sebagaimana firman Allah SWT:

Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih benar-benar akan Kami masukkan ke dalam (golongan) orang-orang yang salih (QS al-Ankabut [29]: 9).

Kemudian dikatakan pula kepadanya: Wa [id]khulĂ® jannatĂ® (dan masuklah ke dalam surga-Ku). Mereka juga dipersilakan masuk ke dalam surga-Nya. Mereka menjadi penghuninya yang kekal dan abadi. Mereka benar-benar mendapatkan apa yang dijanjikan Allah SWT, yakni surga yang didalamnya terdapat segala yang disenangi manusia. Allah SWT berfirman:

Di dalam surga itu terdapat segala yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kalian kekal di dalamnya (QS az-Zukhruf [43]: 71).

Itulah sebaik-baik tempat kembali.  Semua karunia itu diberikan kepada mereka sebagai balasan atas apa yang mereka kerjakan selama di dunia.

Pada ketenangan tersebut ada orang-orang yang dapat membedakan situasi dan keadaan dan ada pula orang-orang yang tidak membedakan keadaan dan situasi apapun yang terjadi. Ketenangan bukan apa-apa yang masih di dalam angan-angan dan pikiran, melainkan ia penyikapan yang menyertai setiap laku keadaan pada waktu disaat kejadian, situasi dan kondisi yang terjadi pada dirinya dan apa yang terjadi pada lingkup dan lingkungannya saat itu. Orang-orang yang tidak membedakan keadaan dan situasi apapun yang terjadi lebih cendrung kepada faham islam umat terdahulu dimana mereka akan pasrah memberi pipi kanan bila pipi kiri dipukul, selalu mengikuti arah arus keadaan. Tidak membedakan kapan harus lembut dan kapan harus keras atau kapan kedua-duanya mencakupi. ini pula salah satu hal mengapa penulis sedikit membedakan ilmu hati dengan tasawuf, ada kesempurnaan lain dalam islam, ada jihad dalam setiap persendian dan tingkah laku pada keadaan, yang kadang kita dapat saja membalas menampar pipi mereka atau bersikap keras pada sesuatu hal. Sebagaimana berbedanya cara rasul-rasul dengan nabi-nabi berdakwah. Usaha dapat berarti untuk sekedar diri sendiri dapat pula menyertakan manfaat buat banyak-banyak orang lain. Namun pada kondisi pasnya kita bisa saja membedakan keadaan/situasi dan terkadang kita juga tidak membedakannya sama sekali.

Pada kisah nabi Musa as dan Khidir selain menggambarkan kompleksitas takdir, juga menggambarkan fitnah ilmu, juga menggambarkan adab berguru, ada juga makna-makna lain seperti salah satunya bila kita sekedar perbandingkan kisah ini dimana nabi Musa as mewakili ahli syariat dan kemudian Khidir mewakili ahli hakikat, maka terlihat awalnya ahli syariat (nabi Musa as) heran melihat prilaku ahli hakikat (Khidir), dimana gambarannya seakan-akan perbuatan ahli hakikat (Khidir) ini bertentangan dengan syariat, ahli syariat (nabi Musa as) pun memprotes, “Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar” dan perkataan, “Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”. Ahli syariat (nabi Musa as) bukannya ingin mencari kesalahan-kesalahan ahli hakikat (Khidir) namun hal wajar karena pemahamannya akan tingkat syariat yang ia fahami.

Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" Qs. Al Kahfi: 68

Setelah dijelaskan oleh ahli hakikat (Khidir) akan maksud perbuatannya, barulah ahli syariat (nabi Musa as) menyadari bahwa perbuatan ini yang seakan-akan bertentangan dengan syariat namun ternyata tidak bertentangan dengan syariat. Pengetahuan dan kesadaran nabi Musa as bertambah setelah pemahaman ilmunya meningkat. Masalahnya yang perlu diingat dan diperhatikan adalah bahwa transfer ilmu ini tidak melalui jalur ritual-ritual tertentu, teknik-teknik aneh tertentu dan tidak melakukan hal-hal ritual ghaib tertentu, femahamannya beriringan dengan kondisi dan keadaan pada kenyataan kejadian, interaksi pada perihal pencernaan akal dan keimanan pada alam kauniyah dan pada alam qauliyah dengan sandaran langsung kepada Allah SWT. Sangat berbeda dengan keyakinan sebagian umat islam cara mentransfer ilmu.

Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka. QS. Az Zumar: 41

Penulis percaya bahwa tulisan apapun, perkataan apapun, opini apapun dan tindakan apapun juga dari setiap oknum dan juga termaksud pernyataan dan tulisan penulis ini bila halnya bermaksud ingin mencoba menyesatkan maka tidak akan bermanfaat melainkan akan menyesatkan dirinya sendiri dan orang-orang yang memang mau sesat dan layak tersesat. Tidak akan menyesatkannya dan tidak akan memberi mudharat bagi orang-orang yang mau dan layak diberi petunjukNya. Namun bukan berarti Anda langsung menimbang/berkata bahwa ini sesat atau sebagainya melainkan setelah Anda mengambil hikmah, mempelajari ijtihad, memahaminya dengan penelahaan pikiran dan penggunaan akal dan ilmu berdasarkan dalil-dalil nash dengan bersandar kepada yang Maha Pemberi Petunjuk.

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Qs. Al Baqarah: 256

Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Qs. Al Maa'idah: 105

Anda lebih faham dari penulis, silahkan dipikirkan kembali. Wallahu a’lam.

3. Senantiasa menyeru manusia kepada kebenaran, saling menasihati dengan kebenaran, kasih sayang, dan kesabaran. Inilah kewajiban bagi kaum muslimin kepada sesama sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala.

”Dan saling menasihatilah engkau dengan kebenaran dan dengan kesabaran.” (Al-’Ashr:4)

Dalam menyikapi perbedaan pemahaman yang ada, kewajiban ini tetap wajib dipegang. Bukan seperti pendapat sebagian orang, ’Kita bekerjasama terhadap apa-apa yang kita sepakati dan kita saling tasamuh (toleransi) terhadap perbedaan yang ada.’ Perkataan ini benar jika perbedaan yang ada adalah hal-hal yang memang merupakan ikhtilaf tanawu’, yang bisa ditolerir. Untuk perkara yang telah menjadi ijma’ aimmah ahlus sunnah wal jamaah dan kaum muslimin, tidak berlaku kata tasamuh. Mereka harus diberi peringatan, ditegakkan hujjah kepadanya (iqamatul hujjah) dan jika tetap tidak mau mengikuti pemahaman yang lurus, maka diberi sanksi. Umat pun diperingatkan dari kesesatan dan bahayanya bergaul dengan mereka.

Sedangkan jika perbedaan pemahaman yang ada seputar masalah fikih atau hal lain yang sifatnya ijtihadiyah, maka kaum muslimin wajib mencari titik temu perbedaan dan mencari yang lebih dekat kepada kebenaran. Jika upaya ini tetap tidak bisa mempersatukan pemahaman, hendaknya masing-masing memahami menurut keyakinan masing-masing tanpa saling cela dan caci, tetapi saling menghormati.

Metode demikian sering dipraktekkan oleh sahabat. Contohnya dalam penyerangan Bani Quraidhah. Ketika berangkat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berpesan agar para sahabat tidak shalat kecuali setelah tiba di tujuan. Tapi ternyata sebelum sampai di perkampungan Bani Quraidhah waktu shalat Ashar sudah tiba. Maka sebagian sahabat mengerjakan shalat di tengah perjalanan, dengan alasan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyuruh mengakhirkan shalat. Yang lain memegangi ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yakni tidak mengerjakan shalat hingga tiba di tujuan, walau sudah habis waktunya. Dalam kasus ini Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mencela salah satu dari kedua pihak. Al-Jami’ush Shahih al-Bukhari-Muslim.

Begitulah beberapa sikap yang hendaknya coba dipegang. Walaupun iftiraqul ummah adalah sebuah kepastian, tetapi hal ini tidaklah menafikan kewajiban kita untuk tetap berpegang teguh kepada tali Allah dan menjaga persatuan di kalangan umat Islam.

Allah Ta’ala berfirman, ”Dan berpegang teguhlah kalian kepada tali Allah seluruhnya, dan jangan berpecah belah.” (Ali Imran:103)

Perintah bersatu di sini bukanlah persatuan kelompok (firqah) tertentu yang kemudian saling membanggakan kelompoknya masing-masing. Hendaknya tidak beranggapan orang yang di luar kelompoknya berarti bukan saudaranya, lantas disikapi dengan sikap sebagaimana terhadap orang kafir. Setiap muslim harus berusaha menjadi agen untuk merengkuh kesatuan kaum muslimin yang berlandaskan akidah dan manhaj ahlus sunnah wal jamaah.
Sumber: Majalah FATAWA Vol 04 No 03 Thn 2008

Memang, hadis-hadis yang berkenaan dengan kewajiban mengikuti jamaah diletakkan para ahli hadis pada bab “al-fitan”. Mereka sebenarnya mengingatkan kita bahwa jamaah harus dipelihara untuk menghindarkan fitnah perpecahan.

Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya", sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: "(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya." Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit." Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka. Qs. Al Kahfi : 22

Katakanlah: "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindungpun bagi mereka selain dari pada-Nya; dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan." Qs. Al Kahfi : 26

Ada juga perbedaan pendapat di kalangan muffasir terkadang terjadi pada hal-hal yang tidak berguna, kurang bermanfaat untuk diketahui dan atau memang tidak perlu diketahui sejelas-jelasnya rinciannya, yaitu tindakan sebagian mufasir yang menukil cerita-cerita Isra’iliyat dari Ahli Kitab. Misalnya perbedaan mereka tentang nama-nama penghuni gua, warna anjing dan jumlah mereka, juga seperti perselisihan mereka tentang ukuran kapal Nuh dan jenis kayunya, tentang nama anak yang dibunuh Khidir, nama-nama burung yang dihidupkan Allah bagi Ibrahim, jenis kayu tongkat Musa dan lain sebagainya.

Terlepas dari 2 bagian besar perbedaan penafsiran terhadap hadis … Aku bertanya, ’Apa yang engkau perintahkan jika aku menjumpai zaman seperti itu?’ Beliau berkata, ’Berpeganglah dengan jamaah muslimin dan imam mereka!’ Aku bertanya, ’Bagaimana jika tidak ada jamaah dan imam?’ Beliau menjawab, ’Tinggalkan semua firqah, meskipun kamu harus menggigit akar pohon hingga kamu mati dan kamu dalam keadaan seperti itu!’” dan apakah dibolehkan masuk ke sistem luar islam, demokrasi ini dan merombak subtansi sistem ini saja menjadi lebih bersyariat hingga keadaan/situasi berubah atau tetap diluar (menjauhi semua golongan) ataupun permasalahan furu lainnya yang memang patut diketahui makna, manfaat dan nilai tauhid, aqidah syariatnya, disini penulis hanya menyatakan sepakat dan ingin bersatu dalam merombak hukum yang urgent dan lebih nyata saat ini untuk umat yaitu menjauhkan sistem riba, karena besarnya bahayanya dan pengaruhnya yang meliputi semua orang, juga konteks subtansi-subtansi lain dalam demokrasi di negeri ini dan juga karena persatuan lebih utama, juga mengingat kapan umat bisa terbangun, Demokrasi bisa jadi sarana untuk umat islam dengan menjadikan demokrasi bersyariat hingga batasan sampainya waktu kekhalifahan terbentuk. Maka mari kita bertengkar secara lahir saja sebagaimana surah Qs. Al Kahfi : 22 dimana saat surah ini turun, nabi diminta bertengkar lahir saja kepada Yahudi, jadi apa berhak penulis yang awam ini bertengkar secara batin terutama kepada umat Islam juga, bagi penulis cukup pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, maka kita sesama Islam, sisanya penulis bersandar kepada Allah SWT dan sunnah rasulNya. Soalnya penulis pun tidak dapat membedah, melihat dan menjenguk hati Anda, begitupun Anda terhadap penulis. Berpeganglah pada dalil-dalil nash yang Anda ambil dalam ijtihad Anda sebagai pertanggungjawaban kepada Allah SWT kelak demikian pun penulis melakukan adanya, selain itu penulis fahami juga bahwa ada tingkat pemahaman berislam yang berbeda pada masing-masing individu, dan penulis pun bisa juga punya banyak salah dan khilaf.

Mengutip kata-kata Habib Rizieq Shihab :

"Rebut Dulu Kekuasan, Baru Ribut!"

Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 sudah di pelupuk mata. Maka sebaiknya umat Islam lebih fokus pada pemenangan Pemilu agar bisa meraih kekuasaan. Demikian anjuran Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab, Ahad siang (23/02/2014), di ruang ibadah utama Masjid Agung Al Azhar, Jakarta dalam acara Pengajian Politik Islam (PPI), seperti yang diberitakan hidayatullah.com. Habib Rizieq menganjurkan umat Islam merapatkan barisan dan berperan dalam Pemilu 2014.

“Saya tidak mau berdebat, kalau ada yang mengatakan ini kan demokrasi hukumnya haram. Sudahlah, terlalu panjang kalau kita berdebat. Ini pertempuran sudah di depan mata. Kita jangan ribut, tapi rebut dulu. Habis rebut, baru ribut. Ini kekuasaan belum kita rebut tapi sudah ribut. Kacau tidak? Akhirnya, besok direbut orang lain. Betul?” ucapnya lantang disambut pekik takbir para jamaah.

Tahun 2014, Tahun politiknya umat Islam. Rapatkan Barisan untuk merebut Kekuasaan.
TAHUN 2014 KITA PERCAYAKAN KEPADA PARTAI ISLAM. Bener, Rebut dulu dari orang-orang sekuler jangan golput, partai islam masih saudaranya sendiri. Utamakan pilihan pada partai Islam dahulu, sebelum faktor keluarga, teman, jasa atau rekan bisnis.

Penulis merekomondasikan PKS

Menganggap semua Pejuang Islam di Demokrasi khianat hanya karena ada bagian yang berkhianat adalah sebuah bentuk Suudzon. Hargai niat dan ikhtiar mereka. Walau sedikit, tapi pasti ada kontribusinya terhadap umat yang terjajah sistem buruk ini.

Melawan saat terjepit, dibanding berdiam tak bertindak. Demokrasi bukan tujuan akhir, ia cuma alat ditengah ketiadaan jalan lain terhadap umat yang realistis

Negara ini dari awal sudah salah langkah oleh pengembosan, lantas apa kita diam terhadap ini?
Diawal negara ini, Sistem Islam tak diadopsi. Perlahan diadopsi, bukan oleh yang berdiam diri, tapi oleh yang berjuang dalam sistem kotor ini, kalaupun kotor, biarlah kami yang kotor.

Dengan kekotoran mereka yang berjuang di sistem kotor inilah Syariat Islam bangkit perlahan,
UU No. 1 Tahun 1974 jadi awal kebangkitan itu, Sistem Islam mulai diadopsi dalam Hukum Nasional. Dulu tak ada yang bisa sengketa dalam hal Nikah, Cerai, Waris, Zakat, Hibah, Wakaf, karena Negara tak adopsi sistem Islam. Kompilasi Hukum Islam menyusul diawal tahun 90an, banyak sistem Islam diterapkan dalam Hukum Nasional. Di era reformasi yang kotor ini, mulai banyak pengadopsian hukum Islam, dan itu tak diraih dengan berdiam diri, tapi karena pejuang yang mau berkotor-kotor.

Bagi aktivis Muslim yang paham Hukum, tentu tau bahwa 70% lebih bagian Hukum Islam sudah masuk dalam Sistem Hukum Nasional, Hanya tinggal Hukum Pidana Islam yang belum diterapkan, pelan-pelan, kita rubah, lewat sistem kotor bernama demokrasi, demokrasi hanya alat.

Bukankah kita liat Aceh mulai terapkan Qanun, Hudud menyusul. InsyaAllah, berjuang dalam kekotoran walau perlahan lebih baik daripada diam. Perlahan namun pasti, walau dianggap kotor oleh saudaranya, mereka yang berjuang adakan perubahan dari "kekosongan" syariat diawal negara ini.

Bukankah akan lebih mudah bila "yang enggan berkotor" mau membantu mendidik mereka yang berjuang agar amanah pada Islam, yang "rusak" jangan dipilih lagi, "Rebut dulu, baru Ribut, jangan belum direbut sudah ribut". 70 % bagian Syariat yang sudah diterapkan bukan tegak karena sikap antipati dan apatis, tapi oleh usaha lewat diplomasi, demokrasi hanya alat.

Akhirnya, Salafy, HTI, PKS dan Ormas+Parpol Islam Bersatu!
Infoisco.com. - Dalam sebuah aksi solidaritas bersama Umat Islam Bersatu, hadir di stadiun GBK perwakilan seluruh ormas dan gerakan Islam. Hadir dari Muhammadiyah, Prof. Din Syamsudin; NU diwakili KH. Gus Shalah; Persis diwakili Prof. Latif. Sedangkan HTI mengirimkan sang Jubir, PKS diwakili Presiden Partai, FPI dihadiri Habib rizieq, dan Salafy diwakili Panglima Laskar Jihad.

Satu persatu berorasi.

Salafy: "Kita semua paham. Demokrasi bukan dari Islam. Kita gunakan demokrasi untuk menghancurkan demokrasi. Mari, umat Islam bersatu. Pilih pemimpin yang siap menggantikan demokrasi! Allaahu Akbar!'

Habieb Rizq menjadi orator kedua, "Wahai umat Islam, sudah bukan waktunya kita meributkan demokrasi. Kita menangkan dulu, baru kemudian kita diskusi panjang lebar tentang demokrasi!"

Ismail Yusanto, jubir HTI lantang berteriak, "Allahu Akbar! Sistem Islam yang terbaik adalah Khilafah! Saya serukan semua anggota HTI untuk membebaskan Indonesia dari hegemoni asing. Turun semua di Pemilu. Kita pilih tokoh-tokoh Islam yang komitmen dengan Syariah dan Khilafah. Allaahu Akbar!"

Giliran Ketum Muhammadiyah, Prof. Din, "Bagi kami, sumber daya alam dikuasai asing adalah dosa besar. Haram hukumnya. Maka kita pilih pemimpin dan parpol yang peduli terhadap SDA! Jangan plin-plan. Tentukan sikap!"

Gus Sholah yang santun menegaskan, "Umat dibodohi dengan hanya dijatah BLT. Pesantren-pesantren dimarjinalkan perannya. Semua akibat pemimpin yang korup dan tak tahu diri. Ayo warga NU, penuhi TPS. Pilih pemimpin Asawaja."

Perwakilan Persis giliran orasi, "Kita sedih, Islam dan umatnya terus dihina. Pembangunan masjid kalah sama gereja. Saatnya bangkit bersama. Pilih pemimpin yang cinta agama!"

Giliran PKS, Presiden PKS Anis Matta berorasi, "Mari kita jadikan Indonesia sepenggal firdaus. Kita adalah gelombang ketiga. PKS siap berkolaborasi dengan seluruh elemen umat dalam bingkai Cinta-Kerja-Harmoni. Tegur kami dikala lupa janji. Ingatkan dikala khilaf. Jangan sampai kita menyesal, hanya karena kita lupa bahwa persatuan kita teramat berharga."

Pemilu pun berlangsung. Umat Islam dalam gabungan Parpol Islam memenangkan 49 % suara plus dari PAN-PKB.

"Bi, udah azan Ashar. Bangun...bangun...!"
Ternyata peristiwa tadi hanya mimpi.
Oleh : Nandang Burhanuddin, Lc, M.Si*
(Pendiri SDIT Insan Teladan Cileunyi Bandung).

Indahnya Ukhuwah
INFOISCO.COM. Ukhuwah rusak manakala iman para pelakunya rusak. Karena indah dan tidaknya ukhuwah, erat kaitanya dengan iman. Mereka yang benar imannya, pastilah benar ukhuwahnya. Hal ini telah dibuktikan oleh generasi terbaik umat ini.

Ketika itu, tidak ada batas antara diri sendiri dan orang lain. Bahkan, sahabat dalam ukhuwah lebih dicintai dan didahulukan kebutuhannya dari diri sendiri. Tidak ada egoisme, tidak ada menang sendiri .

Maka, ukhuwah adalah kesadaran untuk menerima kekurangan sahabat kita, sebagaimana kita memaklumi kelemahan diri sendiri. Selama sikap itu tiada, ukhuwah hanyalah pemanis bibir belaka.

O ya, tak ada masalah dalam ukhuwah kita, karena sehebat apapun konflik yang terjadi, hati kita tetap berpelukan dalam iman. Dan, kita selalu sepakat untuk saling mengeja nama sahabat kita, dalam doa-doa panjang kita.

Sehingga, batu terjal dalam perjalanan ukhuwah ini, hanyalah sarana agar kita semakin sadar bahwa kuasaNya adalah segalanya. Bahwa kita lemah tanpaNya. Dengan itu, pelukan kita di jalan iman, akan semakin kuat dan bergelora, insya Allah.

Oleh karena itu pula, kita akan semakin merapat ke langitNya, agar kokoh pijakan kita di bumiNya. Karena, ketika benar iman kita, ukhuwah akan serasa makin indah, seindah pelangi, sehangat mentari di kala dhuha, sesejuk embun di pagi hari, seindah purnama ketika gulita.

Oh indahnya ukhuwah ....
Penulis : Pirman
Redaksi Bersamadakwah.com

Fatwa-Fatwa Para Ulama Tentang Kebolehan Pemilu

Para ulama berbeda pendapat dalam hukum pemilu dan parlemen, sebagian melarang seperti Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i, Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali,  Syaikh Abdul Malik Ramadhan Al Jazairi, Syaikh Sayyid Quthb, Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisi, Syaikh Abu Bashir At Turthusi, Syaikh Sa’ad As Suhaimi, dan lainnya. Bahkan ada di antara mereka yang sampai mengatakan kufur.

Sebagian besar  membolehkannya secara bersyarat, sesuai pertimbangan maslahat dan mudharat, asalkan bukan untuk memperkaya diri, tetapi untuk memperjuangkan Islam dan hak kaum muslimin, seperti Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Syaikh Al Albani, Syaikh ‘Utsaimin, Syaikh Ali Al Khafif, Syaikh Jum’ah Amin Abdul Aziz, Syaikh Shalih Fauzan, Syaikh Abdul ‘Aziz Alu Asy Syaikh, Syaikh Al Qaradhawi, Syaikh Salim Al Bahsanawi, Syaikh Abdurrahman As Sa’di, Syaikh Abdullah ‘Azzam, Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid, Para ulama yang tergabung dalam Al Lajnah Ad Daimah Saudi Arabia seperti Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi, Syaikh Abdullah Ghudyan, Syaikh Abdullah bin Qu’ud, , para ulama di Al Majma’ Al Fiqhi Al Islami,  para ulama Al Azhar seperti Syaikh Abu Zahrah, Syaikh Hasanain Makhluf, Syaikh Sayyid Ath Thanthawi, dan lainnya.

Tulisan ini hanya akan memaparkan pihak yang membolehkan saja, sebab untuk pihak yang melarang sudah cukup banyak disampaikan oleh para pendukungnya diberbagai situs internet. Silahkan mencarinya. Dalam hal ini seharusnya, kita berlapang dada atas perbedaan ini, jangan memaksakan kehendak, apalagi sampai menuduh sesat dan kafir, sebab ini masalah ijtihadiyah yang lapang sebagaimana dikatakan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid dan Syaikh Shalih bin Ghanim Sadlan.

Berikut ini fatwa-fatwa mereka :

1.    Asyh Syaikh Dr. Abdullah Al Faqih Hafizhahullah
Beliau ditanya tentang hukum mencalonkan  diri dalam parlemen untuk maslahat kaum muslimin, dan hukum memilih partai sekuler, Beliau menjawab :

Tidak boleh bekerjasama dengan partai-partai sekuler dan komunis, karena  dasar pemikiran mereka adalah anti Tuhan. Penjelasan yang benar tentang sekulerisme adalah anti agama, dan yang disepakati tentang sekulerisme adalah menghapuskan agama dari negara dan kehidupan masyarakat.  Sebagaimana makna komunisme yang merupakan pemikiran yang didasari sikap pemujaan kepada materi, dan materialisme merupakan pondasi semuanya, sama halnya dengan pemikiran yang ditegakkan oleh atheis, yang menghilangkan sama sekali pengakuan atas adanya Tuhannya bumi dan langit. Ada pun masuk ke dalam majelis perwakilan (parlemen) melalui jalan pemilu dan selainnya, maka pada dasarnya melahirkan manfaat bagi kaum muslimin dengan cara apa saja yang tidak membawa pada dosa, itu merupakan cara yang diperintahkan syariat secara umum. Maka, siapa saja yang  niat pencalonannya adalah untuk melayani kaum muslimin dan mengambil hak-hak mereka, maka kami memandang hal itu tidak terlarang. Kami telah jelaskan hal ini, dengan izin Allah,  dalam fatwa No. 5141. (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah, 1/565)

Beliau juga menasihati agar tidak sembarang memakai fatwa ulama sebuah negara untuk keadaan di negara lain, khususnya tentang larangan ikut serta dalam pemilu, karena masing-masing negara punya keadaan yang tidak sama. Maka, adalah hal aneh memaksakan pendapat ulama yang mengharamkan pemilu dinegerinya, untuk diberlakukan disemua negara muslim. Dalam masalah ini dibutuhkan pemahaman tahqiqul manath, kecerdasan berfiqih, bukan asal comot fatwa ulama, sebagaimana yang dilakukan banyak para pemuda yang semangat beragama, tapi mereka laksana Ar Ruwaibidhah zaman ini. Ar Ruwaibidhah adalah orang bodoh tapi sok membicarakan urusan orang banyak.

Asy Syaikh mengatakan :

Dikarenakan masalah ini dibangun atas dasar pemahaman maslahat dan mafsadat (kerusakan), dan setiap ulama di masing-masing negara adalah pihak yang paling tahu tentang ukuran hal-hal tersebut (maslahat dan mafsadat), dan mereka juga mengetahui keadaan negerinya dan hal-hal seputarnya. (Ibid, 7/4)

2.    Asy Syaikh Dr. Ahmad bin Muhammad Al Khudhairi (Ulama Saudi, Anggota Hai’ah At Tadris di Universitas Islam Imam Muhammad bin Su’ud, Riyadh)
Beliau ditanya tentang kaum muslimin yang tinggal di Barat, bolehkah ikut pemilu di sana yang nota bene calon-calonnya adalah kafir.

Kaum muslimin yang tinggal di negeri non muslim, menurut pendapat yang benar adalah boleh berpartisipasi dalam pemilihan presiden diberbagai negara, atau memilih anggota majelis perwakilan jika hal itu dapat menghasilkan maslahat bagi kaum muslimin atau mencegah kerusakan bagi mereka. Dan, hujjah dalam hal ini adalah adanya berbagai kaidah syariat umum yang memang mendatangkan berbagai maslahat dan mencegah berbagai kerusakan, dan memilih yang lebih ringan di antara dua keburukan, dan mestilah bagi kaum muslimin di sana mengatur diri mereka, menyatukan kalimat mereka, agar mereka  memperoleh pengaruh  yang jelas. Kehadiran mereka bisa memberikan kontribusi atas berbagai keputusan-keputusan penting  khususnya bagi kaum muslimin di negeri itu dan lainnya. (Fatawa Istisyarat Al Islam Al Yaum, 4/506)

3.    Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah
Beliau ditanya tentang pemilu di Kuwait, yang diikuti oleh para aktifis Islam, Beliau menjawab :

Saya berpendapat, bahwa mengikuti pemilu adalah wajib, wajib bagi kita memberikan pertolongan kepada orang yang kita nilai memiliki kebaikan, sebab jika orang-orang baik tidak ikut serta, maka siapa yang menggantikan posisi mereka? Orang-orang buruk, atau orang-orang yang tidak jelas keadaannya, orang baik bukan, orang jahat juga bukan, yang asal ikut saja semua ajakan. Maka, seharusnya kita memilih orang-orang yang kita pandang adanya kebaikan. Jika ada yang berkata: “Kita memilih satu orang tetapi kebanyakan seisi majelis adalah orang yang menyelisihinya.” Kami katakan: “Tidak apa-apa, satu orang ini jika Allah jadikan pada dirinya keberkahan, dan dia bisa menyatakan kebenaran di majelis tersebut, maka itu akan memiliki dampak baginya.” (Liqo Bab Al Maftuuh kaset No. 211)

4.    Syaikh Abdul Muhsin Al Ubaikan Hafizhahullah
Beliau ditanya tentu ikut memberikan suara dalam pemilu sebagai berikut :

Pertanyaan: Assalamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh. Apa kabar Syaikh, Ya Syaikh saya ada pertanyaan terkait pemilu, apakah kita mesti ikut pemilu? Saya harap Anda menjelaskan kepadaku dengan dalil-dalil, semoga Allah Ta’ala memberikan pahala, dan aku harap Anda menjawabnya secepatnya. Was Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Jawaban: Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Berpartisipasi  dalam pemilu adalah suatu hal yang dituntut untuk dilakukan supaya orang yang jahat tidak bisa menjadi anggota dewan untuk menyebarluaskan kejahatan mereka. Inilah yang difatwakan oleh Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin”. (Sumber:http://al-obeikan.com/show_fatwa/619.html)

5.    Fatwa Al Lajnah Ad Daimah
Al Lajnah Ad Daimah adalah lembaga fatwa kerajaan Arab Saudi, fatwa ini dikeluarkan ketika masih diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahullah. Mereka ditanya tentang hukum ikut pemilu di sebuah negeri yang negaranya tidak memakai hukum Allah Ta’ala. Mereka menjawab :

Tidak boleh bagi seorang muslim mencalonkan dirinya, dengan itu dia ikut dalam sistem pemerintahan yang tidak menggunakan hukum Allah, dan menjalankan bukan syariat Islam. Maka tidak boleh bagi seorang muslim memilihnya atau selainnya yang bekerja untuk pemerintahan seperti ini, KECUALI jika orang yang mencalonkan diri itu berasal dari kaum muslimin dan para pemilih mengharapkan masuknya dia kedalamnya sebagai upaya memperbaiki agar dapat berubah menjadi pemerintah yang berhukum dengan syariat Islam, dan mereka menjadikan hal itu sebagai cara untuk mendominasi sistem pemerintahan tersebut. Hanya saja orang yang mencalonkan diri tersebut, setelah dia terpilih tidaklah menerima jabatan kecuali yang sesuai saja dengan syariat Islam. (Fatwa Al Lajnah Ad Daimah No. 4029, ditanda tangani oleh Syaikh bin Baaz, Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi, Syaikh Abdullah Ghudyan, Syaikh Abdullah bin Qu’ud)

6.    Fatwa Al Majma’ Al Fiqhi Al Islami, dalam pertemuan ke 19 Rabithah ‘Alam Islami, di Mekkah Pada 22-17 Syawwal 1428H (3-8 November 2007M)
Mereka menelurkan fatwa bahwa hukum pemilu tergantung keadaan di sebuah Negara,  di antaranya :

Partisipasi seorang muslim dalam pemilu bersama non muslim di negeri non muslim, termasuk permasalahan As Siyasah Asy Syar’iyah yang ketetapan hukumnya didasarkan sudut pandang pertimbangan antara maslahat dan kerusakan, dan fatwa tentang masalah ini berbeda-beda sesuai perbedaan zaman, tempat, dan situasi. (selesai kutipan)

Jadi, tidak benar memutlakan keharamannya, sebagaimana tidak benar memutlakan kebolehannya, semuanya disesuaikan dengan situasi yang berbeda-beda. Di negeri Indonesia, inilah cara yang paling mungkin berpartisipasi bagi seorang muslim untuk memperbaiki keadaan pemerintahan negaranya. Di tambah lagi, negeri ini masih negeri muslim, bukan negeri kafir walau sistem dan hukum yang berlaku belum Islami.

Dan, masih banyak lagi fatwa para ulama yang membolehkan pemilu.

Nasihat Ulama Terhadap Perselisihan Pendapat dalam Ijtihad
Berikut ini nasihat para imam Ahlus Sunnah dalam menyikapi berbagai perselisihan fiqih.

Nasihat Imam Sufyan Ats Tsauri Rahimahullah
Imam Abu Nu’aim mengutip ucapan Imam Sufyan Ats Tsauri, sebagai berikut :

“Jika engkau melihat seorang melakukan perbuatan yang masih diperselisihkan, padahal engkau punya pendapat lain, maka janganlah kau mencegahnya.” (Imam Abu Nu’aim al Asbahany, Hilyatul Auliya’, Juz. 3, hal. 133)

Pandangan Imam Ahmad bin Hambal Radhiallahu ‘Anhu
Dalam kitab Al Adab Asy Syar’iyyah :

“Imam Ahmad berkata dalam sebuah riwayat Al Maruzi (Al Marwadzi), tidak seharusnya seorang ahli fiqih membebani manusia untuk mengikuti madzhabnya dan tidak boleh bersikap keras kepada mereka. Berkata Muhanna, aku mendengar Ahmad berkata, ‘Barangsiapa yang mau minum nabidz (air perasan anggur) ini, karena mengikuti imam yang membolehkan meminumnya, maka hendaknya dia meminumnya sendiri.” (Imam Ibnu Muflih, Al Adab Asy Syar’iyyah, Juz 1, hal. 212. Syamilah)

Para ulama beda pendapat tentang halal-haramnya air perasan anggur, namun Imam Ahmad menganjurkan bagi orang yang meminumnya, untuk tidak mengajak orang lain. Ini artinya Imam Ahmad bersikap, bahwa tidak boleh orang yang berpendapat halal, mengajak-ngajak orang yang berpendapat haram.

Imam Yahya bin Ma’in Rahimahullah
Imam Adz Dzahabi  Rahimahullah berkata tentang Yahya bin Ma’in :

Berkata Ibnu Al Junaid: “Aku mendengar Yahya bin Ma’in berkata: “Pengharaman nabidz (air perasan anggur) adalah benar, tetapi aku no coment, dan aku tidak mengharamkannya. Segolongan orang shalih telah meminumnya dengan alasan hadits-hadits shahih, dan segolongan orang shalih lainnya mengharamkannya dengan dalil hadits-hadits yang shahih pula.” (Imam Adz Dzahabi, Siyar A’lam an Nubala, Juz. 11, Hal. 88. Mu’asasah ar Risalah, Beirut-Libanon. Cet.9, 1993M-1413H)

Pandangan Imam An Nawawi Rahimahullah
Berkata Imam an Nawawi Rahimahullah :

“Dan adapun yang terkait masalah ijtihad, tidak mungkin orang awam menceburkan diri ke dalamnya, mereka tidak boleh mengingkarinya, tetapi itu tugas ulama. Kemudian, para ulama hanya mengingkari dalam perkara yang disepati para imam. Adapun dalam perkara yang masih diperselisihkan, maka tidak boleh ada pengingkaran di sana. Karena berdasarkan dua sudut pandang setiap mujtahid adalah benar. Ini adalah sikap yang dipilih olah mayoritas para ulama peneliti (muhaqqiq). Sedangkan pandangan lain mengatakan bahwa yang benar hanya satu, dan yang salah kita tidak tahu secara pasti, dan dia telah terangkat dosanya.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim,  1/131. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Jadi, yang boleh diingkari hanyalah yang jelas-jelas bertentangan dengan nash qath’i dan ijma’. Adapun zona ijtihadiyah, maka tidak bisa saling menganulir.

Pandangan Imam Jalaluddin As Suyuthi Rahimahullah
Ketika membahas kaidah-kaidah syariat, Imam As Suyuthi berkata dalam kitab Al Asybah wa An Nazhair :

Kaidah yang ke-35, “Tidak boleh ada pengingkaran terhadap masalah yang masih diperselisihkan. Seseungguhnya pengingkaran hanya berlaku pada pendapat yang bertentangan dengan ijma’ (kesepakatan) para ulama.” (Imam As Suyuthi, Al Asybah wa An Nazhair, Juz 1, hal. 285. Syamilah)

Demikian. Wallahu A’lam
Farid Numan Hasan

abu anisah : Ustadz, apakah ini bermaksud kita tidak boleh melarang orang yang mengajak mengikuti pemilu dan diwaktu yang sama kita juga tidak boleh mengingkari orang yang mengajak golput?

Farid Nu'man : Ya betul, secara syar'i tidak boleh saling mengingkari dalam hal ini, silahkan meyakini apa yang dianggapnya lebih kuat.

tetapi, secara strategi dan pertimbangan maslahat mudharat, lebih baik tetap memilih untuk mencegah masuknya caleg-caleg yang memusuhi Islam dan ahlus sunnah. Wallahu A'lam

abu anisah : Jazakallahu khairon.. ust, perkataan imam ahmad: ..hendaknya dia meminumnya sendiri".. bagaimana ustadz bisa memahami perkataan beliau bahwa beliau hanya melarang mengajak keadaan mereka yang mengharamkan saja? Apakah ada qorinah yang menguatkan pemahaman ustadz tersebut? Kalau yang saya fahami dari perkataan imam ahmad jika dikaitkan dengan demokrasi adalah apabila seseorang mengikuti ulama yang membolehkan pemilu maka hendaklah dia menyertai pemilu tapi jangan mengajak orang lain terutama mereka yang mengharamkan pemilu.. bagaimana pendapat ust terhadap apa yang saya pahami, benar atau tidak?

Farid Nu'man : wa jazakallah khairan ...

Antum salah paham, maksudnya adalah jika ada orang yang memahami bahwa meminum nabidz itu boleh, maka minumlah sendiri. Jadi, dia tidak boleh mengajak yang mengharamkan untuk ikut-ikutan minum, cukuplah sendiri. Mafhum mukhalafahnya, jika ada yang tidak mau minum (karena mengharamkannya), maka jangan pula melarang-larang pihak yang meminumnya karena mengikuti ulama yang menghalalkannya.

abu anisah : Sangat sulit untuk mengikuti pemilu karena ada ulama yang menfatwakan kekufuran mengikuti pemilu seperti al- maqdisi dan abu bashir sepertimana yang ustadz sudah maklumi. Mereka berpendapat daruratnya lebih besar karena harus mengorbankan akidah. Dan kita maklumi bahwa demokrasi secara ringkasnya adalah suara rakyat adalah hukum tertinggi (tentunya ini adalah kekufuran), apakah mengikuti pemilu petunjuk bahwa kita redha dengan sistem demokrasi? Sama seperti masalah tasyabbuh, yang mana dosa tasyabbuh terhasil apabila kita menyerupai kekhususan orang kafir walaupun tanpa niat menyerupai mereka? Mohon pencerahannya?

Farid Nu'man : - mungkin antum bisa sebutkan, aqidah yang mana yang dikorbankan? kalau memang ada yang dikorbankan disisi aqidah, kenapa hal tersebut luput dan tidak diketahui oleh para ulama besar seperti syaikh bin baaz, syaikh utsaimin, syaikh abdul aziz alu asy syaikh, syaikh abdullah azzam, syaikh al qaradhawi, syaikh abdurrahman abdul khaliq, syaikh muhammad hasan, syaikh al albani, syaikh abdul majid az zindani, syaikh abdul karim zaidan, dan banyak sekali masyaikh lainnya ...., coba antum baca lagi uraian saya tentang masalah maslahat mudharatnya, ini tergantung masing-masing negara.

- Demokrasi, jika diartikan sebagai kedaulatan tertinggi ditangan rakyat, adalah syirik akbar, itu jelas. Tetapi, benarkah seperti itu makna demokrasi? Seperti itukah demokrasi yang diingankan pejuang muslim?

Syaikh Taufiq Yusuf Al Wa'i mengatakan demokrasi terdapat 300 definisi, amat keliru jika hanya dimaknai seperti itu. Tidak ada definisi baku yang pasti dan disepakati. Dalam fiqih, definisi adalah POKOK sedangkan hukum adalah CABANG. jika pokoknya (yakni definisi) belum baku, maka hukum tidak boleh langsung dikatakan haram, tetapi bara'atul ashliyah (kembali ke hukum awal) urusan dunia yaitu boleh.

- Jika dalam demokrasi, justru orang-orang yang terlibat didalamnya justru berhasil memperjuangkan hukum Allah Ta'ala, berhasil menjadikan syariat sebagai panglimanya, apakah masih dikatakan bahwa mereka membuat hukum-hukum buatan manusia?

- Demokrasi, sederhananya adalah tata cara memilih pemimpin dan wakil rakyat. Ini masalah persoalan teknis. alangkah baiknya kita menggunakan cara yang diwariskan Islam, tetapi hari ini, di negeri ini tidak ada pilihan lain kecuali dengan pemilu. Jika kita ikut Islam kalah, kita golput Islam juga kalah, maka lebih baik ikut masih ada upaya melawan orang kafir. Paling tidak menjadi hujjah kita dihadapan Allah kelak, bahwa kita sudah melawan mereka.

- Demokrasi bukan budaya Islam, dari Yunani Kuno. Sebagaimana khandaq juga dari Persia yang majusi, stempel juga budaya romawi. Tetapi nabi menggunakan khandaq dalam perang ahzab, dan menggunakan stempel dalam suratnya kepada Heraklius. Ini bukan tasyabbuh. Yang penting jadikanlah itu sebagai alat saja, bukan pandangan hidup. ada pun pembagian sebagian kalangan, ada yang membagi 2: hadharah dan madaniyah. kalo hadharah itu harus dari Islam, nah demokrasi itu hadharah, jadi ngak boleh. sedangkan madaniyah, boleh dari selain Islam seperti komputer, pesawat, dll.
Pembagian ini tidak ada dasarnya, dan tidak ada ulama salaf yang melakukannya.

- Antum boleh ambil pendapat yang tetap mengharamkan, tetapi tetap jaga etika dalam khilafiyah, yakni jangan saling memaksakan, dan saling menyerang, sebab para ulama terdahulu berbeda pendapat pada masalah-masalah yang banyak, antara yang mengatakan haram dan halal, bid'ah dan sunah, tetapi tidak ada pengingkaran dalam masalah yang masih didiskusikan para ulama, dan tidak ada kata "mungkar" dalam perkara yang masih diijtihadkan. Dan, masalah pemilu termasuk ijtihadiyah seperti yang dikatakan para ulama seperti Shalih Al Munajid, dan Shalih Ghanim Sadlan, dll.

"Mungkar" hanya ada pada penentangan dalam hal-hal yang telah disepakati keharaman dan kesalahannya.
Wallahu A'lam

abu anisah : Jazakallahu khoiran, afwan klo ada kata-kata yang nga enak. tentang masalah mudhoratnya lebih besar bisa kita melihatnya dari web almaqdisi dan abu bashir serta ulama mujahidin yang lainnya karena bisa dikata bahwa moyaritas ulama mujahidin berpendapat pemilu adalah kekufuran namun masih bersifat khofiyyah karena banyak pula ulama yang membolehkan atas alasan darurat.

Farid Nu'man : Wa jazakallah khairan, semoga Allah memudahkan antum untuk mendapatkan ilmuNya ...

Tentang dua syaikh tersebut, pendapatnya sudah saya ketahui sejak lama, bahkan jauh sebelum mereka sudah ada yang berpendapat seperti itu. Termasuk di negeri kita, sejak masa Masyumi dan DI/TII ..., yang satu masuk ke parlemen, yang lain memilih jihad.

Mudharat parlemen memang ada, tetapi lebih pada sisi pribadi orangnya, seperti korup, memperkaya diri, lupa dengan amanah, lupa dengan nilai perjuangan, dan lemah melawan musuh ..., ini sifatnya personally, dan tidak semua seperti itu.

Tetapi, saya, antum, dan aktifis Islam lainnya tidak boleh lemah hanya gara-gara kasus penyimpangan itu.

Untuk mudharat seperti ini, ada nasihat bagus dari ulama Maroko, Syaikh Ahmad Ar Raisuni sebagai berikut: (silahkan antum perhatikan):

“Sebenarnya adanya tantangan dan kesulitan adalah realita saat ini dan masa lalu. Itu semua bukan alasan bagi kita, itu ada alasan bagi orang-orang yang lemah dan semisal mereka yang telah melakukan penyimpangan. Penyimpangan personal yang mereka lakukan merupakan bukti kelemahan pribadi yang bersangkutan, dan itu bukan berarti tidak ada lagi dari umat ini yang berhasil dalam musyarakah. Orang yang baik tidak hanya berfikir dua kemungkinan dalam musyarakah: gagal lalu keluar atau larut dalam penyimpangan. Di dalam umat dan jamaah ini pasti ada tambang berharga yang mampu berhasil dalam musyarakah. Kita saling tolong menolong dalam barisan yang solid dan kokoh dalam rangka terus mewujudkan keberhasilan musyarakah ini.”

abu anisah : Ustadz hafidzakallah, afwan kalau saya lancang, kita sudah berpuluh-puluh tahun berjuang lewat demokrasi, apakah maslahat yang diutarakan ulama yang membolehkan tercapai? Setelah kita berhasil menang lewat wasilah ini menjadi presiden, apa yang terjadi. bukankah kita dikudeta seperti di mesir dan aljazair? Demokrasi hanya akan dibiarkan bila menguntungkan barat, dan apabila merugikan mereka, mereka akan menggunakan militer. kenapa kita masih menggunakan wasilah yang sama padahal sudah jelas kegagalannya dan sudah terjadi berkali-kali? Kenapa kita tidak memikirkan wasilah lain dan lebih memberikan tumpuan kepada menyiapkan kekuatan (jihad)? Afwan sekali lagi kalau pertanyaan saya tidak sopan.

Farid Nu'man : Berjuang lewat demokrasi, lewat jihad, lewat kajian, dan semua media, membutuhkan perjuangan yang panjang.

Di Afghanistan sudah seabad lamanya jalan jihad di tempuh, sampai sekarang masih terjadi peperangan, sehingga sulit bagi mereka menjalankan syariah secara utuh.

Akhi fillah ..

Kita tidak melihat dari keberhasilan dan gagal semata, tetapi perubahan kearah yang lebih baik. Dahulu ketika masa orde baru kita ngaji takut-takut, khutbah jumat diperiksa apa temanya, semua menjadi gerakan underground ... tapi saat ini, di alam kebebasan, semuanya muncul, bahkan yang bejat-bejat pun juga muncul karena memanfaatkan kebebasan demokrasi.

Perjuangan itu bukan hitungan puluhan tahun, abad, … bahkan berabad-abad. Jika antum mengambil contoh kemenangan FIS, Mursi, lalu di kudeta ..., maka jawaban saya adalah Melalui Pemilu atau Tidak, kemenangan umat Islam pasti dikudeta juga, karena tabiat permusuhan kita dengan mereka itu abadi.

Lihatlah Taliban, setelah berhasil menggulingkan mujahidin yang berselisih yaitu Burhanuddin Rabbani dan Qolbuddin Hikmatyar, lalu mereka menjadi penguasa di Afghan selama 5-6 tahun, mereka pun diserang oleh AS dan sekutunya dengan alasan mencari Syaikh Usamah bin Ladin ...

Begitu pula yang terjadi di Sudan, Somalia, dll, ... , jadi bukan masalah melalui pemilu atau tidak, tetapi memang begitulah musuh Islam.

Yang terbaru adalah, di Afrika Tengah, setelah umat Islam berhasil menguasai pemerintahan hanya beberapa bulan saja (bukan dengan pemilu tetapi kudeta), kaum Nasrani mengkudeta lagi, bahkan membantai umat Islam ... apakah kita katakan bahwa cara "jihad" juga gagal? tentu tidak sesederhana itu. Kita katakan, begitulah tabiat shira' bainal haq wal baathil (pertarungan antara haq dan batil) yang memang abadi.

Saya tidak akan memaparkan maslahat apa yang sudah dicapai para anggota dewan muslim di sana, yang jelas sangat banyak, hanya saja kurang sosialisasi. Jika yang dimaksud "maslahat" adalah menegakkan syariah, maka hal tersebut pun juga menjadi agenda walau dengan pembahasaan yang berbeda, dan cara yang bertahap. Sabar aja ...
Wallahu A'lam

Abu Jundi : saya sih sederhana aja, yang namanya golput itu sama tuanya dengan adanya pemilu, jika perjuangan usia pemilu sudah berpuluh-puluh tahun berarti golput juga sudah berpuluh-puluh tahun ..., trus maslahat apa dari sikap golput selama berpuluh-puluh tahun tersebut bagi perjuangan Islam? sudahkah syariah menjadi tegak gara-gara golput? ... masuk akalkah bisa mensyariahkan Indonesia tapi malah tidak ikut berjuang, dan menentukan arah perjuangannya?

jika akhi abu anisah bertanya sudahkah Islam tegak di sebuah negara gara-gara demokrasi?
maka, saya boleh donk nanya, sudahkah syariah Islam tegak di sebuah negara gara-gara golput?

abu anisah : Jazakumullah khoir.. memang sisi kita melihat perjuangan berbeda, barangkali karena saya lebih banyak membaca buku/artikel dari salafi terutama dari ulama mujahidin. ustadz yang saya hormati, kalau kita melihat mujahidin di afghanistan, walaupun mereka belum berkuasa sepenuhnya dan masih berperang melawan amerika, namun kita melihat adanya harapan yang sangat besar untuk kembali menegakkkan syariat karena mereka memiliki kekuatan melalui proses jihad yang panjang. kita maklumi berapa kerugian nyata yang dialami amerika hasil jihad dari mujahidin afghan dan insyaAllah kemenangan itu semakin dekat. apa yang mengkagumkan saya apabila kita berjuang lewat jihad adalah wala' dan bara' mereka jelas tanpa basa-basi.

Kepada abu jundi, jihad di afganistan buktinya bahwa wasilah jihad berhasil menegakkan syariat islam walaupun hanya bertahan beberapa tahun karena serangan amerika namun mereka masih melakukan perlawanan karena mereka memiliki kekuatan militer dan terus memberikan kerugian yang nyata kepada amerika dan anteknya, hal yang sama juga berlaku di somalia dll..

Afwan ustadz, ini hanya pandangan saya dan memang saya cenderung kepada pendapat ulama mujahidin namun saya tetap melapangkan dada saya kepada ulama-ulama yang lain terutama kepada ustadz nu'man yang saya kagumi.. saya sangat berangan-angan semua aktifis islam memikirkan dan berusaha untuk menyiapkan kekuatan militer semampunya karena segitu sia-sia apabila kita sudah berhasil menjadi presiden namun kita tidak memiliki kekuatan yang menjadi pelindung syariat islam yang kita cita-citakan. karena jelas apabila kita ingin menegakkan syariat secara utuh pasti barat akan memerangi kita dan itu sudah terbukti berkali-kali. apapun, jazakallahu khoiran kepada ustadz memberikan waktunya untuk menjawab pertanyaan-pertanyan saya.

Farid Nu'man : wa jazakallah khairan ..., Insya Allah ikhwah yang aktif dalam politik juga tidak melupakan jihad militer di Afghan, Irak, Palestina, dll, sebab i'dadul jihad juga dilakukan oleh mereka. Politik hanya perluasan saja, 80-90an adalah masa-masa mereka aktif membicarakan jihad, 2000an masa mereka membicarakan jihad, politik, dan pelayanan masyarakat. Ini hanya perluasan spektrum yang masih bisa didiskusikan lagi. Wallahu A'lam

Semoga Allah Ta'ala mengumpulkan kita dalam deretan para syuhada ... aamiin

pojok salman : indah sekali dialog ustadz farid dan abu anisah, beginilah seharusnya yang ditampilkan oleh para pemimpin jama'ah dan para ustadz. barokallohu fiikum.

Anonim :
Allah ...
sejuk menyimak diskusi ustadz farid dan abu anisah
barokallahu fiikum.

lihat pula sebuah kisah positif buat kalian.


Sekilas Perihal Riba
Bolehkah Kita Menghalalkan Riba? Orang Islam yang awam sekalipun pasti tahu bahwa memakan harta riba adalah dosa besar. Bahkan dalam sebuah hadits disebutkan bahwa memakan harta riba termasuk dosa yang paling besar setelah dosa syirik, praktek sihir, membunuh, dan memakan harta anak yatim. Malah dalam sebuah Hadits lainnya disebutkan bahwa perbuatan riba itu derajatnya 36 kali lebih besar dosanya dibandingkan dengan dosa berzina. Rasul SAW bersabda : “Satu dirham yang diperoleh oleh seseorang dari (perbuatan) riba lebih besar dosanya 36 kali daripada perbuatan zina di dalam Islam (setelah masuk Islam)” (HR Al Baihaqy, dari Anas bin Malik). Oleh karena itu, tidak ada satupun perbuatan yang lebih dilaknat Allah SWT selain riba. Sehingga Allah SWT memberikan peringatan yang keras bahwa orang-orang yang memakan riba akan diperangi (QS Al Baqarah : 279).

Dari Jabir ra berkata, bahwa Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba, orang yang memberikannya, penulisnya dan dua saksinya, dan beliau berkata, mereka semua adalah sama. (HR. Muslim)

Sekilas Tentang Hadits
Hadits ini merupakan hadits yang disepakati kesahihannya oleh para ulama hadits. Diriwayatkan oleh banyak Imam hadits, diantaranya :

  • Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab Al-Musaqat, Bab La’ni Aakilir Riba Wa Mu’kilihi, hadits no 2995.
  • Imam Ahmad bin Hambal ra, dalam Musnadnya, dalam Baqi Musnad Al-Muktsirin, hadits no 13744.

Selain itu, hadits ini juga memiliki syahid (hadits yang sama yang diriwayatkan melalui jalur sahabat yang berbeda), diantaranya dari jalur sahabat Abdullah bin Mas’ud dan juga dari Ali bin Abi Thalib, yang diriwayatkan oleh :

  • Imam Turmudzi dalam Jami’nya, Kitab Buyu’ An Rasulillah, Bab Ma Ja’a Fi Aklir Riba, hadits no 1127.
  • Imam Nasa’I dalam Sunannya, Kitab At-Thalaq, Bab Ihlal Al-Muthallaqah Tsalasan Wan Nikahilladzi Yuhilluha Bihi, Hadits no. 3363.
  • Imam Abu Daud dalam Sunannya, Kitab Al-Buyu’, Bab Fi Aklir Riba Wa Mu’kilihi, hadits no. 2895.
  • Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya di banyak tempat, diantaranya pada hadits-hadits no 3539, 3550, 3618, 4058, 4059, 4099, 4171 dsb.
  • Imam Ad-Darimi dalam Sunannya, Kitab Al-Buyu’, Bab Fi Aklir Riba Wa Mu’kilihi, hadits no 2423.

Makna Hadits Secara Umum
Hadits yang sangat singkat di atas, menggambarkan mengenai bahaya dan buruknya riba bagi kehidupan kaum muslimin. Begitu buruk dan bahayanya riba, sehingga digambarkan bahwa Rasululla SAW melaknat seluruh pelaku riba. Pemakannya, pemberinya, pencatatnya maupun saksi-saksinya. Dan kesemua golongan yang terkait dengan riba tersebut dikatakan oleh Rasulullah SAW; “Mereka semua adalah sama.”

Pelaknatan Rasulullah SAW terhadap para pelaku riba menggabarkan betapa munkarnya amaliyah ribawiyah, mengingat Rasulullah SAW tidak pernah melaknat suatu keburukan, melainkan keburukan tersebut membawa kemadharatan yang luar biasa, baik dalam skala individu bagi para pelakunya, maupun dalam skala mujtama’ (baca; masyarakat) secara luas.

Oleh karenanya, setiap muslim wajib menghindarkan dirinya dari praktek riba dalam segenap aspek kehidupannya. Dan bukankah salah satu sifat (baca ; muwashofat) yang harus dimiliki oleh setiap aktivis da’wah adalah “memerangi riba”? Namun realitasnya, justru tidak sedikit yang justru menyandarkan kasabnya dari amaliyah ribawiyah ini.

Makna Riba
Dari segi bahasa, riba berarti tambahan atau kelebihan. Sedangkan dari segi istilah para ulama beragam dalam mendefinisikan riba.

Definisi yang sederhana dari riba adalah ; pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal, secara bathil. (baca; bertentangan dengan nilai-nilai syariah).

Definisi lainnya dari riba adalah ; segala tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.

Intinya adalah, bahwa riba merupakan segala bentuk tambahan atau kelebihan yang diperoleh atau didapatkan melalui transaksi yang tidak dibenarkan secara syariah. Bisa melalui “bunga” dalam hutang piutang, tukar menukar barang sejenis dengan kuantitas yang tidak sama, dan sebagainya. Dan riba dapat tejadi dalam semua jenis transaksi maliyah.

Pada masa jahiliyah, riba terjadi dalam pinjam meminjam uang. Karena masyarakat Mekah merupakan masyarakat pedagang, yang dalam musim-musim tertentu mereka memerlukan modal untuk dagangan mereka. Para ulama mengatakan, bahwa jarang sekali terjadi pinjam meminjam uang pada masa tersebut yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif.

Pinjam meminjam uang terjadi untuk produktifitas perdagangan mereka. Namun uniknya, transaksi pinjam meminjam tersebut baru dikenakan bunga, bila seseorang tidak bisa melunasi hutangnya pada waktu yang telah ditentukan. Sedangkan bila ia dapat melunasinya pada waktu yang telah ditentukan, maka ia sama sekali tidak dikenakan bunga. Dan terhadap transaksi yang seperti ini, Rasulullah SAW menyebutnya dengan riba jahiliyah.

Riba Merupakan Dosa Besar
Semua ulama sepakat, bahwa riba merupakan dosa besar yang wajib dihindari dari muamalah setiap muslim. Bahkan Sheikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya Bunga Bank Haram mengatakan, bahwa tidak pernah Allah SWT mengharamkan sesuatu sedahsyat Allah SWT mengharamkan riba. Seorang muslim yang hanif akan merasakan jantungnya seolah akan copot manakala membaca taujih rabbani mengenai pengharaman riba (dalam QS. 2 : 275 – 281). Hal ini karena begitu buruknya amaliyah riba dan dampaknya bagi kehidupan masyarakat.

Dan cukuplah menggambarkan bahaya dan buruknya riba, firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah 275 :
Orang-orang yang memakan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila. Hal itu karena mereka mengatakan, bahwasanya jual beli itu adalah seperti riba. Dan Allah menghalalkan jual beli serta mengharamkan riba. Maka barangsiapa yang telah datang padanya peringatan dari Allah SWT kemudian ia berhenti dari memakan riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu dan urusannya terserah kepada Allah. Namun barang siapa yang kembali memakan riba, maka bagi mereka adalah azab neraka dan mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.

Dalam hadits, Rasulullah SAW juga mengemukakan :
Dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah SAW berkata, ‘Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan!’ Para sahabat bertanya, ‘Apa saja tujuh perkara tersebut wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah SWT kecuali dengan jalan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan peperangan dan menuduh berzina pada wanita-wanita mu’min yang sopan yang lalai dari perbuatan jahat. (Muttafaqun Alaih).

Periodisasi Pengharaman Riba
Sebagaimana khamar, riba tidak Allah haramkan sekaligus, melainkan melalui tahapisasi yang hampir sama dengan tahapisasi pengharaman khamar:

1. Tahap pertama dengan mematahkan paradigma manusia bahwa riba akan melipatgandakan harta.
Pada tahap pertama ini, Allah SWT hanya memberitahukan pada mereka, bahwa cara yang mereka gunakan untuk mengembangkan uang melalui riba sesungguhnya sama sekali tidak akan berlipat di mata Allah SWT. Bahkan dengan cara seperti itu, secara makro berakibat pada tidak tawazunnya sistem perekonomian yang berakibat pada penurunan nilai mata uang melalui inflasi. Dan hal ini justru akan merugikan mereka sendiri.

Pematahan paradigma mereka ini Allah gambarkan dalam QS. 30 : 39 ; “Dan sesuatu tambahan (riba) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.

2. Tahap kedua : Memberitahukan bahwa riba diharamkan bagi umat terdahulu.
Setelah mematahkan paradigma tentang melipat gandakan uang sebagaimana di atas, Allah SWT lalu menginformasikan bahwa karena buruknya sistem ribawi ini, maka umat-umat terdahulu juga telah dilarang bagi mereka. Bahkan karena mereka tetap bersikeras memakan riba, maka Allah kategorikan mereka sebagai orang-orang kafir dan Allah janjikan kepada mereka azab yang pedih.

Hal ini sebagaimana yang Allah SWT firmankan dalam QS 4 : 160 – 161 : “Maka disebabkan kezaliman orang-orang yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi manusia dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang dari padanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan cara yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih”.

Pen: pemaknaannya ayat ini juga bisa pada masa kekinian

3. Tahap ketiga : Gambaran bahwa riba secara sifatnya akan menjadi berlipat ganda.
Lalu pada tahapan yang ketiga, Allah SWT menerangkan bahwa riba secara sifat dan karakernya akan menjadi berlipat dan akan semakin besar, yang tentunya akan menyusahkan orang yang terlibat di dalamnya. Namun yang perlu digarisbawahi bahwa ayat ini sama sekali tidak menggambarkan bahwa riba yang dilarang adalah yang berlipat ganda, sedangkan yang tidak berlipat ganda tidak dilarang.

Pemahaman seperti ini adalah pemahaman yang keliru dan sama sekali tidak dimaksudkan dalam ayat ini. Allah SWT berifirman (QS. 3:130), “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”

4. Tahap keempat : Pengharaman segala macam dan bentuk riba.
Ini merupakan tahapan terakhir dari seluruh rangkaian periodisasi pengharaman riba. Dalam tahap ini, seluruh rangkaian aktivitas dan muamalah yang berkaitan dengan riba, baik langsung maupun tidak langsung, berlipat ganda maupun tidak berlipat ganda, besar maupun kecil, semuanya adalah terlarang dan termasuk dosa besar.

Allah SWT berfirman dalam QS. 2 : 278 – 279 ; “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan seluruh sisa dari riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.”

Buruknya Muamalah Ribawiyah
Terlalu banyak sesungguhnya dalil baik dari Al-Qur’an maupun sunnah, yang menggambarkan tentang buruknya riba, berikut adalah ringkasan dari beberapa dalil mengenai riba :

Orang yang memakan riba, diibaratkan seperti orang yang tidak bisa berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan, lantaran (penyakit gila). (QS. 2 : 275).

Pemakan riba, akan kekal berada di dalam neraka. (QS. 2 : 275).

Orang yang “kekeh” dalam bermuamalah dengan riba, akan diperangi oleh Allah dan rasul-Nya. (QS. 2 : 278 – 279).

Seluruh pemain riba; kreditur, debitur, pencatat, saksi, notaris dan semua yang terlibat, akan mendapatkan laknat dari Allah dan rasul-Nya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Jabir ra bahwa Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, yang memberikannya, pencatatnya dan saksi-saksinya.” Kemudian beliau berkata, “ Mereka semua sama!”. (HR. Muslim)

Suatu kaum yang dengan jelas “menampakkan” (baca ; menggunakan) sistem ribawi, akan mendapatkan azab dari Allah SWT. Dalam sebuah hadtis diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah suatu kaum menampakkan (melakukan dan menggunakan dengan terang-terangan) riba dan zina, melainkan mereka menghalalkan bagi diri mereka sendiri azab dari Allah.” (HR. Ibnu Majah)

Dosa memakan riba (dan ia tahu bahwa riba itu dosa) adalah lebih berat daripada tiga puluh enam kali perzinaan. Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Handzalah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Satu dirham riba yang dimakan oleh seseorang dan ia mengetahuinya, maka hal itu lebih berat dari pada tiga puluh enam kali perzinaan.” (HR. Ahmad, Daruqutni dan Thabrani).

Bahwa tingkatan riba yang paling kecil adalah seperti seoarng lelaki yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri. Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Riba itu tujuh puluh tiga pintu, dan pintu yang paling ringan dari riba adalah seperti seorang lelaki yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri.” (HR. Hakim, Ibnu Majah dan Baihaqi).

Dengan dalil-dalil sebagaimana di atas, masihkah ada seorang muslim yang “kekeh” bermuamalah ribawiyah dalam kehidupannya?

Praktik Riba Dalam Kehidupan
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa riba adalah segala tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan yang dibenarkan syariah. Praktek seperti ini dapat terjadi dihampir seluruh muamalah maliyah kontemporer, diantaranya adalah pada :

1. Transaksi Perbankan.
Sebagaimana diketahui bersama, bahwa basis yang digunakan dalam praktek perbankan (konvensional) adalah menggunakan basis bunga (interest based). Dimana salah satu pihak (nasabah), bertindak sebagai peminjam dan pihak yang lainnya (bank) bertindak sebagai pemberi pinjaman. Atas dasar pinjaman tersebut, nasabah dikenakan bunga sebagai kompensasi dari pertangguhan waktu pembayaran hutang tersebut, dengan tidak memperdulikan, apakah usaha nasabah mengalami keuntungan ataupun tidak.

Praktek seperti ini sebenarnya sangat mirip dengan praktek riba jahiliyah pada masa jahiliyah. Hanya bedanya, pada riba jahiliyah bunga baru akan dikenakan ketika si peminjam tidak bisa melunasi hutang pada waktu yang telah ditentukan, sebagai kompensasi penambahan waktu pembayaran. Sedangkan pada praktek perbankan, bunga telah ditetapkan sejak pertama kali kesepakatan dibuat, atau sejak si peminjam menerima dana yang dipinjamnya. Oleh karena itulah tidak heran, jika banyak ulama yang mengatakan bahwa praktek riba yang terjadi pada sektor perbankan saat ini, lebih jahiliyah dibandingkan dengan riba jahiliyah.

Selain terjadi pada aspek pembiayaan sebagaimana di atas, riba juga terjadi pada aspek tabungan. Dimana nasabah mendapatkan bunga yang pasti dari bank, sebagai kompensasi uang yang disimpannya dalam bank, baik bank mengalami keuntungan maupun kerugian. Berbeda dengan sistem syariah, di mana bank syariah tidak menjanjikan return tetap, melainkan hanya nisbah (yaitu prosentasi yang akan dibagikan dari keuntungan yang didapatkan oleh bank). Sehingga return yang didapatkan nasabah bisa naik turun, sesuai dengan naik turunnya keuntungan bank. Istilah seperti inilah yang kemudian berkembang namanya menjadi sistem bagi hasil.

2. Transaksi Asuransi.
Dalam sektor asuransi pun juga tidak luput dari bahaya riba. Karena dalam asuransi (konvensional) terjadi tukar menukar uang dengan jumlah yang tidak sama dan dalam waktu yang juga tidak sama. Sebagai contoh, seseorang yang mengasuransikan kendaraannya dengan premi satu juta rupiah pertahun. Pada tahun ketiga, ia kehilangan mobilnya seharga 100 juta rupiah. Dan oleh karenanya pihak asuransi memberikan ganti rugi sebesar harga mobilnya yang telah hilang, yaitu 100 juta rupiah. Padahal jika diakumulasikan, ia baru membayar premi sebesar 3 juta rupiah. Jadi dari mana 97 juta rupiah yang telah diterimanya? Jumlah 97 juta rupiah yang ia terima masuk dalam kategori riba fadhl (yaitu tukar menukar barang sejenis dengan kuantitas yang tidak sama).

Pada saat bersamaan, praktek asuransi juga masuk pada kategori riba nasi’ah (kelebihan yang dikenakan atas pertangguhan waktu), karena uang klaim yang didapatkan tidak yadan biyadin dengan premi yang dibayarkan. Antara keduanya ada tenggang waktu, dan oleh karenanya terjadilah riba nasi’ah. Hampir semua ulama sepekat, mengenai haramnya asuransi (konvensional) ini. Diantara yang mengaramkannya adalah Sayid Sabiq dan juga Sheikh Yusuf Al-Qardhawi. Oleh karenanya, dibuatlah solusi berasuransi yang selaras dengan syariah Islam. Karena sistem asuransi merupakan dharurah ijtima’iyah (kebutuhan sosial), yang sangat urgent.

3. Transaksi Jual Beli Secara Kredit.
Jual beli kredit yang tidak diperbolehkan adalah yang mengacu pada “bunga” yang disertakan dalam jual beli tersebut. Apalagi jika bunga tersebut berfruktuatif, naik dan turun sesuai dengan kondisi ekonomi dan kebijakan pemerintah. Sehingga harga jual dan harga belinya menjadi tidak jelas (gharar fitsaman). Sementara sebenarnya dalam syariah Islam, dalam jual beli harus ada “kepastian” harga, antara penjual dan pembeli, serta tidak boleh adanya perubahan yang tidak pasti, baik pada harga maupun pada barang yang diperjual belikan. Selain itu, jika terjadi “kemacetan” pembayaran di tengah jalan, barang tersebut akan diambil kembali oleh penjual atau oleh daeler dalam jual beli kendaraan. Pembayaran yang telah dilakukan dianggap sebagai “sewa” terhadap barang tersebut.

4. Transaksi dengan uang kertas.

Download (PDF) buku berbahasa Indonesia “SATANIC FINANCES”

Penulis sependapat bahwa yang benar-benar harus dihilangkan dan diganti adalah uang kertas itu sendiri sebagai kekuatan inti dan terbesar dari sistem perekonomian riba menjadi mata uang emas dan mata uang perak yang real. Untuk detailnya dapat Anda download ebook tersebut.

Dalam protokolat zionis yang disusun di kediaman sir meyer amschell Rothschild di tahun 1773 dan disahkan penggunaannya sebagai agenda bersama zionis yahudi dalam konferensi zionis internasional di swiss tahun 1897, disebutkan bahwa penguasaan dan penggunaan uang sebagai senjata penguasaan manusia. (eramuslim digest, The Satanic Finance, edisi 8) Dalam butir ke-3 protokolat zionis berbunyi, “Kekuatan uang selalu bisa mengalahkan segalanya. Agama yang bisa menguasai rakyat pada masa lalu, kini mulai digulung dengan kampanye kebebasan. Namun rakyat banyak tidak tahu harus bagaimana dengan kebebasan itu. Inilah tugas konspirasi untuk mengisinya demi kekuasaan dengan kekuatan uang”.

Melalui sebuah negara yang dibuatnya yaitu amerika (uncle sam), yahudi memainkan konspirasinya. Siapa uncle sam? Yaitu samiri yang membuat patung sapi untuk disembah ketika Nabi Musa meninggalkan kaum Bani Israil selama 40 hari. Kemudian dibuatlah The Fed (The Federal Reserve System) yang menjadi panglima besar sistem keuangan riba beserta prajurit-prajurit bank sentralnya yang ditanam di seluruh penjuru dunia mampu “menyihir” manusia dengan menganggap kertas bergambar sama dengan emas dan perak dan menjadikan dollar amerika sebagai parameter takaran nilainya (dolarisasi). Maka kapanpun, dengan hitungan detik, yahudi bisa menjatuhkan nilai kertas sebuah negeri terhadap dollar amerika.

Kalau membangkang, ya dijatuhkan nilai kertasnya sehingga menimbulkan ketidakpercayaan dari rakyatnya, tapi kalau tunduk dan patuh maka nilai tukarnya dibuat seolah stabil. Sungguh permainan yang busuk tapi sayangnya kita tidak bisa melihatnya karena dididik dengan ilmu dan sistem pendidikan buatan mereka juga, ya jadinya menganggap seperti tidak terjadi apa-apa dan tidak merasa disihir dan dibodohi malah cara berpikir dan bertindak jadi mirip dengan mereka. Maka selama kita menganggap kertas bergambar itu berharga, bekerja siang malam banting tulang untuk mendapatkannya, menyimpan dan menggunakannya dalam perdagangan maka selama itu pula kita membiayai perjuangan konspirasi yahudi yang ingin menjadikan penduduk dunia menjadi budak pelayan bagi mereka. Maka pernah ada kampanye “one man one dollar” dengan tujuan ingin menyelamatkan Palestin.

Padahal dengan kampanye tersebut, justru semakin menguatkan yahudi untuk menghancurkan penduduk muslim Palestin. Kalau mau, dirubah menjadi “one man one gold dinar” atau “one man one silver dirham”. Dan kampanye “boikot produk-produk yahudi” pun belum cukup selama kita masih membeli barang dengan kertas-kertas bergambar buatan mereka. Kekuatan inti mereka bukan di produk tapi di alat tukar. Alat tukar inilah yang menjadi kekuatan terbesar yahudi untuk menjajah dunia. - http://berbagiebooks.blogspot.com/2014/02/satanic-finances.html

Belum lagi komposisi pembayaran cicilah yang dibayarkan, sering kali di sana tidak jelas, berapa harga pokoknya dan berapa juga bunganya. Seringkali pembayaran cicilan pada tahun-tahun awal, bunga lebih besar dibandingkan dengan pokok hutang yang harus dibayarkan. Akhirnya pembeli kerap merasa dirugikan di tengah jalan. Hal ini tentunya berbeda dengan sistem jual beli kredit secara syariah. Dimana komposisi cicilan adalah flat antara pokok dan marginnya, harga tidak mengalami perubahan sebagaimana perubahan bunga, dan kepemilikan barang yang jelas, jika terjadi kemacetan. Dan sistem seperti ini, akan menguntungkan baik untuk penjual maupun pembeli.

Keributan-keributan pada perekonomian dan pencarian-pencarian solusi pada masalah perekonomian akan susah menghasilkan nilai terbaik yang tidak menimbulkan ketimpangan dan krisis baru selama manusia lupa pada subtansi sebenarnya bahwa uang kertas itu sendiri merupakan riba pula. Paling tidak, bila tidak bisa merubah keseluruhan maka cobalah bertanya dan tanyakan sudahkah bank syariah dan asuransi syariah masa kini mempunyai simpanan dan cadangan uang emas dan uang perak yang benar-benar real pada badan usahanya?

Masih banyak sesungguhnya transaksi-transaksi yang mengandung unsur ribawi di tengah-tengah kehidupan kita. Intinya adalah kita harus waspada dan menghindarkan diri sejauh-jauhnya dari muamalah seperti ini. Cukuplah nasehat rabbani dari Allah SWT kepada kita “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. Annisa’ : 29)

Wallahu A’lam Bis Shawab.

Umar Bin Khattab : Suatu Negeri akan Hancur Jika Para Penghianat Menjadi Petinggi, dan Harta dikuasai oleh Orang-orang Fasik

….Kepada para komandan pasukan Umar Radiyallahu Anhu mengatakan : “..Perintahkan manusia agar pergi haji dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hajikan dia dari harta Allah..”…
(Dari disertasi DR. Jabirah bin Ahmad Al Haritsi , pada program S3 Ekonomoi Islam Fakultas Syariah dan Studi Keislaman Universitas Ummul Qura Makkah dengan predikat Summa Cumlaude)
~~~~~~~~~~
Umar bin Khatab Radiyallahu Anhu  adalah Khalifah yang berhasil membangun dan meletakkan dasar-dasar ekonomi kokoh berdasarkan keimanan  dan Tauhid kepada Allah Subhana wa Ta’ala. Beliau adalah orang yang terakhir kali bisa makan dan beristirahat setelah yakin penduduk sudah terjamin kesejahteraannya. Beliau  sangat zuhud terhadap keduniawiaan dan itu diberlakukannya pada keluarganya. Umar Radiyallahu anhu sangat terkenal dengan pengawasan terhadap rakyatnya dan ketegasannya terhadap orang-orang yang melakukan penyimpangan, khususnya apabila orang yang melakukan penyimpangan itu adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan umum seperti Gubernur, hakim, pemungut zakat.

Dalam masa sekarang ini dimana negara-negara di dunia terbagi menjadi negara kapitalis, negara sosialis dan lain-lain sesuai dasar sistem ekonomi yang diikuti oleh setiap negara. Ini menunjukkan begitu kuatnya hubungan antara politik dan ekonomi yang saling mempengaruhi secara timbal balik. Umar Radiyallahu anhu menjelasakan bahwa kerusakan sistem pemerintahan dan dikuasainya berbagai urusan oleh orang-orang yang fasik merupakan sebab kehancuran pilar-pilar umat; dimana beliau mengatakan,” Suatu negeri akan hancur meskipun dia makmur.” Mereka berkata,” Bagaimana suatu negeri hancur sedangkan dia makmur?” Ia menjawab ,” Jika orang-orang yang penghianat menjadi petinggi dan harta dikuasai oleh orang-orang yang fasik.”

Sesungguhnya ekonomi kontemporer mengakui sebab-sebab yang menghancurkan terhadap kerusakan ekonomi dan bahwasanya itu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap usaha pengembangan ekonomi khususnya di negara-negara berkembang.

Oleh karena itu , Umar R.a berupaya keras dalam mewujudkan sistem pemerintahan yang baik. Bahkan seringkali beliau bertanya kepada sebahagian sahabatnya agar mereka mengemukakan pendapat mereka untuk mengetahui faktor-faktor kebaikan. Contohnya kepada Muadz bin Jabal, ”Apakah pilar perkara ini ya Muadz?’ Ia berkata, ”Islam, karena dia adalah  fitrah; ikhlas, karena dia adalah substansi agama, dan ketaatan karena dia adalah perlindungan.

Dari fikih Ekonomi Umar r.a. semasa pemerintahannya, ada beberapa point yang menyebutkan kriteria sistem pemerintahan yang baik yaitu :
  • Pemerintah melaksanakan tugasnya yang terpenting yaitu menjaga agama dengan cara menetapkan hukum-hukumnya dan berjihad melawan musuh, menjaga harta kaum muslimin yaitu dengan mengumpulkan dan membagikannya sesuai syariah, menegakkan keadilan dengan meralisasikan keamanan dan ketentraman, berupaya mewujudkan kesejahteraan ummat dengan memperhatikan orang-orang yang membutuhkan
  • Melibatkan ummat dengan cara musyawarah ataupun memberikan andil ummat kepada pengawasan terhadap jalannya pemerintah dengan cara menasehati dan meluruskannnya
  • Ada hak ummat menuntut pemerintah jika pemerintah mengabaikan pelaksanaan apa yang menjadi hak-hak ummat. Dalam hal ini Umar sangat peduli untuk mengetahui pendapat umum dan ia bertanya kepada Malik, sahabat dekatnya di rumah seraya mengatakan,” wahai Malik, bagaimana keadaaan manusia?” ia menjawab “Manusia dalam keadaan baik .”. Lalu Umar bertanya lagi “Apakah kamu mendengar sesuatu?” Malik menjawab “Aku tidak mendengar melainkan kebaikan” Pertanyaan ini berulang sampai tiga kali. Maka Malik berkata padanya pada hari ketiga”Apa yang kamu khawatirkan dari manusia?” Umar menjawab” Bagaimana kamu ini Malik! Aku khawatir jika Umar mengabaikan sebagian hak kaum muslimin lalu mereka datang kepadanya dengan bendera dan menanyakan hak mereka ?” Dan diantara nasehat Umar kepada para gubernurnya adalah “Janganlah kamu memukul kaum muslimin, karena dengan itu kamu menistakan mereka. Dan janganlah kamu menghalangi hak mereka, karena dengan itu kamu menjadikan mereka untuk mendurhakai kamu..”
  • Adanya Kestabilan yang tidak mengakibatkan kepada pergolakan dan kegoncangan. Kestabilan politik disini adalah dengan mengharamkan seorang muslim mendurhakai pemimpinnya.

Pengembangan ekonomi ini menuntut adanya sistem manajemen yang memudahkan lajunya roda pengembangan dan menghilangkan rintangan dari jalannya, dimana sebagian bentuk manajemen dan sistem pengawasan yang terdapat dalam fikih ekonomi Umar r.a adalah sbb :

a. Hisbah dan pengawasan pasar
b. Pengawasan harta
c. Pengawasan kerja dan pengaturannya
d. Perlindungan lingkungan

Menurut Fiqih ekonomi tersebut, bahwasanya ada korelasi antara pengembangan ekonomi dalam kacamata Islam dengan terwujudnya suatu lingkungan yang islami dalam segala aspek kehidupan. Dan dari dua diantara lima pilar-pilar pengembanganan ekonomi (sebagaimana dikemukakan dalam disertasi Dr Jaribah bin Ahmad dari tesisnya yang membahas mengenai itu)

Kesalehan ummat
Sesungguhnya kesalahehan ummat adalah dengan mengimani Islam sebagai akidah dan syariah dan pengaplikasiannya dalam segala aspek kehidupan.

Ketika seorang muslim meyakini bahwa dia sebagai Khalifah di bumi, ini akan mendorongnya melakukan pengembangan ekonomi karena ini merupakan hak dan sarana ummat. Dan jika ini dilakukakannya sepenuh hati karena Allah (ikhlas) maka akan menjadi ibadahnya dihadapan Allah Ta’ala.

Disisi lain, ketaatan dan kemaksiatan juga berdampak dalam kehidupan ekonomi umat, dimana ketaatan akan menjadi sebab diperolehnya keberkahan dalam segala sesuatu, sedangkan kemaksiatan berakibat tercerabutnya keberkahan dari segala sesuatu . Allah berfirman dalam QS al A’Raf : 96 “ jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan  bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya..”

Umar Radiyallahu anhu mengegaskan dalam pernyataannya ;”… Sesungguhnya dunia adalah kesenangan yang menawan, maka barang siapa mengambilnya dengan cara yang benar, dia akan mendapatkan keberkahan didalamnya, dan barang siapa mengambilnya dengan cara tidak benar maka dia seperti orang yang makan dan tidak pernah kenyang.

Kebaikan sistem
Pemerintah adalah perangkat politik dan apa yang muncul darinya terkait sistem pemerintah. Sebab dengan kebaikan perangkat politik, konsistensi pemahaman politik bagi individu dan kebaikan hubungan antara rakyat dan pemerintah, maka akan meletakkan laju pesatnya pengembangan ekonomi pada jalan yang semestinya.

Contoh sikap Umar sebagai pejabat negara dapat dilihat dari perkataaan antara lain tehadap para gubernurnya “Sesungguhnya aku tidak menguasakan kepadamu atas urusan arah, harga diri serta harta kaum muslimin, namun aku mengutus kamu untuk menegakkan shalat, membagi fai’ mereka dan menetapkan hukum dengan Adil.

Kepada para komandan pasukan Umar Radiyallahu Anhu mengatakan : “..Perintahkan manusia agar pergi haji dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hajikan dia dari harta Allah..”

Perkataan Umar, ”Sungguh aku sangat berupaya agar tidak melihat kebutuhan manusia melainkan aku penuhinya, selama sebagian kita terdapat keleluasaan atas sebagaian yang lain. Tapi jika demikian itu tidak dapat dilakukan, maka kita memberi contoh dalam kehidupan kita sehingga kita sama dalam kecukupan” pen: Umar pun hidup dalam kesederhanaan.

Dalam fikih ekonomi Umar radiyallahu anhu kita dapatkan bahwasanya politik ekonomi dijalankan oleh pemerintah merupakan tolok ukur terpenting tentang baik atau tidaknya sistem pemerintah, sekaligus merupakan karekteristik sistem pemerintah itu. Sebagai bukti hal itu bahwa Umar Radiyallahu anhu mengatakan”’ demi Allah.., aku tidak mengerti apakah aku khalifah atau seorang raja. Jika aku Raja maka demikian itu adalah perkara besar!”   Maka seorang berkata,” Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya diantara keduanya terdapat perbedaan.” Ia berkata,” Apakah itu ? Ia menjawab, ’Khalifah tidak mengambil melainkan dengan cara yang benar dan tidak meletakkannya melainkan dalam kebenaran dan Anda alhamdulillah seperti demikian itu. Sedangkan raja adalah menindas manusia, lalu dia mengambil dari ini dan memberi yang ini.” Maka Umar pun diam. (Lr)

Justru itu disinilah tantangan umat Islam, para Ustadz dan ulama sebaiknya tidak dominan memperuncing khilafiyah fiqh saja, utamakan da'wah bil hal, berbuat sesuatu untuk kemaslahatan. Jangan ada kata lagi ini politik, ekonomi dan teknologi urusan dunia sehingga jadi najis untuk diurusi, lalu kemana orang-orang muslim yang mengaku Rahmatan lil Alamin, mari kita renungkan dan berbuatlah sesuatu.

Bahaya Hutang
“Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali utangnya” (HR.Muslim). Mencengangkan bukan? orang yang mati syahid yang dijanjikan Allah masuk surga saja bisa tidak jadi masuk surga hanya karena hutang. Begitu berbahayanya hutang apabila kita tak sanggup atau belum sempat membayar hutang, orang yang sudah dijanjikan surga saja masih bisa ditahan apalagi kita yang tidak dijanjikan surga. Banyak alasan kita berhutang, diantaranya untuk bertahan hidup, untuk gaya hidup, dan untuk investasi atau tujuan produktif. Tanpa kita sadari ternyata berhutang bisa menambah beban kita, dan malah kebanyakan orang berhutang hanya untuk memenuhi kebutuhan tersiernya saja, ingin menikmati hidup mewah dan sebagainya. Lalu bagaiman dengan perspektif Negara? mengapa Negara berhutang? alasan yang paling menonjol ialah karena Negara ingin membangun dan mensejahterakan masyarakatnya. Dalam kasus Indonesia, setiap tahun sedikitnya 20-30 persen dana APBN disedot untuk membayar utang dan bunganya. Lalu apa akibat dari berhutang itu? Dana belanja Negara tidak bisa digunakan secara optimal untuk membangun seperti yang dicita-citakan dulu, sebaliknya malah terkuras untuk membayar hutang plus bunganya. Dan parahnya dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan Negara malah digunakan untuk kepentingan pribadi alias di korupsi. Utang menghancurkan negeri dan kekayaan yang melimpah, sehingga Negara kita tanpa pilihan lain beralih menjadi budak IMF, dimana pada saat krisis melanda Asia tenggara termasuk Indonesia tak bisa dipungkiri Negara kita meminjam atau kata lain berhutang kepada IMF. Dan menandatangani letter of intens (LoI) dimana IMF menyodorkan kebijakan yang malah membuat semakin panas perekonomian kita. Banyak kredit perbankan macet dan mengerutkan jumlah suplai uang yang beradar. Solusi yang diberikan ialah mendorong tabungan, mengurangi cadangan wajib pemerintah, dan meningkatkan suku bunga. Lalu solusi yang mana yang Indonesia ambil? yaitu solusi menaikan suku bunga. Bank-bank di Indonesia  menaikkan suku bunga deposito hingga 67% dengan tujuan agar uang yang  tersebar bisa ditarik kembali, tapi nyatanya bukan menjadi solusi malah menjadi boomerang. Karena kebijakan menaikkan suku bunga itu banyak bank yang kolaps karena mereka tidak mampu membayar suku bunga yang mereka tawarkan itu, sedangkan bank hanya mendapatkan bunga kredit 10%. Sehingga banyak beban bank yang dialihkan kepada pemerintah.

Tolong, buat pengambil keputusan, jangan katakan setiap warga negeri ini, saat ini punya hutang Rp. 8 juta per individu karena hutang-hutang negara, jangan bebankan ke kami yang menolak terjadinya hutang di negeri ini, dapatkah pula anak cucu bisa menyelesaikannya? Maka jadikanlah ini tanggung jawab kalian, karena siapakah orang yang mau mati dalam keadaan berhutang, tidakkah kalian pernah membaca hadis-hadis tentang hutang. Lepaskan beban dari kami, wargamu ini. Iya, kalau dapat dibayar, kalau tidak gmana? Iya, klo anak cucu bisa melunasi, klo tidak gmana? Maukah wafat dengan membawa hutang. Jangan katakan menjadi beban pada wargamu ini.

El Libertador (Pembebas)
Sistem yang kita sangka sebagai solusi dalam perekonomian ternyata tidak membuat menjadi baik, malah sebaliknya menghancurkan perekonomian dunia. Namun  dibalik bobroknya system ini, ada sekelompok manusia yang unjuk gigi mencoba berperan sebagai El Libertador (pembebas). Pembebas dari belenggu tirani moneter, pembebas yang mengantarkan kepada kesadaran perlunya merombak tata ekonomi setan yang sesat (kapitalisme), dan kembali kepada system ekonomi seperti yang dikehendaki Sang Maha Adil. Apa yang harus dilakukan? diantaranya ialah membuat system ekonomi baru dengan menghapuskan dan merobohkan pilar yang ketiga yaitu system bunga (interest), system baru pembebas ini disebut dengan istilah Perbankan Islam. Lalu untuk merobohkan pilar fiat money dan FRR ialah kembali ke standard emas.

Terlepas akan bagaimana perilaku pemakai dinar dan dirham kelak, yang bisa pula menjadikan inflasi pada dinar dan dirham karena prilaku, setidaknya dinar dan dirham adalah solusi paling real dan menyeluruh untuk seluruh masyarakat dari mengurangi riba, termaksud debu-debu riba dari uang kertas yang umum setiap individu memakainya hari ini. Juga ia tidak akan menggemukkan inflasi hingga segendut-gendutnya. Harga-harga bisa kembali dalam dan bahkan dibawah jangkauan daya beli secara umum pada masyarakat.

Bila uang kertas sebagai bagian riba ini kelak masih terus dipakai maka kita dapat berkata: “Kami telah menolak riba di dalam hati, kami pula menyampaikan kabar dan peringatannya dan kami juga selalu berupaya dan berusaha menjauhkan riba dari kehidupan kami bahkan dari negeri ini. Ya, Allah, bila Kau meminta pertanggungjawaban dari sistem riba ini, lepaskanlah pertanggungjawaban akan dosa riba ini dari Kami”.

“Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa”. (Al-A’raf:164).

Pen: Pelajari hikmah kisah di nash tentang kaum yang dikutuk menjadi kera ini, Peristiwa ini membagi kaum Bani Israil menjadi 3 golongan; yang melakukan perbuatan tersebut, yang tidak melakukannya tapi tidak pula melarang, dan kelompok yang tidak melakukannya sekaligus mencegah mereka (yang berusaha berdakwah memberi kabar dan peringatan dan dirinya berusaha pula untuk tidak melakukannya sesuai kesanggupannya, bila berhubungan dengan perintah maka kebalikkannya, yaitu dirinya berusaha mengerjakannya dengan kesanggupannya dan ia pula berusaha melanjutkan kabar dan peringatannya (dakwah), dalam kisah ini berhubungan dengan larangan)

Bila uang kertas sebagai bagian riba ini kelak masih terus dipakai, maka berlapang dada dan ridho-lah terhadap segala kenyataan, resiko dan termaksud datangnya bencana yang tidak pandang bulu tersebut namun masing-masing di akhirat akan mendapatkan ganjaran yang sesuai dengan apa yang dikerjakannya dan apa-apa yang harus dipertanggungjawabkannya kepada Allah SWT dan tidak pula untuk tidak terus selalu menyuarakan kabar dan peringatan dan tetap selalu mengusahakan jalan syariat.

Mengingatkan pula bahwa hati-hati pada suatu masa uang-uang Anda yang bernilai milyaran tiba-tiba hanya bernilai kertas biasa saja, bahkan bank-bank pun hanya dapat membiarkan terjadi tanpa dapat menggantinya, harta tidak bergerak Anda punya pun tidak dapat membantu, karena tidak ada yang membelinya secara cepat berhubung terjadinya krisis yang sama pada mereka yang lain pula.

dakwatuna.com – Kita telah sama-sama paham, belum lagi banyak media menambahkan. Pemerintahan kita terlihat benar-benar bobrok dengan sederet problematikanya. Seakan-akan sudah tak ada lagi ruang untuk perbaikan. Orang-orang baik berhati malaikat itu sekadar dongeng belaka. Semuanya, tak ada yang sepenuhnya berjuang bagi kebajikan.

Sebab itu, isu golput menjelang pentas pemilu nanti, kembali dikumandangkan. Mereka ingin netral. Tidak memihak siapa jua. Sama saja katanya. Ceritanya selalu berakhir dengan uang rakyat penuh mengisi perut penguasa.

Tak sadarkah?
Tidak ada yang benar-benar netral. Hatta Indonesia di zaman dahulu. Maksud hati menghindari Blok Barat dan Blok Timur di perang dunia, malah tergabung dalam satu blok. Gerakan Non-Blok membentuk blok tersendiri.

Blok yang ‘netral’, tetapi ia tetaplah blok. Tidak ada yang benar-benar netral, hanya sebutannya lebih tepat ‘memihak diri sendiri’.

Kita lupa, atau barangkali pura-pura lupa. Ada orang-orang dengan segudang prestasi, bukan sekadar bermodal pencitraan sana-sini. Masih ada partai-partai yang saban hari setia melayani, bukan hanya di pemilu tahun ini.

Politik dan pemerintahan memang selalu tentang 2 kubu. Pertarungan antara mereka yang haq dan golongan yang bathil. Antara yang ingin menyejahterakan dan yang ingin memiskinkan. Antara yang ingin menciptakan keadilan dan yang ingin membuat kerusakan. Antara yang menyeru pada yang ma’ruf dan yang ingkar pada Tuhannya.

Dan Allah membagikan kepada kita kisah bagaimana akhir dari keduanya, bahkan untuk mereka yang golput, netral, dan meninggikan panji ketidakpedulian.

“Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.” (Al-A’raf: 163).

Ayat ini menceritakan kisah Bani Israil di sebuah tempat (dalam beberapa riwayat bernama Aylah) pada zaman Nabi Musa as. Mereka diperintahkan untuk fokus beribadah pada hari Sabtu dan dilarang menangkap ikan pada hari itu. Sedangkan ikan-ikan hanya berkumpul di laut pada hari Sabtu, tidak di hari lain. Ini adalah satu bentuk cobaan bagi mereka.

Sebagian golongan kemudian mengakali larangan ini. Mereka meletakkan jaring pada Jum’at malam lalu mengambilnya kembali pada hari Minggu.

Peristiwa ini membagi kaum Bani Israil menjadi 3 golongan; yang melakukan perbuatan tersebut, yang tidak melakukannya tapi tidak pula melarang, dan kelompok yang tidak melakukannya sekaligus mencegah mereka (pen: yang berusaha berdakwah memberi kabar dan peringatan dan dirinya berusaha pula untuk tidak melakukannya sesuai kesanggupannya, bila berhubungan dengan perintah maka kebalikkannya, yaitu dirinya berusaha mengerjakannya dengan kesanggupannya dan ia pula berusaha melanjutkan kabar dan peringatannya, dalam kisah ini berhubungan dengan larangan)

“Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa”. (Al-A’raf:164).

Kemudian kisah ini berakhir dengan:
“Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang lalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang mereka dilarang mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: “Jadilah kamu kera yang hina.” (Al-A’raf: 165-166).

Bagi yang melarang perbuatan itu, Allah selamatkan. Bagi yang ingkar, Allah beri siksaan. Bagi mereka yang mengambil bagian dalam kebaikan, Allah hindarkan dari azab. Bagi mereka yang mengeruk keburukan, Allah timpakan azab.

Pen: dalam kisah ini bencana/kutukan tidak dikenakan kepada orang beriman hanya terkhusus kepada 1 atau 2 golongan dari 3 golongan yang ada tersebut; yang melakukan perbuatan tersebut (kafir), yang tidak melakukannya tapi tidak pula melarang (dapat dikatakan seperti muna), dan kelompok yang tidak melakukannya sekaligus mencegah mereka (beriman), adapula pada kejadian lain, 3 golongan ini terkena bencana semuanya namun diakhirat mempunyai perhitungan berbeda, terkhusus yang muna mungkin bisa diampuni dan mungkin pula tidak, sesuai kebijaksanaanNya. Sebab bisa saja karena terkena bencana bisa menjadi obat untuk dosa mereka dengan adanya tobatnya, juga bisa pula memberi mereka hidayah atau ada amal lain yang menyelamatkannya selama sebelum 2 hal penyebab pintu tobat ditutup, yaitu ajal yang telah sangat-sangat dekat dan matahari terbit dari barat.

Lalu di mana posisi mereka yang berdiam diri?
Para mufassirin berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa mereka ikut tertimpa siksaan pula. Ada yang berpendapat bahwa mereka tidak dipedulikan Allah sebab sikap mereka yang tak acuh. Tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya. Tidak memberi dukungan pada kebaikan.

Golput jelas bukanlah jawaban atas permasalahan negeri ini. Lihat baik-baik mereka yang duduk dan sedang menuju kursi parlemen. Perhatikan track record-nya. Jadilah pemilih yang cerdas. Memilih memang hak kita, namun tiap pilihan yang kita ambil akan dimintai pertanggungjawabannya di sisi Allah. Bagaimana nanti bila orang-orang yang berbuat kerusakan malah yang memimpin negeri ini akibat kita golput? Akibat kita tidak memberikan suara bagi mereka yang tulus ingin memakmurkan.
Masih mau golput?
Allahu a’lam.
Sumber:
Sebuah renungan
”Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masih putera Maryam.” (TQS. At-Taubah [9]: 31)
Seraya bersabda: ’Mereka memang tidak beribadah kepadanya, tetapi jika mereka menghalalkan sesuatu untuknya, mereka pun menghalalkannya; jika mereka mengharamkan sesuatu untuknya, maka mereka pun mengharamkannya.”

10 ayat awal pada surat alKahfi sebagai pelindung dari fitnah dajjal dan fitnah dajjalisme, terkandung pernyataan “4. Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata: "Allah mengambil seorang anak."

Tuhan anak secara makna khusus dapat berarti yahudi dengan uzair dan nasrani dengan konsep yesus, namun dapat pula bermakna tuhan-tuhan dalam bentuk lainnya pada umat-umat agama dan kepercayaan bumi lainnya, juga bisa pula untuk tuhan-tuhan berupa materi/harta, kekuasaan, ilmu, nafsu, dan sembahan lain-lainnya. Begitupun ahli kitab dapat bermakna kepada seluruh agama/kepercayaan umat bumi, yang menyisahkan kitab-kitab terdahulu seperti hindu, budha, sinto, dsb. Kita dapat berkata ada perubahan pada kitab-kitab tersebut karena tidak terjamin. Serupa hal ini bila kita persepsikan kepada filosofi dan demokrasi, mungkin saja atau bisa saja, ia lahir dari tauhid dan sistem Islam yang murni untuk umat-umat terdahulu dan ingatlah bahwa ini lahir pula sebelum jaman nabi Isa as, dan ingatlah dimana 124000 nabi-nabi datang silih berganti, masing-masing kaum telah mendapatkan utusan Allah sebelumnya, bila diandaikan saja sebelum masehi ada 7000 tahun, bila dibagikan pada jumlah nabi-nabi, maka ada 1000 lebih nabi-nabi tiap 100 tahun. Adalah konsep murni ini bisa berubah dimakan waktu, prilaku dan jaman dan itu mungkin saja. Jadi Anda bisa mempersepsikan filosofi dan demokrasi sebagaimananya Anda mau?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian telah berjual-beli dengan cara inah (riba), dan kalian memegang ekor-ekor sapi dan lebih puas dengan pertanian dan meninggalkan jihad, maka Allah akan timpakan kepada kalian kehinaan yang tidak akan dicabut oleh Allah kehinaan itu sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Dawud)

Telah tampak riba dalam kehidupan sehari-hari, telah tampak orang-orang yang tidak memegang tali Allah SWT secara langsung, telah tampak kecintaan manusia pada materi dari pada jihad.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mau mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. ar-Ra’d: 11).

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Kalaulah para penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa niscaya akan Kami bukakan untuk mereka keberkahan dari langit dan bumi.” (QS. al-A’raf: 96). Imam Malik berkata, “Tidak akan memperbaiki urusan umat terakhir ini kecuali dengan apa yang memperbaiki generasi awalnya.”

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal salih bahwa Allah akan menjadikan mereka berkuasa di atas muka bumi sebagaimana Allah angkat orang-orang sebelum mereka sebagai penguasa dan Allah akan kokohkan untuk mereka agama mereka yang Allah ridhai atas mereka dan Allah gantikan rasa takut mereka menjadi keamanan, mereka beribadah kepada-Ku dan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun.” (QS. an-Nur: 55)

Dilarang keras berputus asa dari rahmat Allah SWT. Allah pun memperjelas jalan yang harus ditempuh agar bisa sampai menuju yang dijanjikan ‘’Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? Jawabannya ada pada ayat selanjutnya yaitu, ‘’beriman kepada Alloh dan rosul-Nya serta berjihad dijalanNya-.

Ada suara-suara yang mengekor dari suara umat, satu sisi mereka menyuarakan mendukung khilafah hingga sangat ekstrem mengajak umat islam berlepas diri pada keadaannya sekarang (khususnya yang dimaksud pada negeri-negeri muslim nan damai), mengkafirkan demokrasi agar demokrasi sendiri bebas dari pengaruh syariat islam, menjauhkan nilai-nilai islam agar mereka terus hidup dan menguasai kekuasaan, di sisi lain pula menyuarakan teroris, ekstrem, dsb kepada pendukung kekhalifahan, pendukung anti demokrasi namun selalu pula menyertakan dan menyatakan demokrasi adalah solusi paling tepat, tapi bila bisa adalah demokrasi dalam persepsi lepas dari batasan islam. Ekoran pada 2 pendapat besar dari ijtihad umat islam sendiri. Umat islam pun jadi bahan tertawaan, karena terasa pecahnya rasa kecintaan dan kekeluargaan umat.

Padahal, tahukah kalian, resiko apa yang kalian serukan itu bila di-aamiin-kan umat islam? Kekhalifahan Islam akhir jaman benar-benar dibangun dalam naungan pedang (peperangan), bukan karena ingin ekstrem tapi demikianlah kenyataan, kondisi dan keadaan yang menyudutkan umat Islam. Maukah kalian mempercepat untuk mendatangkan azab dan huruhara besar, karena hal ini menyertai kejadian tersebut. Kami sendiri takut akan hal ini walaupun sebenarnya merindukan dan menginginkan hal tersebut, merindukan kejayaan islam, syariat dan kekhalifahan tapi bukan bermaksud merindukan azab dan huru-haranya, terasa hati kami was-was dan takut padaNya.

Dan tidak ada sesuatupun yang menghalangi manusia dari beriman, ketika petunjuk telah datang kepada mereka, dan dari memohon ampun kepada Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlalu pada) umat-umat yang dahulu atau datangnya azab atas mereka dengan nyata. Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul hanyalah sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan; tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan yang hak, dan mereka menganggap ayat-ayat kami dan peringatan- peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokan. Qs. Al Kahfi: 55-56

Sudah tahu kekhalifahan Islam adalah solusi, sudah tahu sistem sekarang bukan syariat dan sudah tahu riba merajalela hingga masuk kedalam kantong-kantong baju dan celana, sudah tahu subtansi-subtansi sistem ini mencekik hidupmu, namun mengapa kalian tidak berbuat dan berusaha merubahnya? Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul hanyalah sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tapi haruslah kita juga ada usaha terhadap sikap dan berupaya mengamalkan untuk tindakan diri sendiri dan juga ada usaha berupa tindakan terhadap kebaikan untuk umat yaitu mengamalkan dan mengaplikasikannya secara nyata dalam segala aspek kehidupan. Sungguh pun penulis sendiri merasa ditegur.

2. Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
3. (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
ash-shof 2-3.

Apa solusinya? Kekhalifahan islam adalah solusinya… kalian menyatakan itu???? baiklah ….
Jadi bagaimana kalau anda-anda penyeru kekhalifahan bergabung semua dan serentak dan mengajak penulis berjihad perang pula, karena negeri indonesia dinyatakan damai oleh umat islam sendiri, maka tidak bisa dilakukan di nusantara ini, bagaimana kalau kita langsung pergi ke palestina, kita ajak seluruh hamas, menunggu israel menyerang, kita balik membalas masuk kedalam negeri-negeri mereka secara serentak dan semuanya tidak ketinggalan seorang pun diantara kita, tidak membalik badan lagi, maju terus hanya fokus tujuan mati syahid atau hidup mulia, tinggalkan semua perniagaan, keluarga, dan kesenangan-kesenangan hiburan, tidak peduli dengan hanya berpegang bambu runcing atau hanya batu, tidak kita sisakan pria-pria tertinggal dan tidak ikut serta. Jangan kuatirkan bahwa disana dan disini yang tertinggal hanya orang tua, anak-anak, dan wanita-wanita dan kaum fasik atau munafik, jangan kuatirkan jumlah yang sedikit dan jangan pula kalian khawatir bahwa tidak ada penyeru dakwah yang tertinggal, karena telah banyak peningalan kalian dimedia-media, buku-buku, ceramah-ceramah, video-video, peradaban, dan internet yang dapat menjadikan pelajaran, kabar dan peringatan buat mereka yang tertinggal dan ada Allah SWT yang menjaga agama yang diridhoiNya dan memberi petunjuk untuk keluargamu yang tertinggal. Ada kitab yang terpelihara dijaman type jahiliyah sedikit berbeda ini dimana jaman jahiliyah dahulu tidak ada kitab yang terpelihara disisi dan samping mereka. Maukah kalian melakukannya, maka solusi apalagi yang Anda mau? Bukankah enak jadi syahid, diberi bidadari, dapat pula memberi syafaat untuk keluarga yang tertinggal nantinya. Maka kalian akan jadi pelopor panji-panji hitam, semangat kalian akan menjadi pembangkit ghairah dan pelopor kebangkitan islam kelak, bagaimana solusinya? Bukankah ini adalah yang paling tepat?

Lalu nanti kalian mengatakan, ini dia perkataan ekstrem dan teroris, kami tidak menerima hal ini?

Sayangnya penjelasan ini pun tidak berfaedah pada mereka, kecuali mereka-mereka yang ingin mengambil manfaat.

Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Qs. Al Qashash: 50

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? Qs. Al Jaatsiyah: 23

Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezki. Qs. Al Jumu'ah: 11

Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatir kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. Qs. At Taubah: 24

1. Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah; dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
2. Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
3. (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
4. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.
5. Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Wahai kaumku! Mengapa kamu menyakitiku, padahal kamu sungguh mengetahui bahwa sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu?" Maka ketika mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.
6. Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, "Wahai Bani Israil! Sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu, yang membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang rasul yang akan datang setelahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Namun ketika Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, "Ini adalah sihir yang nyata."
7. Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah padahal dia diajak kepada (agama) Islam? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
8. Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (ucapan) mereka, tetapi Allah (tetap) menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya.”
9. Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama meskipun orang musyrik membencinya.
10. Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?
11. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu, jika kamu mengetahui.
12. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu  dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam surga 'Adn . Itulah kemenangan yang agung.
13.  Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin .
14. Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia, "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?" Pengikut-pengikutnya yang setia itu berkata, "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah," lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan yang lain kafir; lalu Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, sehingga mereka menjadi orang-orang yang menang. Qs. Ash Shaff.

Catatan : Surat Ash Shaff mengikuti makna lainnya untuk kekinian dan dimasa depan menurut urutannya juga memperinci akan peperangan akhir jaman ini, rasanya pernyataannya jelas, kemungkinannya Anda juga menyadarinya hal itu dan juga jelas siapa-siapa yang termaksud 3 golongan besar lawan tandingnya umat islam kelak. Dalam konteks ini, pengertian ayat 14 dapat dilihat tambahannya di link perlu diteliti lagi – matahari terbit dari barat.

Al-Sya'bi telah menceritakan satu contoh isolasi diri yang tercela. Ia berkata: Sekelompok orang dari penduduk Kufah mengasingkan diri ke tengah gurun untuk beribadah. Di sana Mereka membangun masjid dan beberapa bangunan lainnya. Mengetahui hal itu, sahabat Rasulullah Abdullah ibn Mas'ud mendatangi tempat tersebut. Ketika melihat Ibn Mas'ud mereka menyambutnya dengan gembira seraya berkata: "Selamat datang Abullah ibn Mas'ud, kami sangat senang atas ziarah Anda. Ibn Mas'ud menjawab: "Saya tidak bermaksud mengunjungi kalian, dan saya tidak akan pergi sebelum meruntuhkan masjid di gurun ini. Apakah petunjuk yang kalian dapatkan lebih besar daripada sahabat Rasulullah? Bagaimana jika semua orang mengikuti jejak kalian, maka siapa yang akan berjihad melawan musuh? Siapa yang akan menegakkan amar ma'ruf, mencegah kemungkaran, dan menegakkan hukum Allah? Kembalilah dan belajarlah dari ulama yang lebih alim dari kalian, dan ajarilah orang-orang yang pengetahuannya di bawah kalian!" Al-Sya'bi melanjutkan; Sahabat Abdullah ibn Mas'ud lalu mengucapkan istirja' (Innaa lillaahi wa inna ilaihi raji'uun).  Beliau tidak meninggalkan tempat tersebut melainkan setelah meruntuhkan masjid dan bangunan yang ada, serta mengusir mereka kembali. Al-Baghawi,Syarh al-Sunnah, jilid X, h. 54.

Bermaksud menyatakan untuk individu-individu dalam tanda kutip “yang merasa islam” yang berada ditanah damai, kalaulah tidak siap atau masih dalam kondisi tidak dibolehkan berjihad fisik (seperti dalam negeri yang damai) entah karena adanya perjanjian damai atau karena bisa menyebabkan umat islam berperang sesama saudara, atau sebab lainnya yang syar’i dan juga ternyata tidak siap berjihad fisik diluar negeri (dalam tanah jihad) sebab kurangnya dana semisal karena jarak, fisik lemah/cacat, kurangnya pengetahuan, tidak menemukan khalifah atau karena ada uzur seperti berbakti pada orangtua terlebih hampir tidak ada solusi lain/pengganti meringkankan dia dan orangtuanya karena keharusannya membantu orangtuanya lebih dominan saat itu apalagi ditambah orangtuanya juga tidak mengijinkannya, dsb maka lebih bermanfaat dengan memanfaatkan dirimu ikut bersatu padu berusaha dengan cara lain dalam mewujudkan masyarakat syariah dari pada berdiam diri dan menjauh. Kau punya nash sebagai petunjuk, kau punya hati buat menimbang, akal buat berpikir strategis, tangan buat melaksanakan, mata buat melihat, telinga buat mendengar, kaki buat melangkah, buat apakah itu bila tidak dipakai untuk usaha yang nyata dan kongkrit, untuk mencoba mengaplikasikannya dibelahan duniamu yang kau pijak dan menjadi contoh buat orang lain, apa hanya digunakan untuk berdiam dan tidak berusaha bertindak, Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul hanyalah sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. bukan sikonnya disini untuk bersembunyi pada saat/periode ini. Berdiam diri/menghindari fitnah dapat dilakukan pada tanda kutip “sesuatu” bila tidak ada sama sekali peluang usaha atau tidak adanya maslahat yang dilihat kiri dan kanannya atau juga karena ketidakmampuan fisik dan pribadimu menghadapi fitnahnya. Dalam konteks negeri ini, bersatu memenangkan partai islam, mendominankannya diparlemen dan memenangkan pemimpin islam yang amanah daripada golput adalah lebih baik, mementingkan urusan islam diatur oleh orang-orang islam berbasis parpol/ormas islam adalah lebih baik daripada memenangkan partai/ormas lain berbasis sistem non islam, baik sebab didalamnya ada keluarga, jasa, sahabat, atau keuntungan sesaat dan perniagaan, lihatlah secara lingkup lebih besar terkhusus dalam sudut pandang strategi islamisasi dan maslahat negeri damai ini (ini pendapat pribadi penulis menyikapi bila ada yang mempunyai pilihan dari sebab-sebab diatas, silahkan memilih setuju dan tidaknya). Kita sangat menginginkan dan sama-sama setuju akan pentingnya penegakan kekhalifahan islam dan sama-sama setuju demokrasi bukan sistem islam, tapi inilah konsekuensi dari menghadapi kenyataan yang ada terkhusus apa yang ada dinegeri ini dimana saat ini kau berada, inipun bisa dikatakan bernilai jihad, contohnya, bukankah riba diperangi oleh Allah dan rasulNya maka kita bisa berjihad untuk menghilangkannya atau menguranginya, baik dengan sistem apa yang kita mampu praktekkan atau melewati sistem yang telah ada dan belum berubah. Benar pula bahwa menjadi pejabat, artis atau public figure lainnya adalah sangat mendekati fitnah namun bukan berarti tidak ada orang-orang yang selamat dari fitnahnya, maka berhati-hatilah dalam melangkah dan berjalan dalam kekotoran tersebut, dan sebab hampir semua sisi kehidupan jaman ini, ada kekotoran disana dan selalulah mengharap petunjuk Allah SWT sebab dalam fitnah yang lebih berat dan sulit pun seperti pada masa Dajjal, ada pula orang-orang yang selamat saat berhadapan kontak langsung dengannya dan ada pula orang-orang yang menghindari Dajjal kegunung-gunung (goa) karena ragu atau takut bahwa dirinya bisa terjerumus (disebabkan lebih berat baginya menghadapi fitnah itu). Ingatlah ada Allah SWT yang memberi petunjuk jalan yang lurus bagi diri-diri yang mau dan layak diberikan petunjukNya.

Negeri ini masih dalam keadaan damai dan terlihat ingin lanjut dalam kedamaian, negeri ini punya segudang masalah maka negeri ini butuh solusi kongkrit dan real kekinian maka bersatulah mewujudkannya sesuai keadaan dan situasi tiap-tiap negeri tersebut dengan penyesuaiannya dalam koridor syariah? Solusi apa yang tepat buat negeri ini? Pilihannya ada pada Anda? Di depan mereka juga ada pintu jihad pula yang besar, pintu jihad dalam 5 tahunan ini karena negeri ini secara fisik damai, namun ada perang ideologi dan pemikiran didalamnya dan bukankah umat islam tidak dibenarkan untuk memulai perang fisik dimana ada perjanjian damai disitu (kecuali mempertahankan eksistensi umat) maka sesuai keadaannya itu, jalur usaha yang ditempuh untuk mengembangkan/mengaplikasikan tuntutan masyarakat syariah bisa dapat menyesuaikan pada keadaan sistem yang diterima umum oleh negeri tersebut, yaitu mensyariahkan sistem tersebut. Dan telah jelas pula ada kesempatan berusaha berjihad (walau metodanya lain - bukan jihad fisik) secara nilai strategis dan berdasarkan maslahat dan mudharatnya ditiap-tiap negeri tersebut. Seperti analogi kisah nabi Musa as dan Khidir bahwa kadangkala ada sesuatu pada kenyataan atau kejadian yang terlihat seakan-akan bertentangan dengan syariat atau memang benar-benar bertentangan dengan syariat namun dalam kasus-kasus tertentu sesuai keadaan, makna, maksud dan tujuan, dsb ternyata hakikatnya tidak bertentangan dengan syariat. Belum lagi kalau diperhitungkan berdasarkan faktor pertimbangan fiqhnya. Semisal hanya ada capres dari partai non islam, kita bisa mempertimbangkan faktor individunya yaitu siapa yang lebih banyak bermanfaat untuk dan terhadap umat islam, dukungannya terhadap perkembangan syariah di negeri ini, lebih kuat memegang amanah (sudut pandang universal, bukan khusus amanah dalam islam), akhlaknya yang dominan, dsb. maka tanyalah pendapat-pendapat fiqh para ulama. Namun ingatlah selalu bila “khalifah yang berhak” memanggilmu maka bersegeralah membantunya karena cakupannya adalah seluruh dunia, melepas demokrasi dan sistem dunia lainnya dan berbaiat kepadanya dimanapun kau berada. Dan juga bila ada panggilan membela eksistensi umat, berjihad fisiklah sesuai kapan waktunya hal ini menjadi kewajiban, kesesuaiannya pada waktu syar’inya atau ketika menjadi lebih utama diperlukannya. Mau keadaan negeri ini tetap seperti ini, mau negeri ini bersyariat atau maupun negeri ini dalam kekacauan, kita selalu punya keimanan dan ketaqwaan, kita selalu punya jalan, pintu dan backdoornya (fiqh), tapi kita harus selalu punya usaha berdasarkan penyikapan terhadap perbedaan pada situasi dan kondisinya juga berupaya semampu-mampu kemampuan diri (per individu) dan bersatu bekerjasama dan berupaya semampu-mampunya kemampuan kolektif bersama. Bukanlah tawakkal, kepasrahan dan ridho tanpa adanya usaha, doa, dan amal dan kita akan tetap selalu menjadi orang-orang yang beruntung. insyaAllah. Dan semoga Allah SWT memaafkan kesalahan ijtihad-ijtihad kita bila sebenarnya terdapat kesalahan, karena kita hanya manusia biasa yang bisa salah dan khilaf terlebih penulis pun merasa masih banyak kekurangan-kekurangan pada diri penulis.

Jaman jahiliyah moderen ini walau lebih lengkap namun ada juga perbedaannya dengan jaman jahiliyah masa Mekkah karena masa jahiliyah ini ada kitab yang terpelihara dan ada sunnah nabi yang menjelaskan yang menjadikannya rujukan untuk bertindak pada situasi dan kondisinya yang pas pada kenyataan jaman. Sayangnya solusi khalifah ini belum didukung secara lapangan oleh seluruh negeri dan mungkin juga waktunya memang belumlah tiba dan nyatanya negeri ini secara fisikly juga bagian negeri-negeri muslim nan damai makanya bisa saja solusi lain yang dibangun di negeri ini mengikuti sistem yang ada dan kemauan kebanyakan orang-orangnya yang ada (walau terlihat seperti menuruti “kemauan” namun tujuan dan niat berbeda, yaitu adanya nilai ibadah dan penegakan syariah untuk manfaat orang banyak) dan oleh sebab ketetapan itu belumlah berubah selama “Yang aku khawatirkan dari umatku adalah orang-orang yang sesat (dengan bid'ah), yang jika sebuah pedang diletakkan di dalam umatku ia tidak akan digunakan hingga datangnya Hari Kiamat”. Maka wahai warga, pejabat bahkan presiden sekalipun anggaplah dirimu sebagai pembantu-pembantu khalifah, salah satunya agar kalian dapat selalu mengingat bahwa ada yang lebih berhak menjadi atasanmu untuk mengatur maslahat duniawimu kelak, maka tegakkanlah syariah sesuai sikon dinegeri-negerimu yang sebenar-benarnya dan semampu-mampumu untuk kemaslahatan umat islam dan non islam secara umum dan khususnya. Dan ingatlah memiliki jabatan juga berarti memiliki amanah berat dan harusnya lebih berupaya/berusaha yang banyak, giat dan semaksimal mungkin untuk menjamin maslahat masyarakat umumnya. Kami, warga, jangan berdiam diri, salah satu usaha maksimalnya dalam konteks ini adalah memilihmu dan mendukung langkah kebijakanmu yang pro syariah dan pro maslahat besar untuk masyarakat, dan kau harus punya usaha yang lebih besar dari itu. Sudah wajar sekali bila ada kepentingan sesaat ataupun berdasarkan fanatisme, agar tidak ketinggalan kemajuan jaman dan adanya rongrongan dari masyarakatnya maka sangat wajar tetap akan ada kemajuan-kemajuan negeri yang dicapai, dalam sudut pandang universal siapa pun yang memimpin hal ini akan berlangsung wajar, mungkin saja capaian kemajuannya masing-masing berbeda, ada 30%, 50%, 70%, dsb. Juga kemajuan berbeda-beda bidang itupun karena adanya manusia amanah atau setengah amanah atau bahkan seperempat amanah berkecimpung didalamnya (amanah dalam pengertian universal, ret: seperti sabar, dalam bencana ada orang-orang sabar dan kaum yang lainpun juga bisa punya rasa sabar dari bencana juga, namun nilainya sabar itu berbeda dalam islam). Namun secara khusus bila tolak ukurnya adalah penegakan syariah dalam segala bidang maka hal tersebut masih jauh dari harapan. Maka hati-hatilah tersugesti hingga jadi terhipnotis. Bila masih berpecah dalam ijtihad sekarang, bisa mengikuti ijtihad dari Syuaib bin Sholeh, ijtihad dari Imam Mahdi dan penjelasan yang akan dijelaskan oleh nabi Isa as bisa akan menyatukan semua perbedaan-perbedaan kelak.

Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan!, dan Tuhanmu agungkanlah!, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah, … Dan seterusnya Qs. Al Muddatstsir (perintah untuk mulai berdakwah, apa kandungannya juga bermakna untuk masa ini, dapatkah dikaitkan dengan memenangkan pemerintahan?)

Pernahkah mengukur dan meneliti kesetrategisan nusantara ini terhadap titik terciptanya komplik mendunia?
Bagaimana mega proyek-mega proyek seperti freeport, blog minyak dan gas, emas, batubara, timah, nikel, dsb dan kekayaan alam dan laut bumi nusantara ini bila dikacaukan dan dihentikan dan diincarkannya. Bagaimana pula mega kerjasama dan mega perniagaan dengan 2 blok berbeda dunia. Bagaimana tanggapan bila ada terjadi negara besar-negara besar berbeda blok saling membacking dalam kekacauan 2 kubu di nusantara dengan pikiran dan kerjasama untuk imbalan kekayaan mega proyek alam nusantara. Bagaimanakah kestrategisan nusantara terhadap terciptanya perang dunia. Bagaimana tanggapan rusia, china versus sekutu bila ada komplik bersenjata di nusantara ini?

Posisi relevan nusantara kedepan:
  • Tetap dalam keadaan seperti saat ini dengan segudang masalahnya, parpol sekuler tetap merajai, pihak asing dan ketiga lebih berani membuat komplik besar dan tidak terlalu transparant, sedikit terselubung, mengalirkannya kekayaan ketangan asing. Negeri damai membuat umat islam tidak berkutik. Bencana dan segudang permasalahan sosial, politik, dsb.
  • Reformasi pemuda/rakyat terhadap pemerintahan jilid 2 atau adanya perbaikan ekonomi sementara.
  • Komplik dari luar negeri atau karena pihak ketiga berimbas dan membuat status damai negeri jadi lepas.
  • dsb

  • Kebangkitan syariat dengan kemenangan parpol islam, dibiarkan saja berkembang oleh pihak asing, pihak asing tetap tidak berani membuat komplik besar dan transparant hanya sangat-sangat terselubung, Karena potensi strategis nusantara bisa mengacaukan dunia secara luas. Sedikit kurangnya bencana sebab alam lebih banyak bencana alam sebab makar manusia (pemberi sebab tentu tetap datangnya dari Allah) dan dsb. Mencoba meningkatkan kesejahteraan masyarakat lewat syariat, membalik kekayaan. Negeri damai membuat umat islam tidak berkutik secara fisik, namun syariat berkembang pesat disegala bidang. Monuver apa lagi oleh pihak asing kemudian?
  • Kebangkitan syariat dengan kemenangan parpol islam, pihak asing menciptakan kudeta, maka negeri damai mendapat jalannya menjadi komplik (islam tidak mengajarkan untuk mendahului membuat komplik peperangan). Terbuka peluang mempertahankan diri, status damai akan lepas.
  • dsb

Anda lebih dapat meneliti dan mengamati pariabel-pariabelnya secara lebih dalam dan detail, ini hanya gambaran kasar kemungkinan-kemungkinannya yang mungkin-mungkin saja.

Untuk direnungkan sejenak. Wallahu a'lam


Sebelum membahas posisi para reformis di masa fitnah dan krisis, ada dua point penting yang perlu dipahami bersama:

Pertama, sunnatullah dalam cobaan
Ujian dan cobaan adalah sunnatullah yang pasti menimpa orang-orang terdahulu, sekarang, dan yang akan datang nanti sampai dunia berakhir.

Firman Allah: Alif laaf miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. al-Ankabut: 1-3)

Rasulullah Saw., bersabda: "Manusia yang paling berat ujiannya adalah para nabi, kemudian mushlihun/para reformis, kemudian yang lebih rendah derajatnya, lalu yang lebih rendah lagi derajatnya. Seseorang diuji sesuai kadar keimanannya. Jika agamanya kuat, maka ujian bertambah berat." HR. Ahmad, no. 1493.

Kedua, korelasi antara maksiat dengan musibah
Selain sunnatullah bahwa setiap mukmin pasti diuji, ada sunnatullah lain yang perlu diingat dengan baik, yakni adanya korelasi kuat antara dampak maksiat dan dosa dengan musibah dan penderitaan. Begitu pula kelalaian dalam menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya. Meski kesalahan tersebut dilakukan oleh sahabat, generasi terbaik ummat ini. Renungilah firman Allah tentang sahabat di perang Uhud:

Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata:"Dari mana datangnya (kekalahan) ini?"Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Ali Imran: 165)

Allah juga berfirman: Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS. asy-Syura: 30)

Dalam kasus ini, tak jarang kita curiga kepada orang yang ditimpa musibah, barang kali ada maksiat atau penyimpangan yang mereka lakukan. Sebaliknya, sadar atau tidak kita menganggap diri bersih dan suci. Atau menganggap suatu musibah yang menimpa terjadi karena orang lain sembari menganggap diri bersih dari maksiat dan dosa. Padahal tak ada manusia yang luput dari salah dan dosa, walau seringkali banyak dosa yang tidak kita sadari. Maka hendaklah kita introspeksi diri saat musibah menimpa. Juga mendakwa diri sendiri dengan berbagai dakwaaan, tetapi jangan sampai menyurutkan semangat dari amal ibadah, melainkan introspeksi yang dapat memperbaiki dan menuntun jalan hidup.

Anas radhiyallahu 'anhu berkata: "Sungguh kalian mengerjakan beberapa amalan yang menurut kalian lebih remeh daripada seutas rambut, padahal kami dahulu semasa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menganggapnya di antara dosa-dosa besar." HR. Bukhari, no. 6492. Contoh : riba, dsb.

Tentang dampak dan efek maksiat, Ibn al-Qayyim mempunyai ungkapan indah. Dalam Kitab al-Da'u wa al-Dawa'u, beliau menulis: "Ada beberapa jenis kemungkaran yang tidak dipedulikan oleh sebagian orang baik. Ini adalah musibah besar, karena ia tidak marah saat menyaksikan kemungkaran tersebut, tidak pula melarangnya."

Beliau  menambahkan: "Adakah agama dan kebaikan pada seorang muslim, ia menyaksikan perkara yang diharamkan Allah dilanggar terang-terangan, agama-Nya ditinggalkan, dan sunnah Rasul-Nya dibenci, sementara hatinya membeku, diam seribu bahasa, bagai setan yang bisu… ." I'lam al-Muwaqqi'in, jilid II, h. 176.

Syekh Hamd ibn Atiq rahimahullah menulis: "Anggaplah seseorang senantiasa puasa, qiyamullalil, dan zuhud terhadap dunia. Namun ia tidak marah melihat kemungkaran, tidak menyuruh kepada yang ma'ruf, tidak pula mencegah kemungkaran tersebut. Maka ketahuilah bahwa orang tersebut adalah manusia yang paling dibenci Allah, dan paling rendah agamanya."

Beliau kemudian menukil ucapan Syekh Muhammad ibn Abil Wahhab rahimahullah, beliau menceritakan:

Aku menyaksikan sebagian orang yang gemar duduk di masjid membaca Al-Qur'an sampai menangis. Namun mereka tidak mau menyeru kepada kebaikan, dan ketika melihat kemungkaran mereka tidak melarangnya. Orang-orang sekitar berkata: "Mereka adalah orang-orang beruntung." Syekh berkata: "Mereka adalah orang-orang merugi. "Salah seorang  menimpali, "saya tak sanggup mengatakan mereka merugi." Maka Syekh berkata lagi: "Mereka sama saja dengan orang tuli dan bisu." Al-Durar al-Saniyyah,jilid VIII, h. 78.

Intinya, kita semua perlu introspeksi diri, meneliti penyebab penyimpangan pribadi maupun manhaj, agar diri dan masyarakat kita terhindar dari bahaya maksiat.

Kembali kepada pertanyaan semula; Di manakah posisi para reformis saat fitnah dan krisis?
Maksudnya, di mana seharusnya posisi para reformis, partisipasi apa yang harus mereka lakukan untuk mencegah terjadinya fitnah, dan peran positif apa yang bisa diajukan untuk mengatasi fitnah jika telah terjadi. Artikel ini  mengajukan beberapa solusi, berupa kewajiban, prakarsa, proyek, dsb.

Peribahasa Arab mengatakan, nilai seseorang sesuai kemampuannya menempatkan diri. Lebih indah dari ungkapan ini firman AllahTa'ala:

(yaitu) bagi siapa di antaramu yang berkehendak akan maju atau mundur. (QS. al-Muddatstsir: 37)

Selanjutnya, penulis akan mengajukan beberapa tugas dan prakarsa, sebagai jawaban bagi pertanyaan di atas. Semoga Allah memberi taufik.

Meluruskan Istilah Fitnah dalam Aplikasi Nyata
Pengertian fitnah dalam terminologi syari'at sudah banyak dibahas dalam berbagai karya tulis. Namun meluruskan istilah ini dalam aplikasi nyata masih sangat minim. Sebagian orang menjadikan fitnah sebagai alasan untuk mengisolasi diri saat krisis terjadi dan mundur dari medan jihad dengan lisan, menyampaikan kebenaran atau membantah kebatilan. Padahal jika kebenaran terlihat dengan nyata, maka seorang muslim wajib menyampaikannya pada saat yang tepat, tentu dengan tetap mengindahkanal-hikmah/bijaksana dalam akwah, serta komparasi antara maslahat dengan mafsadat. Dia tidak boleh membisu atau enggan menyampaikan kebenaran dan menentang kemungkaran.

Bersabar atas Cobaan
Seorang mukmin sejati takkan pernah terlepas dari ujian dan cobaan, sesuai dengan kualitas perjuangannya. Inilah jalan yang ditempuh oleh para nabi dan rasul Allah serta para pengikut mereka. Pada saat cobaan menimpa tidak boleh berkeluh kesah, marah, gelisah apalagi putus asa. Tetapi harus tetap mengharap pahala, memperbaiki niat, dan bergembira dengan takdir Allah. Tidak dibenarkan pula mengharap bertemu musuh atau membebani diri di luar batas kapasitas.

Manusia senantiasa berputar antara' azimah dan rukhshah. Karenanya yang terpenting adalah kesabaran tertinggi disertai usaha maksimal.

Rasulullah Saw., bersabda: "Tidak patut seorang mukmin merendahkan dirinya sendiri atau menyongsong cobaan yang tidak ia sanggupi." HR. Tirmidzi, no.2254, Ibn Majah, no. 4016

Sebutan Baik
Kendati kesabaran mendatangkan pahala yang sangat besar, bahkan sebagaimana dalam hadits disebutkan: "Senantiasa cobaan menimpa seorang mukmin dan mukminah, pada dirinya, anaknya, dan hartanya; hingga ia bertemu Allah tanpa membawa satu kesalahan pun." HR. Tirmidzi, no. 2399.

Akan tetapi balasan ini kadang alpa dari benak manusia bahkan dari orang yang sedang ditimpa musibah atau cobaan. Lantaran itu perkara yang dapat menjadi penghibur lara adalah nama baik atau sebutan bagi orang beriman yang ditimpa bala.

Ibn al-Qayyim berkata: Di antara sekian banyak nikmat besar yang dianugerahkan Allah bagi hamba-Nya adalah bahwa Allah meninggikan nama dan derajatnya di semesta alam. Sebutan baik adalah anugerah yang telah dijanjikan Allah kepada para nabi dan rasul-Nya.  

Seperti firman Allah: Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishak dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. (QS. Shaad: 45-46)

Firman Allah tentang do'a Nabi Ibrahim alaihissalam:

Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian. (QS. asy-Syu'araa: 84)

Dan tentang Nabi Muhammadshallallahu alaihi wasallam, Allah berfirman:

Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu (QS. al-Syarh: 4)

Karenanya para pengikut rasul juga mendapat bagian sesuai dengan kadar ketaatan dan kepatuhan masing-masing. Sebaliknya orang yang berpaling akan tereliminasi dari keutamaan agung ini sesuai besar maksiat dan penyimpangannya. Al-Da'u wa al-Dawa', h. 114.

Fakta ini telah terbukti dari dulu sampai saat ini. Betapa banyak orang jujur dan baik dimusuhi dan dizhalimi. Kezhaliman itu kemudian justru mengharumkan namanya, sehingga orang yang tak pernah melihat atau mendengar tentang dia menjadi kenal dan mencintainya. Jika Allah Berkehendak menebarkan kemuliaan yang ditutupi, maka Allah pasti mengangkatnya meski dengan perantara lisan pendengki.

Prinsip Dasar Agama adalah Asas dan Landasan Dakwah
Perkara muhkam/ prinsipil dalam agama harus diterima dan diamalkan oleh setiap muslim. Menanamkan prinsip dan pokok agama kepada masyarakat awam dan kaum cendikiawan menjadi tugas utama para reformis. Perhatian juga harus senantiasa terfokus padanya, baik dalam karya tulis, kajian ataupun ceramah. Sebab, inilah cara paling mudah dan singkat untuk menyampaikan serta meyakinkan Islam kepada manusia. Ia juga argumen terkuat untuk mematahkan segala keraguan.

Perkara prinsipil dan pokok dalam agama meliputi tauhid, rukun iman dan rukun Islam, tunduk pada syari'at Allah, haramnya syirik, mencintai Rasulullah dan mentaati beliau, serta menjaga lima unsur dasar (agama, jiwa, harta, harga diri, dan akal). Begitu pula wala'/loyalitas kepada kaum mukmin dan bara'/ berlepas diri dari orang musyrik. Kemuliaan hanya milik Allah, kebenaran pasti jaya dan kebatilan pasti sirna. Pengharaman berbuat zhalim, zina, khamar, riba, dan berbagai perbuatan keji lainnya. Perintah berakhlak mulia, seperti berbuat adil, kebaikan, dan berderma kepada kerabat.  Dan masih banyak perkara pokok lainnya yang tidak diperselisihkan lagi, yang kesemuanya terangkum dalam ummul kitab. Al-Umm sendiri berarti induk yang menjadi dasar dan landasan tertinggi.

Allah Ta'ala berfirman:

Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an. (QS. Ali Imran: 7). Lihat Ushul al-Jashshash, jilid I, h. 373,Ushul al-Sarkhasi, jilid I, h. 165, dari Abu al-Sufyani dalam kitabnya al-Muhkamat, h. 16. Ayat Muhkamatialah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah.

Pokok-pokok agama ini menjadi sangat penting untuk dijelaskan di masa terjadinya fitnah dan huru-hara, dimana pembela kebatilan berusaha meruntuhkannya dengan berbagai pernyataan aneh dan menipu. Mengangkat masalah-masalah prinsipil juga begitu dibutuhkan untuk menyatukan ummat. "Islam wajib disampaikan melalui perkara-perkara pokok dan prinsipil dalam dakwah dan praktek, bukan dengan perkara ijtihad atau perbedaan yang dapat diterima atau tidak." Abid al-Sufyani,al-Muhkamat, h. 12.

Dunia saat ini diserang badai akidah batil, aliran pemikiran menyimpang, sekte sesat, dan media massa tanpa batas. Maka sudah sepatutnya seluruh kaum muslim, khususnya mushlihin/para reformis lebih memperhatikan lagi dasar dan pokok agama Islam. Argumen yang menjadi andalan adalah firman Allah:

Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. an-Nisaa': 65)

Dan sabda Rasulullah: "Ketahuilah sesungguhnya aku diberikan Al-Quran dan yang semisalnya bersamanya." HR. Abu Daud No. 4604, Ahmad. No. 17174

Adapun standar timbangannya adalah firman Allah:

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. (QS. an-Nisaa': 59)

Bagi siapa yang ingin lebih mendalami masalah dasar dan pokok-pokok Islam, urgensi serta aplikasinya, ia bisa merujuk kepada kitab al-Muhkamat, Hiwar wa al-Tathbiqat, karya Dr. Abid al-Sufyani.

'Uzlah/Isolasi Diri yang Dianjurkan dan Dicela
Pada dasarnya 'uzlah/mengisolasi diri dari publik termasuk perkara yang dianjurkan Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam. Tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah bagi siapa dianjurkan, kapan, dan bagaimana caranya? Pemahaman akan masalah ini sangat urgen. Barangkali seorang da'i atau penuntut ilmu yang memiliki kapasitas untuk berpartisipasi membela kebenaran dan melawan kebatilan, merasa berhak mengisolasi diri dari fitnah dan krisis yang terjadi. Dengan klaim bahwa ini adalah masalah antara seorang hamba dengan Rabbnya.

Hidup dan berinteraksi bersama manusia serta berpartisipasi dalam dakwah adalah suatu keharusan. AllahTa'ala berfirman:

Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia." (QS. an-Nisaa': 114)

Rasulullah Saw., bersabda: "Seorang mukmin yang berkumpul dengan manusia dan bersabar atas gangguan mereka, lebih baik daripada seorang mukmin yang tidak berkumpul dengan manusia dan tidak bersabar atas gangguan mereka." HR. Bukhari,al-Adab al-Mufrad, no. 388, Ahmad, no. 5022

Jika pada suatu saat seseorang ragu dalam perkara tertentu sehingga ia tidak bisa mengetahui kebenaran dari kebatilan, padahal sudah berusaha maksimal untuk mengetahuinya, maka pada kondisi ini ia boleh menyendiri dan menjauh dari fitnah yang terjadi. Sebagaimana dulunya sebagian sahabat menyendiri demi menghindari fitnah yang saat itu terjadi. Jika syarat ini tidak terpenuhi, maka 'uzlah/mengasingkan diri menjadi tercela.

Al-Sya'bi telah menceritakan satu contoh isolasi diri yang tercela. Ia berkata:
Sekelompok orang dari penduduk Kufah mengasingkan diri ke tengah gurun untuk beribadah. Di sana Mereka membangun masjid dan beberapa bangunan lainnya. Mengetahui hal itu, sahabat Rasulullah Abdullah ibn Mas'ud mendatangi tempat tersebut. Ketika melihat Ibn Mas'ud mereka menyambutnya dengan gembira seraya berkata: "Selamat datang Abullah ibn Mas'ud, kami sangat senang atas ziarah Anda. Ibn Mas'ud menjawab: "Saya tidak bermaksud mengunjungi kalian, dan saya tidak akan pergi sebelum meruntuhkan masjid di gurun ini. Apakah petunjuk yang kalian dapatkan lebih besar daripada sahabat Rasulullah? Bagaimana jika semua orang mengikuti jejak kalian, maka siapa yang akan berjihad melawan musuh? Siapa yang akan menegakkan amar ma'ruf, mencegah kemungkaran, dan menegakkan hukum Allah? Kembalilah dan belajarlah dari ulama yang lebih alim dari kalian, dan ajarilah orang-orang yang pengetahuannya di bawah kalian!"

Al-Sya'bi melanjutkan; Sahabat Abdullah ibn Mas'ud lalu mengucapkan istirja'(Innaa lillaahi wa inna ilaihi raji'uun).  Beliau tidak meninggalkan tempat tersebut melainkan setelah meruntuhkan masjid dan bangunan yang ada, serta mengusir mereka kembali. Al-Baghawi,Syarh al-Sunnah, jilid X, h. 54.

Memperdalam Kesadaran tentang Kebenaran
Inilah tugas terbesar kaum mukmin. Tugas yang telah diemban oleh para Rasul dan pengikut mereka. Mereka mendeklarasikan kebenaran dengan berbagai media, baik berupa istilah, nilai dan norma, seruan, dan peringatan berulang kali. Kesemuanya telah diabadikan di dalam Al-Qur'an. Seperti firman Allah:

Musa menjawab: "Patutkah aku mencari Ilah untuk kamu yang selain daripada Allah." (QS. al-A'raf: 140)

Orang yang beriman itu berkata: "Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar." (QS. Ghafir/al-Mukmin: 38)

Ketika suatu kebenaran bias dan kabur bagi khalayak ramai, baik secara keseluruhan atau sebagian, maka menjadi kewajiban ulama untuk menjelaskan dan menerangkannya hingga mereka benar-benar paham dan menyadarinya. Ulama tidak dibenarkan diam atau menyembunyikan ilmunya. Allah berfirman:

Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampuradukkan antara yang haq dengan yang batil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui? (QS. Ali Imran: 71)

Menyampaikan kebenaran adalah janji berat yang diembankan Allah atas Ahlul Kitab terdahulu:
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya." (QS. Ali Imran: 187)

Selain menjelaskan kebenaran, seorang da'i atau alim juga harus membongkar kebatilan, penipuan dan pemalsuan. Mengungkap para pengkhianat serta menjelaskan jalan para pendosa. Pemalsuan dan penipuan biasanya kian meningkat saat fitnah terjadi, sehingga kebenaran terlihat batil dan kebatilan dianggap benar. Karenanya, kewajiban mengungkap kebatilan dan para pengusungnya bertambah besar pada saat ini. Membongkar pengusung kebatilan dengan tanda-tandanya karena inilah yang utama. Namun jika terpaksa boleh menyebut nama dan perbuatan mereka. Al-Qur'an telah memberi contoh pengingkaran tegas dan secara terang-terangan. Allah berfirman:

Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan antara yang haq dengan yang batil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui? (QS. Ali Imran: 71)

Ulama dan du'at serta orang-orang mulia dengan pemikiran bersih, merekalah yang berhak mengemban tugas mulia ini.

Perang Ideologi dan Nilai nan Dahsyat
Penting untuk selalu disadari ketika fitnah terjadi, bahwa perang ideologi dan nilai antara pembela kebenaran dan pengusung kebatilan sangat serius dan langsung pada intinya. Bukan seperti yang diasumsikan orang awam J. Ahlul batil berusaha menampilkan makarnya dengan cover indah dan sederhana. Agar agendanya mudah diterima dan kelihatan familiar mereka membungkusnya dengan istilah yang indah namun menipu, seperti pembaharuan, kemajuan, keterbukaan, dsb. Sebaliknya, orang lain tidak berani menentangnya karena takut dituduh kampungan, ortodok, ekstrem, fanatik dan gelar-gelar buruk lainnya. Tipuan ini harus diungkap dan diperangi secara serius.

Perkara lain yang lebih penting untuk disadari adalah motif dan tujuan rahasia dari makar tersebut. Sebagai contoh nyata adalah emansipasi wanita dalam segala aspek. Secara kasat mata seruan ini sangat cemerlang. Tetapi misi di balik kampanye emansipasi wanita sangat berbahaya. Sebut saja misalnya serangan terhadap jilbab, karena dengan terjunnya wanita ke dunia karir jilbab dianggap sebagai penghalang. Bercampur-baurnya lelaki dan wanita yang bukan mahramnya. Terlepasnya perempuan dari pengawasan dan ketaatan kepada suami. Meningkatnya perselingkuhan dan pelecehan terhadap wanita.

Untuk mendukung misinya biasanya ahlul batil mengangkat argumenl fikih yang picik, seperti ungkapan; Bukankah di zaman Nabi perempuan ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan. Bisa juga dengan cerita menarik tentang keterpaksaan seorang wanita menjual harga diri karena faktor ekonomi, atau kekerasan rumah tangga karena istri tak bisa apa-apa. Jadi jelas, tujuan utamanya adalah merusak masyarakat dengan mengeksploitasi wanita. Dan masih banyak agenda serupa yang tak kalah berbahaya.

Undang-undang tegas di sebagian negara Islam memang mampu menghambat laju misi kaum Liberal dan Sekuler . Tetapi usaha yang terus menerus dengan menghalalkan segala macam cara, akan membuat agenda mereka berhasil nantinya. Maka hendaklah ulama, para cendikiawan dan intelektual muslim membongkar agenda rahasia ini sampai ke akar-akarnya, dan menjelaskannya kepada umat secara kontinu.

Eliminasi Barisan
Di era fitnah, barisan Islam perlu benar-benar dibersihkan. Pembela Islam sejati harus dibedakan dari musuh yang menjual nama Islam demi keuntungan duniawi.  Peristiwa perang Uhud  adalah contoh dari proses eliminasi barisan Islam, sebagaimana firman Allah:

Supaya Allah memisahkan (golongan) buruk dari yang baik. (QS. al-Anfal: 37)

Artinya, jika generasi terbaik umat ini saja perlu dibersihkan dari kaum munafik, apalagi generasi selanjutnya. 

Agar Keharmonisan Ulama dan Umara Tidak Rusak
Ulama dan umara adalah ululamri. Kebaikan umat ini sangat tergantung pada kebaikan keduanya. Persatuan mereka dalam kebenaran serta ta'awun/kooperasi dalam kebaikan dan takwa akan menciptakan masyarakat bahagia, aman, dan sentosa. Ulama dan Umara bertugas mengajari dan membimbing umat menuju kebahagiaan dunia dan akhirat,  jika ditanya, mereka menjawab dan jika memerintah mereka ditaati.

Tetapi ada pihak ketiga yang memiliki peran penting dalam menjaga keharmonisan antara ulama dan umara. Mereka adalah pendamping para pemimpin. Jika para pemimpin didampingi orang-orang sholeh yang senantiasa menuntun dan membantu dalam kebaikan, maka umat sangat diuntungkan. Namun jika orang-orang buruklah yang mendampingi mereka, maka umat akan dirugikan dan tidak jarang pula mereka merusak hubungan baik kedua pilar penting ini. Sejarah telah mengukir berbagai fakta nyata betapa para pendamping atau kaki tangan pemimpin sangat berpengaruh.

Pendamping yang sholeh dapat kita lihat pada kisah Sulaiman ibn Abdul Malik, salah seorang Khalifah Dinasti Umawiyah dengan rekan dekatnya Raja' ibn Haywah rahimahumallah. Selain seorang alim, Raja' ibn Haywah juga terkenal jujur dan berakhlak mulia. Beliaulah yang mengusulkan kepada Khalifah Sulaiman untuk mengangkat Umar ibn Abdul Aziz sebagai penerusnya. Semua orang tahu betapa tingginya keadilan dan kesejahteraan yang dirasakan umat Islam di bawah kepemimpinan Khalifah Umar ibn Abdul Aziz rahimahullah. Kisah kepemimpinan beliau terukir indah di lembaran-lembaran sejarah.

Sebaliknya, contoh pendamping buruk dapat kita baca pada sejarah tiga khalifah Dinasti Abbasiah yakni Makmun, Mu'tashim, dan Watsiq. Di masa pemerintahan ketiganya fitnah Khalqul Qur'an/Al-Qur'an adalah makhluk  telah menciptakan penderitaan dan kesengsaraan bagi masyarakat, terutama kalangan alim ulama.

Dalang dari semua keburukan ini adalah para pendamping buruk, yang menjadi tangan kanan ketiga khalifah tersebut. Provokator utama fitnah ini adalah:

1.   Bisyr ibn Ghiyats al-Marisiy.
Ibn Katsir berkata tentang Bisyr: "Pemimpin Mu'tazilah dan salah seorang yang membuat Khalifah al-Makmun tersesat." Al-Bidayah wa an-Nihayah, jilid X, h. 118

Beliau juga berkata:"Khalifah Makmun bermazhab Mu'tazilah karena ia sangat dekat dengan Bisyr al-Marisiy. Kemudian kaum Mu'tazilah menipunya hingga ia membela dan memaksa orang-orang menganut faham Mu'tazilah. Semua ini terjadi di akhir hayatnya." Ibid,jilid X, h. 312

2.  Ahmad ibn Abi Duad.
Khatib al-Baghdadi menyebutkan biograpi singkat tokoh Jahmiah ini: "Ia terkenal dermawan, tetapi dia kemudian mendeklarasikan berpaham Jahmiah. Ia mengarahkan Khalifah agar mengusung klaim bahwa Al-Qur'an adalah makhluk. Setelah menjabat sebagai hakim agung, ia mulai menguji ulama Islam, yang setuju dengannya dibebaskan dan yang menentang pendapatnya dipenjara atau dihukum mati." Tarikh Baghdad, jilid IV, h. 142

Imam adz-Dzahabi menulis:"Ibn Abi Duad, seorang Jahmiy pendengki." Mizan al-I'tidal, jilid I, h. 97

Beliau menambahkan: "Saat mengadili Imam Ahmad tentang fitnah Khalq al-Qur'an terjadi, ia berkata kepada Khalifah: "Bunuh saja dia (Imam Ahmad), karena ia adalah orang yang sesat menyesatkan." Siyar A'lam an-Nubala', jilid XI, h. 170

Dampak fitnah jahat ini sangat besar. Sehingga Ibn Katsir berkata: "Fitnah buruk ini sangat berbahaya karena telah menjadi pintu bagi berbagai fitnah lainnya." Al-Bidayah wa an-Nihayah, jilid X, h. 365

Setelah masa penjara dan penyiksaan berlangsung lama, akhirnya Allah membela kebenaran melalui Khalifah Mutawakkil. Imam Ahmad pun melesat menjadi figur teladan. Mutawakkil meminta beliau menjadi penasehat, namun permintaan tersebut ia tolak. Di akhir hidupnya, Ibn Abi Duad diserang penyakit stroke, terbaring lemah di pembaringan, dan tidak bisa lagi merasakan nikmat makanan, minuman, dan hubungan suami istri. Ibid, jilid X, h. 464

Suatu hari seseorang menulis surat kaleng yang melaporkan bahwa Imam Ahmad memvonis Khalifah Makmun, Mu'tashim dan Watsiq sebagai zindiq. Maka Khalifah Mutawakkil membalas suratnya dan menulis: "Khalifah Makmun telah tertipu sehingga memaksa manusia mengikuti pendapat sesatnya. Sedangkan ayahku Mu'tashim, beliau disibukkan dengan peperangan hingga tidak sempat memahami tipuan ahlul kalam. Adapun saudaraku Watsiq, maka klaim tersebut memang sesuai dengan perangainya."

Kemudian Mutawakkil memerintahkan agar si penulis surat dicambuk sebanyak 200 kali. Abdullah ibn Ishaq ibn Ibrahim sang eksekutor malah mencambuknya sebanyak 500 kali. Ketika ditanya oleh Khalifah, ia menjawab: "200 untuk ketaatan kepada Khalifah, 200 lagi demi taat kepada Allah, dan yang seratus lagi karena ia telah menuduh Imam Ahmad, sang alim rabbani." Ibid, jilid X, h. 385.

Kedua kisah di atas membuktikan bahwa para pemimpin sangat tergantung pada orang-orang yang mendampingi mereka. Jika demikian halnya umara, maka ulama juga bisa terpengaruh atau dipengaruhi. Sebut saja kisah fitnah Khalq Al-Qur'an, betapa banyak ulama yang menjadi korbannya sehingga terpaksa menurut. Imam Ibn Katsir menyebutkan sedikitnya ada 30 orang ulama besar yang terfitnah. Seperti Yahya ibn Ma'in, Muhammd ibn Sa'd (pengarang kitab Thabaqat), Zuhair ibn Harb Abu Khaitsamah, Bisyr ibn Walid al-Kindi, Abu Nashr at-Tammar, dll. Ibid,jilid X, h. 308-309

Bahkan menurut Ibn Katsir, Khalifah Makmun juga memaksa ulama hadits dan fikih, para imam masjid, dan yang lainnya untuk mengikuti keyakinan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk. Jika tidak maka mereka akan dipecat, dilarang berfatwa, atau tidak boleh mengajarkan hadits. Di masa itu fitnah besar lagi mengerikan benar-benar mengancam.Wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah. Ibid, jilid X, h. 309-310

Penting untuk dibedakan antara ulama yang menjawab ajakan karena terpaksa dan mayoritas mereka memang demikian, dengan mereka yang menurut dengan senang hati. Lantaran ini Imam adz-Dzahabi membela ulama yang menurut karena terpaksa, saat beliau mengomentari pendapat Imam Ahmad yang tidak menerima riwayat Yahya ibn Ma'in dan Abu Nashr at-Tammar. Beliau berkata: "Permasalahan ini agak rumit. Tiada dosa bagi mereka yang menuruti kemauan penebar fitnah, bahkan orang yang terpaksa mengucapkan kekufuran karena terpaksa sesuai dengan makna ayat. Inilah pendapat yang benar. Yahya ibn Ma'in adalah imam dalam sunnah, karena khawatir akan kezhaliman pemimpin, ia terpaksa menurut." Adz-Dzahabi, Siyar A'lam an-Nubala', jilid XI, h. 87. Ayat yang beliau maksud adalah firman Allah dalam surat an-Nahl, ayat 106.

Membangun Korelasi dengan Kaum Terhormat dan Berhati-hati dari Orang Bermuka Dua
Poin ini adalah pelengkap poin sebelumnya. Mampu membedakan antara kebenaran dan kebatilan saja tidaklah cukup. Tetapi harus dilanjutkan dengan menjalin korelasi baik bersama orang-orang terhormat. Selain mendukung sikap mulia mereka, kita juga bisa mengajak mereka bekerja sama dalam kebaikan dan takwa, memperluas jaringan pembela kebenaran, sekaligus bersama mengkounter dan membongkar gerakan batil.  Orang awam bisa saja menjadi pendukung yang menguatkan posisi dan sikap seorang alim besar. Kita dapat melihatnya dalam kisah Imam Ahmad dengan seorang pedalaman yang bernama Jabir ibn Amir. Saat Imam Ahmad digiring menuju pusat khilafah, di tengah jalan orang awam ini berkata: "Anda adalah imam kaum muslim, maka tetaplah pada pendirianmu."

Fitnah yang sedang membara perlu segera dipadamkan.  Maka strategi harus bersinergi dengan prakarsa. Cara ini bisa diterapkan dengan mengajak khalayak ramai agar tetap tenang dan konsisten, serta tidak terburu-buru mengeluarkan pernyataan atau mengambil tindakan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. al-Hujurat: 6)

Juga dengan menjelaskan kebenaran dan berpegang teguh padanya, serta mengungkap kebatilan beserta para pengusungnya. Langkah darurat ini insya Allah mampu memadamkan fitnah untuk sementara waktu. Untuk kedepannya perlu dipikirkan strategi jangka panjang. Bisa berupa proyek seumur hidup baik personal maupun kolektif  yang tidak akan terpengaruh dengan berbagai krisis yang melanda. Dengan demikian, potensi kaum muslim tidak habis dalam pertahanan atau pembelaan saja, melainkan bisa dikerahkan untuk membangun proyek-proyek strategis dalam reformasi, dakwah, sekaligus membela kebenaran dan melawan kebatilan.

Dakwah dan Serangan Bertubi-tubi atas Ahlul Batil
Ahlul batil harus diserang dengan bertubi-tubi dan kontinu. Proyek westernisasi dan perusakan yang mereka klaim telah tuntas, harus dibongkar kembali dengan cara-cara jitu. Inilah pembelaan yang dianjurkan Islam. AllahTa'ala berfirman:

Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam. (QS. al-Baqarah: 251)

Disamping serangan tiada henti terhadap para penjaja kebatilan, dakwah juga harus terus berjalan. Dengan inovasi proyek-proyek dakwah strategis dan prakarsa jitu yang variatif serta berkesinambungan akan tercipta peluang besar tersebarnya kebaikan. Kesempatan partisipasi dan investasi dalam kebaikan bagi berbagai pihak juga terbuka lebar. Inilah cara paling jitu untuk memerangi kebatilan sekaligus mengembangkan dakwah.

Meningkatkan Wacana Dakwah
Al-Qur'an adalah sumber wacana utama bagi dakwah danishlah/reformasi. Tadabbur Al-Qur'an tentang eksperimen dakwah para rasul Allah sangat membantu dalam memperkuat topik-topik dakwah. Masih banyak wacana penting dalam Al-Qur'an yang terlupakan atau belum dikaji sebagaimana mestinya. Misalnya topik tentang budaya hak asasi. Di era kontemporer, topik seperti ini sangat menarik untuk dikemukakan. Dunia kita telah disibukkan dengan tuntutan, pengacara, pengadilan banding, organiasi dan lembaga hak asasi manusia, dsb. Sudah saatnya dunia hukum dan hak asasi diwarnai dengan wacana Qur'ani. Masih banyak topik menarik lainnya yang dapat digunakan untuk meningkatkan serta memperbaharui wacana dan sarana dakwah.

Analisis Ilmiah dan Profesional terhadap Berbagai Peristiwa Penting
Apa yang terjadi hari ini, besok akan berubah menjadi sejarah. Jika generasi yang hidup saat ini sangat haus akan analisis ilmiah terpercaya terhadap berbagai peristiwa yang terjadi. Apatah lagi dengan generasi mendatang yang tidak menyaksikan langsung atau mengalami peristiwa tersebut. Dengan mengetahui fakta sejarah, setiap generasi dapat mengambil pelajaran berharga. Agar dakwah tidak jalan di tempat, atau generasi berikutnya hanya mengulangi eksperimen umat terdahulu dengan semua kekurangan dan kekeliruannya, sehingga tiada perbedaan antara mereka kecuali tempat dan waktu.

Perang Media
Tidak salah jika dikatakan bahwa zaman ini adalah era perang media dengan berbagai perangkat dan teknologi mutakhirnya. Pengaruh media sangat besar bagi perkembangan dunia. Karenanya wajib bagi para pembela kebenaran untuk memanfaatkannya sebagai senjata ampuh dalam perang dahsyat. Sarana yang ada dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sembari mencari inovasi baru yang lebih berpengaruh. Jejaring sosial bisa menjadi salah satu alternatif untuk menyampaikan dakwah atau memebongkar kebatilan. Bahkan terkadang lebih menguntungkan daripada pusat media massa milik pihak lain yang biasanya lebih merugikan atau berusaha memanipulasi kesepakatan.

Di sinilah terlihat urgensi kerjasama antara sesama aktivis Islam. Ulama dan intelektual berpartisipasi dengan ilmu dan pemikiran. Jurnalis bertugas mencari ide dan menyusun strategi. Para pengusaha mendukung dengan hartanya. Perusahaan media menjadi mercusuar dakwah. Lembaga riset mengajukan eksperimen dan langkah-langkah strategis demi mempersingkat proses kerja dakwah. Dengan demikian semua potensi bersatu saling berkooperasi dalam kebaikan dan takwa. Selanjutnya media massa islami berusaha mempersempit ruang gerak media kiri yang senantiasa menebar kebatilan, mendistorsi kebenaran dan menyesatkan publik.

Selalu Optimis dan Berprasangka Baik kepada Allah
Senantiasa optimis dalam segala kesempatan dan kondisi, terutama ketika cobaan dan ujian menimpa adalah manhaj para rasul dan pengikut mereka. Lihatlah Nabi Nuh alaihissalam, sebagai rasul yang diutus oleh Allah, beliau telah membuktikan kesabaran dan prasangka baik yang tiada taranya. Padahal masa dakwahnya sangat panjang sampai akhirnya kaumnya dimusnahkan dengan banjir bandang. AllahTa'ala berfirman:

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim. (QS. Nuh: 14)

Bahkan beliau telah mencoba segala macam cara dalam berdakwah, baik dengan cara terang-terangan dan diam-diam, atau di saat siang dan waktu malam.

Muhammad Saw, sebagai penutup para nabi juga telah memberikan teladan terbaik dalam optimisme tinggi dan prasangka baik kepada Allah. Ini terlihat jelas ketika orang-orang kafir Quraisy mengepungnya di Gua Tsur, beliau justru memberi semangat kepada sahabatnya:

Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita. (QS. at-Taubah: 40)

Sebab, beliau sangat yakin dengan pertolongan Allah:

Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan jangan sekali-kali orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (QS. ar-Rum: 60)

Perjalanan hidup Rasulullah penuh dengan teladan baik dalam optimisme dan prasangka baik kepada Allah. Pada Perang Ahzab, dimana kaum muslimin dikepung oleh musuh dari segala penjuru dan mereka sangat ketakutan, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam malah menjanjikan mereka kelak akan menaklukkan Syam, Persia, dan Yaman. Setelah perang berakhir dan pasukan musuh lari tungang-langgang membawa kekalahan, Beliau kembali memberi kebar gembira kepada kaum muslim saat itu: "Sejak saat ini kitalah yang akan menyerang, dan mereka tidak akan mampu lagi menyerang kita. "Dalam riwayat lain ditambahkan: "Mendengar ini kaum muslimin sangat riang gembira." Fath al-Bari, jilid VII, h, 397. Benar saja, sejak saat itu kaum Kuffar Quraisy tidak pernah lagi datang menyerang Madinah.

Di antara Nabi Nuh dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ada Nabi Musa alaihissalam, yang dengan keyakinan tinggi menjanjikan kemenangan dan kejayaan bagi kaumnya di saat mereka lemah dan tertindas.

Musa berkata kepada kaumnya: "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa".

Kaum Musa berkata: "Kami telah ditindas (oleh Fir'aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang." Musa menjawab: "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khafilah di bumi(Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu." (QS. al-A'raaf: 128-129)

Benar saja, akhirnya janji Allah terealisasi dan prasangka baik Musa alaihssalam benar-benar terjadi.

Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah tertindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. (QS.al-A'raaf: 137)

Pengikut para rasul hendaklah senantiasa menghembuskan angin optimisme pada setiap saat, utamanya ketika jiwa kaum muslim ditimpa nestapa atau putus asa yang datang silih berganti. Hendaklah takut, harap dan cinta manusia selalu digantungkan dengan Allah Sang Pencipta, dan bahwa tiada yang terjadi di dunia ini kecuali dengan seizin-Nya.

Do'a adalah Senjata Ampuh
Berkat do'a, jumlah yang sedikit bisa berubah banyak, musuh dihancurkan, kaum zalim berjatuhan dan yang dizalimi berjaya. Do'a adalah ibadah. Karenanyalah para rasul dimenangkan dan segala kesusahan sirna. Allah Yang Maha Penyayang menyeru manusia: 

Dan Rabbmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu." (QS.  Mukmin: 60)

Allah juga berjanji akan membatalkan siksaan karena do'a hamba-Nya:

Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka. (QS. al-An'am: 43)

Dari sekian banyak do'a yang dianjurkan adalah berlindung kepada Allah dari segala fitnah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berdo'a: "Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari azab jahannam, dari azab kubur, dan dari fitnah selama hidup dan sesudah mati, serta dari fitnah al-Masih ad-Dajjal." Muttafaq Alaihi.

Agar Iman Tidak Usang
Esensi iman adalah perkataan dan perbuatan, bertambah kuat dengan ketaatan dan berkurang karena maksiat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya iman akan usang di dalam tubuh sebagaimana usangnya baju, maka memohonlah  kepada Allah agar memperbarui keimanan dalam hati-hati kalian." HR. Hakim, no.5 dan dishahihkan oleh al-Albani dalamas-Shahihah,no. 1585

Realita membuktikan bahwa krisis dan fitnah yang terjadi dapat merubah kualitas iman sorang muslim, bisa bertambah namun tak jarang malah berkurang. Maka di antara tanda-tanda mukmin sejati adalah bahwa imannya bertambah kuat ketika fitnah kian dahsyat. AllahTa'ala berfirman:

Dan tatkala orang-orang mu'min melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita". Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan. (QS. al-Ahzab: 22)

Sebaliknya, di antara tanda-tanda kaum munafik adalah bahwa dadanya sangat sesak dengan ujian dan cobaan yang terjadi, bahkan ia berharap seandainya tidak hidup di tempat atau di masa itu. Tentang mereka Allah berfirman:

Mereka mengira (bahwa) golongan-golongan yang bersekutu itu belum pergi; dan jika golongan-golongan yang bersekutu itu datang kembali, niscaya mereka ingin berada di dusun-dusun bersama-sama orang Arab Badwi, sambil menanya-nanyakan tentang berita-beritamu. Dan sekiranya mereka berada bersama kamu, mereka tidak akan berperang, melainkan sebentar saja. (QS. al-Ahzab: 20)

Di ayat lain Allah juga berfirman:

Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang-orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan pertempuran). Maka jika kamu ditimpa musibah ia berkata: "Sesungguhnya Allah telah menganugerahkan ni'mat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama mereka". (QS. an-Nisaa': 72)

Memperbanyak Ibadah agar Tetap Istiqamah
Iman tidak bisa dicapai dengan angan-angan, tidak pula dengan berpura-pura. Iman adalah akidah, tanggung jawab dan ibadah. Bukti kuatnya iman seseorang adalah jika dia disibukkan dengan berbagai ibadah individual demi mensucikan diri, juga ibadah sosial yang manfaatnya dirasakan orang lain. Bila saat fitnah terjadi seorang muslim justru semakin sibuk dengan ibadah, maka ini adalah tanda kedekatannya kepada Allah. Keyakinannya begitu tinggi sehingga ibadah menjadi sumber ketenangan jiwa. Bukankah orang yang beribadah di saat fitnah melanda pahalanya sama dengan mereka yang hijrah kepada Rasulullah? Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Ibadah di saat fitnah melanda, laksana hijrah kepadaku."

Proyek Kolektif Menyongsong Masa Depan
Ketika kaum muslim diserang secara kolektif oleh musuh-musuh Islam dari berbagai sekte dan aliran sesat, maka konfrontasi juga harus dilancarkan secara kolektif. Kaum muslim dari semua elemen harus bersatu, bekerja sama, saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa, berpadu dalam menghadapi musuh, dan berusaha meminimalisir perbedaan. Jika seseorang tidak kuat berjuang sendiri, maka hendaklah ia bergabung dengan gerakan perjuangan yang ada. Sehingga potensi umat semakin kuat dan tidak ada lagi muslim yang hanya diam berpangku tangan.

Penetapan hukum hanya hak Allah. Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali agama itu tidak akan diterima darinya. Hendaklah kaum muslim senantiasa dalam jama'ah, sebab pertolongan Allah turun kepada orang yang berjama'ah. Jika musuh-musuh Islam yang saling bertolak belakang saja dapat bersatu, maka Ahlus Sunnah wal Jama'ah lebih pantas untuk bersatu dan saling membantu. Harus disadari bahwa musuh umat mempunyai skenario licik, kendati saat ini mereka hanya menyerang pihak tertentu, namun akan tiba saatnya kita menjadi target selanjutnya.

Berhati-hatilah, jangan sampai kita berbalik menjauh dari hidayah dan taufik Allah. Istiqamah dalam kebenaran sampai ajal menjemput adalah salah satu karunia dan nikmat terbesar dari Allah. Rasulullah shallallhu alaihi wasallam bersabda:

Fitnah-fitnah itu diperhadapkan kepada hati seperti anyaman tikar satu persatu, setiap kali hati seseorang menyerap fitnah maka ia diolesi dengan titik hitam dan setiap kali hati seseorang mengingkarinya maka ia diolesi dengan tinta putih. Akhirnya hati manusia terbagi dua; hati yang putih jernih. Hati ini tidak akan terpengaruh oleh fitnah apa saja selama-lamanya. Dan hati yang hitam dan berdebu, ia ibarat cangkir yang terbalik, tidak dapat mengenal kebaikan dan mengingkari kemungkaran, ia hanya dapat menyerap hawa nafsunya saja. HR. Bukhari, no. 1368 dan Muslim, no. 144. Teks ini adalah teks riwayat Muslim

Hadits-hadits tentang fitnah akhir zaman harus menjadi perioritas bahasan. Kajian, tulisan, dan dakwah harus terfokus pada tsabat/konsisten dan faktor-faktor pendukungnya. Begitu pula sebab-sebab penyimpangan dari jalan yang lurus beserta bahayanya. Tiada yang dapat menyelamatkan dari azab Allah kecuali Allah Yang Maha Penyayang. Maka, marilah senantiasa berdo'a memohon kekuatan untuk tetap istiqamah dalam kebenaran. Ulama dan du'at harus bisa menjadi contoh teladan dalam istiqamah di atas kebenaran. Jika mereka teguh, maka umatpun tetap kuat. Namun jika mereka lemah atau menyimpang, maka umat juga ikut lemah tak berdaya dan lebih menyimpang lagi.

Tetap menjaga diri dari fitnah syubhat dan syahwat. Banyak-banyak membaca kisah mereka yang istiqamah dan teguh dalam kebenaran. Terutama kisah para nabi dan rasul. Hendaklah kaum muslim saling menasehati dalam kebaikan dan sabar. Tentunya, sebelum dan sesudahnya, do'a adalah yang utama:

(Mereka berdo'a): "Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)" (QS. Ali Imran: 8)

Wahai hamba Allah, teguhlah dan istiqamahlah, niscaya kalian jaya dan orang lain selamat karena kalian.

Meluruskan Berbagai Istilah dan Membalikkan Tuduhan
Banyak sekali istilah-istilah yang dipermainkan oleh musuh Islam dan dijadikan alat untuk menyerang para reformis pembela kebenaran. Sebut saja misalnya ekstremes, radikal, fanatik, teroris dan lain-lain. Kendati tidak semua istilah ini tercela. Teroris misalnya, ada teroris yang terpuji sebagaimana firman Allah:

(yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. (QS. al-Anfal: 60)

Dan ada pula yang tercela, yakni pelanggaran terhadap hukum Allah serta menumpahkan darah dengan batil. Begitu pula ekstremes, sifat ini tercela dari kedua sisinya baik terlalu keras maupun terlalu toleran. Kaum ulama dan intelektual muslim harus meluruskan istilah-istilah karet seperti ini, agar mereka tidak seenaknya mempermainkan atau mendistorsinya sesuka hati.

Tidak cukup di sini, kita harus menyerang balik musuh-musuh Islam dengan istilah dan makar yang mereka ciptakan. Irhab/ teroris yang berarti menimbulkan rasa takut adalah istilah versi Al-Qur'an.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: Mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut. (QS. al-A'raaf:: 116)

Sebaliknya,  istilah ini bisa dilemparkan kepada mereka yang gemar menuduh dengan batil dan meneror orang lain tanpa bukti. Apakah bijaksana jika kita harus mengubur istilah ini dari publik, padahal istilah tersebut ada dalam syari'at kita?

Dua Rukun Utama Menyampaikan Kebenaran dan Derajat Terendah dalam Nahi Mungkar
Dalam mengingkari sebuah kemungkaran, terdapat tingkatan-tingkatan yang telah dijelaskan dalam hadits Rasulullah. Ketika menulis biograpi Imam Ahmad rahimahullah, Imam adz-Dzahabi menyematkan ungkapan indah tentang dua rukun menampakkan kebenaran. Beliau menulis:

Menyampaikan kebenaran dengan terang-terangan adalah perkara agung. Ia memerlukan keikhlasan dan kekuatan. Orang yang ikhlas namun lemah, tidak akan sanggup mengembannya. Sebaliknya, orang kuat tetapi tidak ikhlas akan dihinakan. Siapa yang memiliki kedua rukun ini dia adalah shiddiq. Dan yang tidak memiliki kedua unsur tersebut, cukuplah ia merasa sakit hati dan mengingkarinya dalam hati, dan inilah derajat iman paling rendah. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah. Siyar A'lam an-Nubala', jilid XI, h. 234

Manajemen Krisis
Kaum muslim harus menguasai manajemen terbaik dalam menyikapi krisis, agar potensi yang dimiliki tetap terjaga dan mampu lebih meningkatkan prestasi. Mereka juga diharapkan bisa memposisikan dan menyikapi setiap masalah secara profesional, sesuai dengan situasi, tempat dan waktu yang tepat. Tidak lupa membaca dengan seksama peristiwa yang terjadi, sebab, dampak, persepsi syari'at tentangnya, serta mengajukan solusi yang tepat dengan keuntungan besar dan kerugian sekecil mungkin.

Jika kita mengamati sirah para nabi dan rasul, maka kita pasti melihat betapa tingginya fiqh/pemahaman mereka terhadap manajemen krisis. Maka, sebagai umat terbaik hendaklah kita menjadikan mereka sebagai suri teladan terbaik. - Muhammad Anas/albayan.co.uk 

Teladan Strategi Politik dari Taliban
- http://www.kiblat.net/2014/03/25/teladan-strategi-politik-dari-taliban/

Tulisan sederhana ini dibuat sebagai renungan bagi para aktivis Islam yang merindukan tegaknya Islam di tengah hiruk pikuk perdebatan dan pernyataan-pernyataan yang mengatasnamakan Islam menjelang pemilu yang akan dilaksanakan di negeri ini. Tentu tulisan ini juga diharapkan dapat memberi sedikit pencerahan dan opini pembanding dalam gelombang besar opini yang mengarahkan kita untuk ikut serta dalam pemilu karena dianggap akan sangat menentukan nasib umat Islam 5 tahun mendatang. Berbagai isu berseliweran dari munculnya analisa-analisa yang mengarahkan kepada kesimpulan bahwa umat Islam berada diambang bahaya jika tidak ikut andil pada pemilu. Kita tentu sangat sadar bahwa semua analisa itu bisa jadi benar dan nyata tanpa kehilangan daya kritis, skeptis dan waspada terhadap pemanfaatan isu yang biasa terjadi menjelang pemilu.

Sepak Terjang Taliban 1994-2012
Taliban sebuah gerakan Islam yang namanya sudah tidak asing lagi di telinga kaum Muslimin dunia memilki track record yang unik dan patut dicermati dengan baik, tulisan ini tidak akan cukup untuk menggambarkan dan memaparkan secara rinci track record tersebut, namun akan memberikan gambaran global sebuah perjalanan pergerakan (baca: harakah) Islam yang menjelma menjadi kekuatan  besar dan diperhitungkan secara politik baik oleh kawan maupun lawan. Tidak sampai disitu, Taliban juga menjelma menjadi tuan rumah dari tokoh-tokoh perlawanan Islam global yang mengubah peta kekuatan dunia.

Tahun 1994 kota Spinbuldag di kawasan perbatasan Afghanistan-Pakistan menjadi saksi munculnya sekelompok pemuda penuntut ilmu yang begitu resah dan bertekad memperbaiki keadaan negaranya Afghanistan, setelah dilanda persengketaan politik pasca kemenangan melawan Rusia pada dekade sebelumnya. Gerakan-gerakan jihad melawan Rusia kala itu berubah menjadi partai-partai yang saling adu kekuatan dan ingin mengambil kendali tertinggi di negara. Akibatnya kontrol sosial di tengah masyarakat hilang, tingkat kriminalitas tinggi, kesejahteraan masyarakat tidak mendapat perhatian setelah didera perang selama lebih kurang 10 tahun. Setelah musuh kalah bukannya kondisi baik yang dirasakan, namun tetap pada kondisi yang buruk.

Sekelompok anak muda penuntut ilmu yang menjadi santri di Pakistan berangkat mendatangi desa-desa dari kota Spinbuldag untuk menyampaikan dakwah Islam dan nahi munkar membebaskan desa dari gerombolan-gerombolan kriminal yang memberikan batas-batas wilayah kekuasaan guna menzhalimi rakyat-rakyat miskin, itu semua diawali dengan 9 motor konvoi para pemuda ini mendatangi desa-desa tersebut dipimpin oleh Mulla Muhammad Umar. Dakwah mereka pun mendapat penerimaan dari masyarakat yang sadar bahwa jalan keluar dari berbagai krisis ini adalah kembali kepada ajaran Islam.

Sekelompok pemuda ini pun akhirnya memberlakukan hukum Islam di tengah desa-desa yang telah menerima dakwah dan telah mereka bebaskan dari gerombolan kriminal. Kabar seputar sepak terjang sekelompok pemuda santri penuntut ilmu ini pun tersiar seantero negeri, khususnya kawasan selatan Afghanistan yang kemudian menyebut mereka sebagai gerakan Taliban (Taliban bermakna pelajar dalam bahasa Arab).  Dukungan mulai datang kepada gerakan Taliban dari masyarakat, banyak desa-desa justru mengundang Taliban untuk menangani desa mereka karena mereka melihat bahwa desa-desa sebelumnya yang telah dikuasai Taliban berubah menjadi kondusif dan aman.

Hampir genap satu tahun pada 1995 setelah kemunculannya mereka sudah berhasil masuk dan menguasai kota Kandahar, salah satu kota besar di selatan Afghanistan yang kemudian menjadi basis utama kekuatan Taliban. Keterlibatan suku Pushtun sebagai etnis mayoritas Afghanistan juga berpengaruh terhadap pesatnya perkembangan Taliban karena Mulla Muhammad Umar sang pemimpin berasal dari suku tersebut.

Taliban semakin kuat hingga antara tahun 1998-1999 mereka berhasil masuk Kabul ibukota negara dan menguasainya. Pada tahun 2000 Taliban sudah semakin maju dan menguasai 80% dari seluruh wilayah Afghanistan sampai utara yang berbatasan dengan negara Uzbekistan, dan kawasan barat yaitu kota Herat yang berbatasan dengan Iran. Tidak hanya berkuasa, sejak pengaruh mereka manguat, Taliban juga memberikan tempat bagi para muhajirin mujahid yang ingin tinggal di Afghanistan dan membuka kamp-kamp pelatihan militer bagi para mujahidin dari berbagai negara di berbagai kawasan di negara itu.

Afghanistan berubah menjadi negeri paling kondusif bagi para mujahid untuk mengembangkan kekuatan mereka dalam rangka memperjuangkan Islam di seluruh negeri-negeri kaum Muslimin kelak. Tercatat tokoh-tokoh jihad paling berpengaruh di dunia abad 21 bermukim di Afghanistan di bawah perlindungan Taliban, semisal Usamah bin Laden.

Pada tahun 2001 peristiwa 11 September yang meruntuhkan menara kembar WTC membuat negara “super power” Amerika meradang. Afghanistan menjadi pusat perhatian karena diyakini dalang operasi 11 September ada di sana dan merancang serangan dari Afghanistan. Mulla Umar pun tampil dalam khutbahnya yang mendunia bahwa mereka tidak akan menyerahkan para mujahid kepada Amerika, mereka akan melawan.

Akhirnya, Amerika pun menginvasi Afghanistan, didukung oleh kekuatan yang anti Taliban di Afghanistan bernama Aliansi Utara. Taliban dikabarkan tumbang dan kendali kekuasaan politik dipegang oleh pemerintah bentukan Amerika pimpinan Hamid Karzai. Namun semua ini belum benar-benar merobohkan Taliban. Pengaruh milisi tersebut masih sangat kuat di Afghanistan. Pemerintah boneka yang baru hanya menguasai sebagian kecil Afghanistan termasuk ibukotanya Kabul. Taliban tetap eksis melakukan perlawanan terhadap pendudukan Amerika dan pemerintah bonekanya.

Predikat baru diterima oleh Taliban, gerakan yang diakui sebelumnya sebagai kekuatan politik dalam tingkat negara kini dimasukkan oleh Amerika ke dalam daftar organisasi Teroris, PBB pun mengamini hal tersebut dengan memasukkan sejumlah tokoh-tokoh Taliban kedalam daftar hitam dan dicekal.

Sejak 2002 hingga 2009 adu kekuatan antara Taliban dan kekuatan Amerika didukung oleh NATO terus berlangsung. Pengaruh Taliban tidak menurun bahkan muncul gerakan-gerakan pro Taliban di negara tetangga Pakistan. Sebagaimana telah diketahui, Pakistan adalah negara yang menjadi pendukung Amerika dalam memerangi Taliban. Beberapa peristiwa penting diantaranya penguasaan lembah Swat, perlawanan dari Masjid Merah di Pakistan menjadi bukti kekuatan pengaruh Taliban lintas batas.

Ketika Obama menjadi presiden pada 2009, era baru politik luar negeri Amerika dimulai seiring dengan krisis ekonomi di negara itu. Hal ini sebagai akibat perang panjang di Afghanistan dan Iraq. Beberapa sekutu Amerika di NATO yang menarik pasukannya dari Afghanistan menunjukkan kegagalan mereka dalam menumpas gerakan teroris bernama Taliban. Status Taliban pun berubah dari organisasi teroris menjadi insurgents (pemberontak/separatis). Selain alasan pendekatan politis yang berbeda antara Obama dan Bush, perubahan status Taliban juga didasari pada prinsip yang diumumkan oleh Bush “no nation can negotiate with terrorists”.

Ternyata hal itu menyulitkan Amerika untuk mengambil langkah baru dari peperangan ke meja perundingan ketika menghadapi Taliban. Berubahnya status Taliban menjadi insurgents menjadi jalan kaluar dari prisip yang diumumkan Bush. Kali ini Taliban bukan lagi organisasi teroris, mengajak mereka bicara di meja perundingan adalah sebuah keniscayaan. PBB pun dipaksa untuk memfasilitasi sekaligus mencabut daftar hitam para tokoh Taliban, sehingga memungkinkan mereka bepergian keluar negaranya untuk melakukan perundingan dengan Amerika di daerah netral.

Jika kita menilik ke era 90-an sebenarnya Amerika beberapa kali sudah mencoba untuk berunding dengan Taliban. Kala itu dibawah pimpinan Clinton dengan status Taliban diakui sebagai kekuatan setara dengan negara yang berdaulat di Afghanistan. Namun pasang surut terjadi, dan kali ini Taliban merangkak naik kembali ke posisinya semula. Pada November 2010 Amerika memulai perundingan dengan Taliban di Muenchen, Jerman. Pembicaraan rahasia ini diperantarai oleh Jerman dan Qatar. Perundingan berlanjut dua kali pada 2011 di Qatar dan Jerman. Amerika dan Taliban membicarakan persoalan pertukaran tawanan dan tidak menghasilkan kesepakatan. Januari 2012, kantor perwakilan Taliban berdiri di Doha, Qatar. Perundingan kembali terjadi dan tidak menghasilkan kesepakatan hingga Maret 2012. Perundingan mengalami kebuntuan antara kedua belah pihak, sebagaimana laporan DIIS (Danish Institute for International Studies).

Perundingan antara Taliban (atau Imarah Islam Afghanistan) telah berhenti, namun hari ini bola berpindah ke tangan Taliban Pakistan yang secara tidak langsung diakui sebagai kekuatan politik. Hal ini ditandai dengan perundingan antara mereka dan pemerintah Pakistan yang masih berlangsung hingga sekarang. Walaupun antara Taliban Afghanistan dan Taliban Pakistan memiliki kepemimpinan yang terpisah, namun mereka satu kesatuan sebagai sebuah gerakan bernama Taliban dengan prinsip-prinsip langkah penegakkan Islam dan strategi politik yang sama.

Pelajaran Politik Dari Taliban
Taliban mungkin sangat identik sebagai sebuah gerakan jihad yang menghadapi musuh-musuhnya dengan kekuatan senjata. Sebagian pembaca mungkin akan bertanya-tanya seputar judul tulisan ini yang mengaitkan Taliban dengan politik. Kita perlu pahami bahwa makna politik tidak terbatas pada pertarungan kekuatan dalam panggung pemilu, parlemen atau hal-hal yang layaknya dipahami oleh kebanyakan orang. Politik harus kita kembalikan pada maknanya yang luas menyangkut adu kekuatan pengaruh dalam sebuah masyarakat, baik dengan kekuatan senjata maupun tidak. Satu hal yang pasti, paparan mengenai perjalanan singkat Taliban di atas adalah bagian dari proses perjuangan politik.

Perdebatan seputar cara menegakkan Islam dalam tingkat negara, antara masuk ke dalam sistem di bawah payung demokrasi atau melalui cara lain di luar sistem demokrasi telah memenuhi banyak halaman buku, mimbar-mimbar masjid, meja-meja seminar dan lain sebagainya. Perdebatan ini tidak pernah usai dan menghasilkan kata sepakat kecuali dalam satu hal. Yaitu, tujuan mereka adalah  menegakkan Islam dan demi kebaikan Islam.

Pihak di luar sistem mengatakan demokrasi sistem kafir dan haram. Sehingga berkonsekuensi kufur bila masuk ke dalamnya. Islam tidak akan tegak melalui demokrasi. Sementara pihak yang masuk kedalam sistem mengatakan bahwa masuk ke sistem adalah cara yang paling mungkin untuk menegakkan Islam di negara dengan kultur demokrasi. Peluang ini harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan Islam. Walaupun mereka sadar dan mengakui bahwa demokrasi sendiri adalah sistem batil. Banyak batasan syariat dilanggar ketika masuk ke dalam sistem. Hanyasanya, resiko ini harus diambil demi menekan kerusakan yang lebih parah dan memperoleh maslahat. Dalil-dalil kedua belah pihak telah diutarakan.

Kita membatasi bahasan ini dalam hal yang disepakati, baik yang masuk sistem maupun yang di luar system. Tujuannya adalah untuk penegakkan Islam. Dari sini kita akan mengabaikan setiap kekuatan yang masuk sistem dan mengatasnamakan umat Islam namun tidak bertujuan untuk menegakkan Islam, atau minimal untuk kemaslahatan Islam.

Pihak yang masuk sistem memiliki jawaban yang jelas berdasarkan realitas yang berjalan. Yaitu, ketika muncul pertanyaan, apa saja yang anda lakukan dan bagaimana langkah-langkah kongkrit ketika anda masuk sistem demokrasi. Sementara pihak yang berjuang di luar sistem – dalam hal ini kita batasi kelompok yang meyakini dakwah, amar ma’ruf nahi munkar dan jihad sebagai jalannya – terkadang sulit memberikan jawaban langkah kongkrit yang akan dilakukan. Untuk konteks Indonesia, langkah yang terlihat baru sekedar gerakan-gerakan dakwah dan sosial, lalu sesekali melakukan aksi nahi munkar dengan people power. Hal ini bagi sebagian orang melahirkan kesimpulan bahwa mereka yang berjuang di luar system, absen dari perjuangan politik dan belum melakukan hal yang berarti.

Kisah nyata perjalanan Taliban di atas bisa menjadi jawaban kongkrit sebuah gerakan Islam yang berjuang di luar sistem, dalam hal ini sistem demokrasi. Mereka berhasil menjadi sebuah entitas politik yang diakui oleh dunia secara de jure dan de facto. Kita mengakui dan sadar ada banyak variabel yang membedakan antara kultur geopolitik dan demografis antara Afghanistan dan Indonesia. Variabel-variabel yang mempengaruhi perjalanan Taliban barangkali juga berbeda dengan gerakan-gerakan Islam anti demokrasi di Indonesia. Namun, yang kita ambil sebagai teladan dan pelajaran adalah pola umum dari langkah-langkah Taliban. Ini bisa ditiru dan dilakukan oleh gerakan Islam anti demokrasi di berbagai tempat, termasuk Indonesia.

Berikut ini pola mereka:
·         Taliban adalah sebuah gerakan dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar pada awal kemunculannya. Mereka terus merangkak naik hingga berhasil merubah sebuah negara.
·         Taliban memilih perjuangan di luar sistem negara yang mengarah kepada sistem demokrasi multipartai pada awal kemunculannya.
·         Taliban menghindari hiruk pikuk politik praktis dan memilih berdakwah mengajak rakyat pada Islam yang kaffah.
·         Taliban kemudian berkembang dan menguatkan diri mereka dengan kekuatan senjata hingga diakui sebagai kekuatan politik, baik di Afghanistan maupun di dunia. Dalam rangka untuk melaksanakan tujuannya, yaitu menegakkan syariat Islam.

Catatan: Poin terakhir ini yang belum dimiliki oleh gerakan-gerakan Islam anti demokrasi di Indonesia, yaitu kekuatan senjata secara mapan.

Dari poin-poin di atas, karakteristik pola langkah Taliban sangat mungkin dilakukan oleh gerakan Islam anti demokrasi di Indonesia. Sebenarnya sekarang ini pun telah berlangsung demikian. Sebagian dari mereka hanya melengkapi perjuangan dengan senjata, namun belum memungkinkan berlaku di Indonesia.  Banyak faktor yang membedakan antara kondisi Indonesia hari ini dan Afghanistan di era munculnya Taliban.

Pelajaran yang dapat kita petik adalah perjuangan politik tidak harus dilalui dengan masuk ke dalam system. Di luar sistem pun kita dapat melakukan perjuangan yang masuk ke dalam makna perjuangan politik. Dalam hal menekan mudharat dan memperoleh maslahat tidak melulu diraih dengan masuk ke dalam sistem, di luar sistem pun dapat dilakukan. Bila efektifitas menekan mudharat dan memperoleh manfaat diasumsikan bisa diraih jika masuk ke dalam sistem, maka perlu studi khusus untuk membuktikannya. Pasalnya kedua belah pihak mempunyai argumentasi yang sama kuat dalam hal ini,  berdasarkan pada realitas fakta yang ada.

Pelajaran Bagi Gerakan Islam Anti Demokrasi
Gerakan Islam anti demokrasi yang kita maksud dalam tulisan ini adalah gerakan yang meyakini penegakkan Islam melalui jalan dakwah, amar ma’ruf nahi munkar dan jihad. Penyebutan yang lebih sederhana menurut Abu Mus’ab Assuri dalam karyanya Da’watul Muqowwamah Al Islamiyyah Al Alamiyah,  gerakan Islam anti demokrasi ini masuk kategori gerakan aliran jihadi.
Menjelang pemilu, perdebatan mengenai ikut pemilu sebagai instrumen utama demokrasi atau meninggalkannya secara mutlak juga mengemuka di dalam tubuh kelompok jihadi. Berbagai argumentasi dari membahas isu politik hingga analisa peta kekuatan politik yang ikut serta dalam pemilu menjadi hangat. Perbedaan pandangan pun tidak terelakkan. Sebagian anasir-anasir aliran jihadi ada yang akhirnya memberikan toleransi untuk ikut serta dalam pemilu bagi masyarakat. Yaitu dengan alasan yang digunakan kelompok pro demokrasi, menghindari mudharat dan memperoleh maslahat.

Sebagai penganut aliran jihadi yang mengikuti perjalanan gerakan-gerakan jihad baik lokal maupun global, apa yang dialami Taliban harusnya menjadi contoh teladan. Dapat dicermati dengan baik untuk di-copy paste dalam konteks Indonesia. Keyakinan terhadap manhaj taghyir (metode melaksanakan perubahan) yang diambil harus berbuah pada amal nyata. Yaitu mengerahkan seluruh daya dan upaya meniti langkah demi langkah menuju cita-cita. Pilihan manhaj aliran jihadi harus sejalan dengan langkah politiknya. Langkah politik Taliban merupakan inspirasi yang khas bagi aliran jihadi.

Hari ini aliran jihadi di Indonesia memang belum diakui sebagai entitas politik yang diperhitungkan, baik oleh kawan maupun lawan. Namun hal itu bukan mustahil diraih bila aliran jihadi serius meniti jalan yang mereka yakini, dan sabar melaksanakan proses panjang seperti halnya Taliban berikut pasang surut yang akan menyertai. Goyah dalam memegang prinsip berjuang di luar sistem demokrasi sebagai kharakteristik aliran jihadi seyogyanya tidak terjadi. Sekalipun, arus utama opini ummat yang dipegang tokoh-tokoh Islam yang bukan aliran jihadi mengarahkan untuk ikut serta dalam pemilu.

Inspirasi aliran jihadi juga tidak bisa dipisahkan dari partner setia Taliban di Afghanistan, yaitu Al Qaeda yang berpusat di sana. Rilis-rilis resmi dari Al Qaeda dan publikasi-publikasi tulisan anasirnya seperti Abu Mus’ab Assuri secara spesifik menjelaskan, strategi aliran jihadi adalah melakukan perlawanan di luar sistem dengan jihad bersenjata sebagai ujung tombaknya setelah mendapatkan momentum perlawanan bersenjata yang logis dan dapat dipahami oleh masyarakat luas. Sebelum momentum itu datang, aliran jihadi memfokuskan aktifitasnya pada da’wah dan amar ma’ruf nahi munkar,  memahamkan masyarakat dan mengambil hati mereka untuk memahami Islam secara utuh.

Hal tersebut guna mendukung upaya penegakkan Islam dengan manhaj jihadi, seraya mempersiapkan kekuatan bersenjata yang akan digunakan kala momentum perlawanan itu tiba. Perubahan apapun dari iklim politik dan keadaan sebuah negara tempat aliran jihadi bergerak tidak boleh mempengaruhi blue print dari manhaj pokoknya, perubahan strategi yang besifat parsial dan insidental mungkin dilakukan untuk mengamankan langkah gerak aliran ini selama tidak merubah prinsip-prinsip yang dipegang.

Tahun 2013 yang disebut oleh barat sebagai awal kemunculan generasi ketiga Al Qaeda (Al Qaeda 3.0) memiliki hal menarik untuk dicermati. Melalui pesan audio dari DR. Aiman Azh Zhawahiri pemimpin tertinggi Al Qaeda bertajuk “Arahan Jihad Global”, memberi kesimpulan bahwa aliran jihadi diharapkan dapat memenangkan hati dan pikiran ummat guna mendukung penegakkan Islam dan jihad. Hal ini sesuai dengan yang telah dilakukan Taliban di awal kemunculannya, berhasil memenangkan hati dan pikiran mayoritas masyarakat Afghanistan. Masyarakat berbalik mendukung Taliban karena amal nyata Taliban yang dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai syariat Islam.

Itu semua tidak lepas dari da’wah dan amar ma’ruf nahi munkar yang dilakukan Taliban di tengah masyarakat. Aliran jihadi di Indonesia hari ini harusnya fokus dalam tahap ini. Sebagaimana dilakukan Taliban dan sesuai arahan tokoh aliran jihadi internasional DR. Aiman Azh Zhawahiri. Tanpa harus terombang-ambing oleh hingar-bingar politik praktis yang menyita perhatian dan waktu sebelum datang momentum untuk memulai mengerahkan kekuatan bersenjata.

Asumsi jika ummat Islam dari kalangan aliran jihadi absen dari pemilu kemudian melahirkan pemimpin-pemimpin zhalim dan kafir karena suara ummat Islam kalah, seharusnya dijadikan penyemangat menyiapkan kekuatan bagi aliran jihadi. Karena boleh jadi, momentum perlawanan akan muncul akibat kezhaliman yang merajalela dari pemimpin zhalim atau kafir, bukan sebaliknya. Akhirnya aliran jihadi harus sadar bahwa dengan menjalani startegi perjuangannya hari ini, mereka sedang berpolitik dan melangkah menjadi entitas politik dengan izzah Islam. Bukan justru dengan cara yang beresiko melanggar batasan Islam melalui sistem di luar Islam tanpa izzah.

Kekuatan Senjata Adalah Kunci Evaluasi Eksperimen Masa Lalu
Perdebatan antara pihak yang masuk ke dalam sistem demokrasi maupun yang di luar sistem bukan hanya pada konteks dalil dan realitas hari ini. Perdebatan itu juga merambah ke ranah sejarah eksperimen umat Islam Indonesia pada awal berdirinya negara ini.

DI/TII di bawah pimpinan SM. Kartoswiryo dianggap mewakili aktivis Islam anti demokrasi karena berjuang di luar sistem pada masa itu, sementara partai Masyumi di bawah kepemimpinan M. Natsir berjuang di dalam sistem dengan masuk ke parlemen mewakili aktivis Islam pro demokrasi. Kedua kekuatan Islam itu akhirnya sama-sama gagal mempertahankan dan menegakkan Islam secara utuh di Indonesia, DI/TII berhasil ditumpas oleh kekuatan militer, kemudian Masyumi akhirnya dibubarkan dan tokoh-tokohnya dipenjara oleh “tangan besi” Soekarno. Nostalgia sejarah ini sama-sama tidak bisa dijadikan dasar untuk menguatkan jalan yang ditempuh aktivis Islam hari ini baik pihak anti demokrasi maupun pro demokrasi, DI/TII dan Masyumi sama-sama karam.

Ada hal yang bisa kita cermati dan diambil satu benang merah yang menjadi sebab gagalnya kedua eksperimen tersebut, baik oleh DI/TII dan Masyumi. Benang merah itu adalah kekuatan bersenjata. Keduanya dikalahkan oleh kekuatan negara yang didukung oleh kekuatan bersenjata (militer). DI/TII jelas ditumpas oleh kekuatan militer, adapun Masyumi memang tidak secara nyata ditumpas oleh kekuatan militer. Namun bila saat itu melawan, Masyumi pun akan digilas dengan kekuatan militer atau ”tangan besi” penguasa.

Sebuah entitas politik dengan cita-cita besar akan lemah bila tidak didukung oleh kekuatan bersenjata (militer). Kembali ke teladan Taliban, mereka menjadi entitas politik yang diakui karena kekuatan mereka. Dan kekuatan yang paling diperhitungkan adalah kekuatan senjata. Sebuah kekuatan politik di luar sistem, seperti DI/TII – yang memiliki kekuatan bersenjata – dapat mudah ditumpas dengan kekuatan senjata yang lebih mapan. Lalu, bagaimana dengan kekuatan politik dengan cita-cita besar yang masuk ke dalam sistem dan tidak memiliki kekuatan bersenjata. Maka, dapat saja dengan sangat mudah ditumpas atas nama konstitusi yang tidak dilandasi dengan dasar Islam. Sekali lagi kita perlu ingat cita-citanya adalah menegakkan sistem Islam, yang artinya merubah sistem yang ada dari akarnya.

Menimbang Resiko
Resiko dari pilihan masuk ke dalam sistem demokrasi dan di luar sistem demokrasi jelas ada. Resiko pihak yang di luar sistem adalah akan dikriminalisasi dan diperangi atas nama teroris hari ini, hampir tidak ada resiko lain yang menyangkut batasan-batasan syariat. Sementara pihak yang masuk ke dalam sistem resiko ditumpas tetap ada, walaupun relatif kecil dan ditambah resiko pelanggaran-pelanggaran batasan syariat yang sulit dihindari.

Setelah pembahasan panjang di atas, bila kita bisa sepakat memahami bahwa salah satu kunci kekuatan penting untuk melakukan perubahan besar dalam rangka menegakkan Islam adalah kekuatan senjata,  dan yakin bahwa tanpa kekuatan senjata setiap usaha apapun akan suram dan mudah dipatahkan, maka mengapa kita mengambil jalan yang beresiko besar terhadap dunia dan akhirat kita, ketimbang jalan yang resikonya lebih kecil?

Ada kata yang sering diucapkan “Hidup itu Pilihan”, silahkan memilih dengan cermat, jujur dan bertanggungjawab baik di dunia dan di akhirat. (Usyaqul Huur)

Kenapa saya golput: "Maka sampai sekarang gue lebih setuju dengan konsep dakwah secara langsung membentuk kesadaran umat. Sehingga kelak akan terbentuk opini umum penting syariah Islam. Inilah perubahan paling oke sebab dakhwah secara langsung bersifat mengakar dan menjalar pada semua lapisan masyarakat. Sebagaimana Rasul dahulu mendakwahi masyarakat secara langsung hingga opini umum itu terbentuk di Madinah".

Menyikapi pendapat diatas :
Benar dakwah jihadi ini penting dan ia berjalan sepanjang semangatmu atau seumur hidup, namun ada baiknya pula menyempatkan 5 menit ikut pemilu mendukung partai berbasis islam, mereka dapat dominan dan berjalan didalam sistem, kau bantu dari luar sistem, dan kau bisa pula menasehati mereka dikala lupa diri. jangan lupa mereka-mereka pun selain didalam dan pula juga berdakwah diluar secara langsung membentuk kesadaran umat bahkan rela basah dan berlumpur di dalam sistem atau diluar sistem (semisal: saat bencana) merasakan kecintaan pada umat. Tampak oleh penulis barisan yang rapi dan kokoh, belum tahu apa bisa memindahkan/merobohkan gunung pula.

"tapi mereka berjalan didemokrasi buatan kafir?", maka demokrasi adalah sistem terpaksa dari solusi yang ada di negeri ini, katakanlah :

“Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran (kafir tanpa dipaksa), maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang besar.” (QS.An-Nahl: 106)

Anda bisa mengambil hikmah kisah sebab surah ini turun. walaupun berbeda ini tentang individu dan yang satu lagi tentang sistem kolektif yang panjang waktunya.

“Dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Allah memaafkan umatku perbuatan keliru tanpa sengaja, lupa dan segala sesuatu (dosa/kesalahan) yang dipaksa atasnya. (HR. Baihaqi).

Contoh : uang kertas adalah juga riba, toh kalian juga mengecap pemaksaan ini, walau kalian menolak dan mendemo pun tidak berkutikkan adanya ia dikantong kalian. maka bisa jadi saudaramu didalam sistem dapat membantu dan kalian diluar sistem menekankan tapi saudaramu didalam sistem butuh bantuanmu secuil waktu dan tindakan saja. Jadi serupa pula dengan demokrasi.

-Uang kertas itu dipaksakan sistem sekuler | riba diperangi Allah SWT dan rasulNya.
-Tidak berdosa karena dipaksa | berdosa masih memperaktekkan.
-Bisa dihilangkan keseluruhan/dikecilkan lingkupnya/tidak hilang dengan masuk sistem demokrasi | Bisa dijauhkan/uang dinar lain/kemandirian usaha produksi sendiri/solusi lainnya di luar sistem
-Lebih global terhadap wilayah/negeri dampak pengurangan/penghilangannya dengan masuk sistem | dampak pengurangan/penghilangannya sesuai per kelompok-kelompok diluar sistem dan sesuai type solusi yang dibangunnya
-Dsb
-Dsb
-Dsb

Apakah nash bertentangan? Tentu saja tidak. Ijtihad manusia yang berbeda.

Sebanyak apa ilmu yang dibutuhkan, lingkup bidang ilmu-ilmu apa saja yang dibutuhkan dalam menyatukan pendapat ini? Unsur-unsur sudut pandang apa saja yang harus dilihat, waktu panjang pendek, maslahat besar kecil, strategi dan penyikapan situasi dan kondisi berbedanya, dsb.

Kapan pasnya dalilnya secara global? Tentu saja pas finishnya kearah mana. Tidak mampu bertindak karena kalah suara, hatinya tetap tenang dalam beriman tidak berdosa karena dipaksa, pakai solusi luar sistem buat usaha baru menjauhkannya/mengecilkannya hingga batasan sampai dapat bertindak. Ada kemampuan bertindak, memerangi sebanyak yang bisa dari jenis ribanya dan mencoba menggantinya, dihalangi merubah …… dapat merubah …….. dan inipun baru menjawab seperberapa bagian, baru melihat satu sisi saja, padahal varian sikonnya masih banyak. Coba berdasarkan peluang/probabilitas pada matematika kolektifnya dan individunya. Berapa banyak varian kejadiannya, berapa banyak teknik solusinya.

Sejenak 5 menit jadikan pilihan definisi demokrasi ini, sebagai pertanggungjawaban bila demokrasi terlalu kotor buat kalian.

Bila demokrasi tanda kutip "yang diinginkan" adalah serupa sistem murni islam bagi umat terdahulu,  maka ia sejalan dengan syuro (sesuai syariat islam) dan dapat dipakai. syuro dapat mewakili khalifah selama kekhalifahan yang hak belum terwujud.

Bila demokrasi itu tanda kutip "yang terjadi" dianggap bertentangan dengan syariat namun ternyata dalam kasus-kasus tertentu hakikatnya tidak bertentangan dengan syariat maka sesuai makna, tujuan, niat, maksud, dll maka ia dapat dijabarkan seperti analogi kisah nabi Musa as dan Khidir. masing-masing golongan bertanggungjawab sesuai niat dan tindakannya.

Bila demokrasi itu tanda kutip "yang dipaksakan" adalah sistem kafir, dan maka ia sesuatu yang dipaksakan adanya, yang mau tidak mau berimbas pula bagi keyakinan anti demokrasi, maka lihatlah asbab turunnya surah an-Nahl: 106, sebagai analogi perbandingan.

Lihatlah dan pelajari hadis mengapa jaman ini disebut jaman diktaktor/jaman kepemimpinan/kerajaan yang memaksakan kehendak (bukan datang dari agama islam) dan kita masih dalam jaman tersebut. Lihatlah secara khusus dan umumnya semua kaitannya.

Pelajarilah lebih dalam makna-makna dan maksud-maksud pada kisah penyerangan Bani Quraidhah. Ketika berangkat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berpesan agar para sahabat tidak shalat kecuali setelah tiba di tujuan. Tapi ternyata sebelum sampai di perkampungan Bani Quraidhah waktu shalat Ashar sudah tiba. Maka sebagian sahabat mengerjakan shalat di tengah perjalanan, dengan alasan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyuruh mengakhirkan shalat. Yang lain memegangi ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yakni tidak mengerjakan shalat hingga tiba di tujuan, walau sudah habis waktunya. Dalam kasus ini Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mencela salah satu dari kedua pihak. Al-Jami’ush Shahih al-Bukhari-Muslim.

Pada kisah tersebut, ada tujuan perjalanan akhir yang sama, masih ada persatuan dan masih saling bantu-membantu dalam memenangkan agama, belum ada fitnah pihak ketiga, penerimaan yang elegan dan sesuai aturan akhir yang diinginkan.

Mereka yang didalam sistem bisa membantu kalian mengatur syariah pemerintahan yang akan makin memudahkan gerak langkahmu, memudahkan urusan sosial masyarakat yang kau pula ada didalamnya, memudahkan kau mempersiapkan peralatan, mendukung langkahmu, dsb. biarkan pembuktian mereka berjalan dan terlihat bukankah tuntutan masyarakat adalah “pembuktian” baru bisa bertindak lebih dalam dan sangat dalam atau bisa saja menjamin stabilitas kawasan dalam damai, sampai teralihkan ketika tanda-tanda khalifah ada.

Maksud hati sih sebenarnya menginginkan kalian untuk sisipkan waktu membantu/menolong saudaramu yang bergerak di dalam sistem agar mereka dominan dan menang, cukup memilihnya dalam 5 menit, kemudian lanjutkan dakwah kalian diluar sistem bila memang itu yang kalian inginkan. Bukankah itu tidak mengganggu waktu, apakah masuk sebentar ini melanggar syariat?, apakah sejenak ini kotor pula? Pertimbangkanlah kestategisannya dan maslahat jangka pendek dan jangka panjangnya karena hanya dengan membantu cukuplah hanya dengan dukungan suaramu dalam bilik suara, setelah itu kalian bisa keluar lagi dari demokrasi tetap dalam pijakan aliran jihadi yang kalian persepsikan, sisanya lihat tindakan mereka didalam sistem, nasehati bila melenceng. Mereka saudaramu telah siap dengan bekalnya masing-masing dalam menghadapi kekotoran tersebut, toh mereka yang jalan dikotoran bukan kalian. Berbaik sangka-lah.

Mereka didalam sistem, kalian diluar sistem. maka bila sewaktu-waktu terjadi pemberangusan terhadap mereka “pembunuhan besar-besaran umat islam”, kalian bisa menjadi satu kata dalam tindakan maka element-element islam pun akan bangun serentak dinegeri ini dari tidurnya dan akan bersatu padu dan malahan pemimpin garda depan akan menjadi golongan kalian yang mungkin benar-benar lebih siap. Disitulah ada momentum perlawanan bersenjata yang logis dan dapat dipahami oleh masyarakat luas.

Melihat karakteristik individu nusantara, kemungkinannya kecil, adanya pemberangusan dari dalam, maka akan panjang masa damai di nusantara, masa huruhara akan lebih pendek dirasakan dinegeri ini. Negeri ini walau terlihat memakai sistem demokrasi tapi subtansi-subtansinya dan perbaikan perekonomian, pendidikan, sosial, muamalah, dsb ada dalam naungan syariah yang diridhoiNya.

Bila pun ternyata ada pemberangusan dari dalam, maka akan terbagi kubu keimanan tanpa kemunafikan dan kubu kemunafikan tanpa keimanan. Kalian tahu siapa yang harus dibantu. Dan itu penanda untuk sudah bersikap tegas terhadap kemunafikan, karena yang menggerogoti umat islam adalah hal ini yang sulit dilihat dan terselubung. Harapan penulis nusantara punya jangka waktu sedikit panjang dalam damai untuk sebuah persiapan hingga orang-orangnya mampu memindahkan/menghancurkan gunung.

Bila pun pihak ketiga atau asing memulai kekacauan, akan ada musuh bersama dari jiwa-jiwa persatuan nasionalis di nusantara. semua element masyarakan dari sabang sampai marauke akan bangun. namun ingatlah bisa jadi benar-benar titik terakhir penyebab komplik mendunia adalah nusantara. Setelah timur tengah, afrika, ukraina yang memecah rusia-sekutu. apa kalian berani mengambil resiko ini, wahai pihak ketiga/asing karena itu akan menimbulkan momentum perlawanan bersenjata yang logis dan dapat dipahami oleh masyarakat luas.

Siapa bilang golongan-golongan umat islam tidak dapat bersatu dalam satu visi dan misi kelak.

Bagaimana solusi persatuan umat ini? Walau itu hanya sejenak, cuma bersatu dalam bilik pada pemilu dan mungkin saja hanya butuh 5 menit. Bukankah indah. (Mohon maaf bila penjabarannya kurang detail karena adanya batasan ilmu dan menulis dari penulis)

Namun bila dirinci lebih jauh pilihan mana yang lebih baik yang dilakukan kolektif, diantara : keadaan tetap seperti hari kemarin (tidak ada yang masuk/sedikit yang masuk dalam sistem), keadaan sejumlah lebih banyak solusi syariah bisa dijalankan (dominan dalam sistem), keadaan dalam kekacauan fisik entah berapa lama (tidak berhasil membentuk khalifah) solusi luar sistem, keadaan berhasil membentuk daulah hingga bergabung ketika berdirinya khalifah (solusi luar sistem)? Pen: ini baru dibagi 4 varian dari sejumlah lebih variannya

Tentu saja harus dilihat berdasarkan sikonnya negeri, bila awalnya damai seperti apa?, bila awalnya sudah ada kacau seperti apa?, pewaktuan, kesiapan dan moral kebanyakan orangnya, dan juga belum tentu yang lebih buruk itu ternyata buruk, bisa jadi ada banyak kebaikan dibelakangnya, dan pariable-pariable lainnya yang berkaitan dengan bahasan diatas, seperti fiqh terhadap melawan kudeta atau membuat kudeta, terhadap melawan revolusi atau membuat revolusi, fiqh kepemimpinan dan memilih pemimpin, fiqh jihad nafsu atau jihad peperangan, perlindungan dan penyikapan terhadap non islam, pembelaan eksistensi umat, kemaslahatan-kemaslahatan dan mudharat-mudharatnya lainnya dan sejumlah pertimbangan rangkaian pohon anak-anak cabang dan anak-anak ranting lain-lainnya dari yang harus dipertimbangkan dari 4 pilihan diatas untuk digodok menjadi satu kesatuan pendapat bersama. Maka bersatu sejenak dalam bilik suara bisa hanya kembali mimpi saja karena timbulnya pengetahuan baru dan pemikiran baru menjadi 2 persepsi besar tidak bertemu sepakat walau sebenarnya hanya diminta untuk bersatu dalam bilik suara saja.

Menarik kata-katanya disimak sejenak.
  • Biarin dapet pemimpin kafir, biar perang sekalian ! | Terus kenapa gak perangin aja sekarang ? kenapa nunggu entar ? #Udah_nyoblos_aja
  • Demokrasi itu melemahkan umat Islam | yo wes sampaikan itu juga ke orang2 parpol sekuler & nasionalis, jangan ke kita2 doang #Udah_nyoblos_aja
  • Mari perjuangkan Syariah dengan senjata ! | Politik juga senjata bro #Udah_nyoblos_aja
  • Rakyat harus diarahkan untuk melawan demokrasi | dan mereka juga butuh makan. tetangga ente udah makan belum ? #Udah_nyoblos_aja
  • Demokrasi itu Syirik, berarti negara ini negara kafir ! | berarti wajib hijrah dong ? kan gak boleh tinggal di negeri kafir #Udah_nyoblos_aja
  • Gak ada ngaruhnya di pemerintahan kalo parpol Islam dapet gak lebih dari 10 kursi | jangan liat 10 kursinya, liat jutaan umat yg bisa kita dakwahi dengannya #Udah_nyoblos_aja
  • Tuh jagoan ente yang di timur tengah aja di kudeta | lha terus jagoan ente yg di timur tengah udah bisa bikin khilafah ?? #Udah_nyoblos_aja
  • Golput itu hak warga negara | dan memilih pemimpin2 Muslim adalah kewajiban umat Islam #Udah_nyoblos_aja
  • Gak ada Parpol Islam di Indonesia, semuanya sekuler | kalo menurut ente gitu, ya udah pilih aja yang mudharatnya lebih sedikit untuk umat #Udah_nyoblos_aja
  • Yang ikut parpol semuanya Musyrik | ente bertanggung jawab di akhirat atas tuduhan ente #Udah_nyoblos_aja
  • Kita gak bisa mengalahkan kerajaan dengan aturan mereka | tapi kita masuk ke benteng2 raja dan banyak yg bisa kita lakukan disana. terus udah berapa benteng musuh yg ente masukin ? #Udah_nyoblos_aja
  • Bingung mau milih apa | ini zaman informasi, cari aja infonya #Udah_nyoblos_aja
  • Kalo salah pilih kan dosa, mendingan Golput | Hidup itu penuh pilihan. luruskan niat, cari kebenaran, bersabar, maka kau akan tahu yang benar #Udah_nyoblos_aja
  • Demokrasi itu mengubah hukum Islam | Ya udah sekarang kuasai pemerintahan biar bisa ganti demokrasi dengan hukum Islam #Udah_nyoblos_aja
  • Kampanye pake ayat kursi, udah dapet kursi, Ayat dilupain | Ingetin kalo lupa #Udah_nyoblos_aja
  • Demokrasi itu buatan orang Kafir | kita terpaksa memakai demokrasi untuk jembatan, kalo udah tercapai tujuan juga ditinggalin tuh jembatan #Udah_nyoblos_aja
  • Ganti demokrasi dengan daulah Islamiyah | Ya, sepakat. dan jelaskan caranya untuk menuju kesana. ini Indonesia bukan Suriah, beda caranya lho ya #Udah_nyoblos_aja
  • Ayo sering-sering berdemo menggugat demokrasi sampe khilafah tegak | kalo kita lebih memilih masuk ke sistem dan lakukan banyak hal dari dalam. minimal kita bisa mengurangi mudharat dari Undang2 yang tidak memihak umat #Udah_nyoblos_aja
  • Pusing-pusing, kudeta aja | masyarakat kita lebih banyak yang gak ngerti apa-apa, kasian kalo nanti mereka jadi korban. mendingan dakwahi mereka #Udah_nyoblos_aja
  • Di negeri sono udah ada Daulah Islam | Iya tapi bukan khilafah, jadi gak wajib Bai'at. kalo ente mau gabung ya silahkan #Udah_nyoblos_aja
  • Ntar gimana kalo yang kita pilih berkoalisi dengan parpol sekuler/nasionalis ? | kalo yang Golput-golput pada nyoblos kan suaranya jadi banyak, jadi gak perlu koalisi2an #Udah_nyoblos_aja
  • Memperjuangkan Islam lewat demokrasi itu kayak masuk lubang Ular | makanya bawa pelindung & senjata ke lubang Ular. Pelindungnya Iman, senjatanya pikiran #Udah_nyoblos_aja
  • Biarin aja orang kafir yang menguasai Indonesia, ntar kita perangin | Perang butuh media. apa jadinya kalau mereka memerintah terus diam2 media2 Islam dibredel ? siapa yang akan menyeru masyarakat untuk berperang nanti #Udah_nyoblos_aja
  • Belum ada satupun pemimpin/politikus yang sesuai kriteria Rasulullah | kalaupun ada pasti dibunuh/ditangkap/difitnah macam-macam. makanya politikus Islam yang agamanya baik UNTUK SAAT INI lebih baik untuk tidak terlalu menampakkan diri sebagai pejuang syariat. Perang itu tipu daya bung #Udah_nyoblos_aja
  • Gak ada partai yang benar-benar bersih | Sahabat Nabi aja ada gak ma’shum, apalagi partai. situ bersih ? #Udah_nyoblos_aja
  • Jangan2 yang memperjuangkan Islam lewat demokrasi itu udah kena tipu orang2 kafir | jangan2 yg nyuruh golput juga kena tipu. tolong buktikan, jangan cuma pake "jangan-jangan" #Udah_nyoblos_aja
  • Dengan ikut pemilu, berarti kita sama dengan ikut melegalkan sistem kufur | Dengan gak ikut pemilu, berpotensi melegalkan penindasan umat Islam oleh kaum kufar #Udah_nyoblos_aja
  • Ribet-ribet, Udah Revolusi aja ! | kapan ? yang mimpin siapa ? duitnya dari mana ? caranya gimana ? perlengkapannya mana ? ini negara damai loh ya ? #Udah_nyoblos_aja
  • Golput kok diharamin ? | kalo gak mau diharamin ya jangan provokasi umat yang sepakat ikut pemilu untuk golput #Udah_nyoblos_aja
  • Dengan Golput berarti kita memboikot sistem kufur | Dengan memboikot partai2 Islam berarti kita secara tidak langsung mendukung partai2 kufur #Udah_nyoblos_aja
  • Kader partai antum banyak, harusnya perang aja udah | orang2 awam yg gak ngerti apa2 jauh lebih banyak. kita sih siap2 aja berkorban, lah mereka ?#Udah_nyoblos_aja
  • Ane gak percaya sama partai2 Indonesia| hidup butuh kepercayaan. ente makan di rumah sahabat ente, emang yakin gak bakal diracunin #Udah_nyoblos_aja
  • #Udah_Golput_aja | #Udah_nyoblos_aja
  • NYOBLOS PARTAI ISLAM TENTUNYA...juraGEM-kaskus

Terakhir saudara-saudaramu di demokrasi, mereka yang berusaha didalam sistem bisa jadi sebagian ada yang punya jiwa jihad yang lebih tinggi darimu dengan tanda kutip penyempitan maksud dan waktu “saat kekinian dinegeri yang damai ini”. Fitnah kekayaan dan kekuasaan sangat berat, jihad terhadapat nafsu dalam kekotoran ini tentu saja adalah jihad yang berat dari pada orang diluar sistem yang tidak kontak langsung dengan kekuasaan dan imingan kemudahan mendapat harta. Berani memasuki sistem dengan membawa syariat atau sekedar perbaikan/reformasi subtansi-subtansi sistem sama saja siap untuk pula menggadaikan taruhan nyawa. Bila ada pihak ketiga tidak senang dengan salah satu rencana perubahan subtansi sistem maka teror, pembalikan fitnah bahkan nyawa adalah resiko begitupun bila mereka mengusik lahan basah pasti ada suara-suara yang tidak senang yang ingin membungkamnya ataupun sekedar memfitnahnya bahkan yang terparah bila diberangus, nyawa-nyawa kolektif mereka taruhan besarnya dan contoh ini sudah banyak. Belum lagi beberapa fitnah-fitnah umum dari suara-suara luar terhadap penyikapan kekuasaan kepada orang yang langsung kontak dengan kekuasaan, merekapun akan mendapatkan imbasnya pula walaupun semisal tidak berbuat bahkan bertindak kebalikkannya. Mereka pun menyiapkan usaha taruhan tenaga, harta dan bahkan nyawa diluar sistem dengan membantu rakyat dalam bencana, pelayanan sosial atau hal lainnya. Penulis saja kalah. Terlihat militansi dan loyalitas mereka terhadap tujuan berislam. Semoga loyalitas kepada Allah SWT dan rasulNya yang lebih tinggi membawahi loyalitas lain-lainnya. Dan tahu membedakan, kapan militansi sosial atau kapan militansi peperangan diperlukan dan lebih utama.

Banyak kata-kata komentar yang penulis jumpai pada sebuah berita tentang “sesuatu” bernada “Allahuakbar,, saya sudah banyak berbuat dosa,, kali ini jika ada rekrut perang ke palestina saya akan ikut fisabililah,, mudahan-mudahan Allah SWT mengampuni dosa saya sekali pun saya sampai mati .... aamiin”. “Kalo misalkan bener. gw pengen bener jd salah satu dari muslim indonesia yang ngehabisin israel buat ngurangin dosa gw yg udah seabrek-abrek”, “saya memang kepingin menjadi syuhada di Palestina untuk menembus dosa-dosa saya yang membumbung tinggi”, “ingin aku mengatakan bahwa aku siap dan rela mati untuk islamku.....tapi kembali aku menangis,,,mengingat dosa yg penuh mengotori jiwaku....apa aku pantas menjadi prajurit allah,apa pantas aku berharap syahid,,,,,u_u“. Bila orang-orang ini mulai dan tetap istiqomah sesudah ucapannya itu, ia sudah merupakan ahli jihad bahkan bila tidak sempat berjihad. insyaAllah.

Sungguhnya penulis dan banyak saudara-saudaramu di demokrasi juga, insyaAllah, siap tidak siap harus siap bila panggilan itu datang. Namun bila negeri ini masih dalam keadaan tanah damai, belum menjadi tanah jihad, janganlah berbuat neko-neko kekerasan (yang dimaksud pembunuhan dan pengeboman) yang akan menyebabkan fitnah keseluruhan islam dan kita hati-hati pula bila ada yang neko-neko kekerasan bisa jadi ada fitnah dari pihak ketiga yang mengadu domba. Bila mau sekarang, diluar sana, hari ini banyak tanah jihad bahkan penulis ingin menyertai kalian. Penulis berpandangan umum tentang “negeri damai” bahwa sedetikpun memperpanjang keadaan damai masih lebih baik dari pada kacau. Bukan kita yang memulainya. Mengambil sedikit kebaikan lebih baik daripada diam membiarkan keburukan atau diam karena menyengaja keburukan tetap ada dengan tujuan tertentu walau terlihat mulia atau pun memancing kekacauan dengan cara-cara tidak syar’i walau terlihat bertujuan mulia. Kita harus mencari asbab perubahan atau peperangan yang diridhoiNya dan tanpa menghalangi bersatunya umat terhadap penyikapan hal tersebut barulah kemenangan akhir itu mulia.

Menyikapi bila semisal umat islam penegak syariat didalam sistem dominan dalam parlemen dan menguasai pemerintahan pula namun kemudian ternyata diberangus militer. Maka beri waktu mengultimatum seminggu kepada militer untuk mengembalikan hak kemenangan yang sesuai aturan main sistem demokrasi itu kembali. Toh mereka yang diberangus masih saudara sebangsa dan setanah air militer itu sendiri, mereka tidak merubah NKRI dan mereka tidak mengganti pokok demokrasi itu sendiri dan masih menghargai Pancasila dan UUD 45, jadi tidak ada landasan pemberangusan ini dibenarkan kecuali keinginan menghalangi perbaikan dan reformasi negeri, peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan berkeadilan yang tinggi dan penegakan subtansi-subtansi sistem dengan cara syariat dengan cara islami. Bila tidak dikembalikan maka disitu terlihat pembagian jelas kemunafikan tanpa iman dan iman tanpa kemunafikan karena ada orang-orang yang tidak setuju dengan penegakan islam yang padahal juga masih dalam wacana terbatasi dalam demokrasi itu yang pula sebenarnya subtansinya tidak membahayakan masyarakat umum. Dapat penulis katakan seharusnya batasan bicara khalifah, ialah berbicara seluruh dunia, saat berbicara khalifah tanda-tandanya ada di Mekkah dan masih belum tahu kapan terjadinya dan bahkan kita pun belum tahu apa khalifah yang hak akan menghapus bentuk negara-negara atau hanya meminta ketundukan negara-negara terhadap khalifahan. Lawan tanding khalifahan adalah new world order. Jadi rangka acuan masih bisa batasan negara dan sistemnya atau NKRI hingga masa penentuannya kelak yang berlaku seluruh dunia yang waktunya pun belum tahu kapan terjadi berdasarkan tanda-tandanya. Kelemahan umat islam ada pada kemunafikan yang karena status damai tidak bisa berkutik menghalaunya secara fisikal, namun kalaulah momentum pemberangusan itu terjadi maka momentum perlawanan bersenjata yang logis dan dapat dipahami oleh masyarakat luas akan terjadi, saatnya pula penegasan dan membedakan kemunafikan dan beriman tersebut karena inilah yang perlu dilakukan tegas diakhir jaman ini (kemunafikan tersebut adalah pola penerimaan tauhid, aqidah, akhlak, syariat yang tidak berdasarkan nilai islami dan sunnah nabi). Apakah kalian rela saudara-saudara kalian diberangus, apakah kalian rela kejadian seperti di Mesir? Militer yang beriman pun harusnya faham maksud ini dan pilihannya kelak. Bila semisal hal ini terjadi dinegeri damai ini maka adalah momentum daulah islamiyah pilihannya. Tapi kalaupun ada pilihan dinegeri damai ini dimana diawali demokrasi, yang mana sebenarnya pemenang dominan parlemen bisa pula merubah seluruh sistem demokrasi karena kemenangan suaranya diparlemen yang biasanya ujung-ujungnya voting, ini adalah kelemahan krusial sistem demokrasi itu sendiri, dapat saja membolak-balik semua undang-undangnya, pilihan daulah islamiyah dapat saja terjadi langsung selama kita harus mencari asbab yang diridhoiNya, tidak memancing kekacauan dan tanpa menghalangi bersatunya umat terhadap penyikapan hal tersebut barulah kemenangan akhir itu mulia. Pertanyaannya apakah semua element masyarakat dan pemerintahan sipil militer siap dan mau? Sudahkah usaha dakwahnya menyentuh seluruhan element dan diterima keseluruhan? Sudah siap dengan resiko-resikonya? Selain itu lihat secara global dan khusus rangkaian cabang-cabang dan ranting-ranting terkait dari keseluruhan masalah ini, apa telah memenuhi standartnya atau tidak? Dan itupun kalau menang mutlak, belum direbut sudah ribut.

Catatan dari penulis : penulis merasa tidak mempunyai ilmu, terasa pula bahwa ilmu itu sangat luas adanya, oleh karena itu dapat dikatakan penulis adalah sama seperti orang awam kebanyakan dan masih banyak kekurangan-kekurangan pada diri penulis maka pelajari atau kritiklah dan ambillah yang bermanfaat dan buanglah yang tidak bermanfaat dari tulisan dan kumpulan tulisan dari tulisan ini. Wallahu a’lam.

Bila ingin membaca lebih lanjut ebook ini, Klik tulisan ini untuk kembali ke-link-link di daftar isi

Anda sedang membaca artikel tentang Rahasia Tersembunyi Mata Uang dan anda bisa menemukan artikel Rahasia Tersembunyi Mata Uang ini dengan url http://manfaatputih.blogspot.com/2014/02/rahasia-tersembunyi-mata-uang.html, anda boleh menyebarluaskannya atau mengcopypaste-nya jika artikel Rahasia Tersembunyi Mata Uang ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda, namun jangan lupa untuk meletakkan link Rahasia Tersembunyi Mata Uang sebagai sumbernya.

7 komentar:

Anonim mengatakan...


Dihujat dengan membenturkan Islam dan partai politik Islam yang korupsi. Dihujat dengan membenturkan Islam dan tokoh Islam yang sesat dan berzina. Terlepas dari kekurangan itu semua, saya yakin dengan sebagian kecil tokoh Islam tadi yang komitmen dan rela berkorban masuk ke demokrasi demi kepentingan Islam, kebaikannya jauh lebih besar daripada kekurangannya. Saya jadi teringat dengan sabda Rasulullah SAW: Jika air mencapai dua kulah, maka ketika ada najis masuk kedalamnya, maka air itu tidak dikatakan ternajisi (selama warna, rasa dan bau tidak berubah). Kalau batasan air hanya dua kulah, bukankah kebaikan-kebaikan tokoh/Partai politik (Parpol) Islam sudah lebih dari itu? Tidak, bahkan jauh lebih dari itu. Bukankah Tokoh/Parpol Islam yang terus menerus mendakwahi umat Islam?

Ada hikmah lain yang sebenarnya bisa kita petik dari surat Ar-Rum di tengah hujatan yang terus berlangsung. Dalam surat Ar-Rum diceritakan bahwa Romawi dengan agamanya yang Nashrani dan Persia dengan agamanya yang Majusi (penyembah api), pernah berperang. Lalu orang Mekkah termasuk Rasulullah menginginkan Romawi yang memenangkan peperangan itu. Hingga akhirnya Romawi menang dan orang Mekkah gembira. Pertanyaannya mengapa orang Mekkah termasuk Rasulullah menginginkan Romawi yang menang? Padahal Romawi agamanya kafir. Dan mengapa malah mereka gembira? Salahkah mereka senang ketika kafir menang? Hukum asalnya salah bila mereka senang atas kemenangan orang kafir.

Anonim mengatakan...

Namun ketika ada dua kerusakan, mereka memilih kerusakan yang lebih kecil Karena saat itu agama Persia benar-benar menyekutukan Allah sedangkan agama Romawi masih menyembah Allah. Kalau dulu mereka menginginkan salah satu kelompok kafir yang menang karena kerusakannya lebih kecil, maka sudah sepantasnya sekarang umat Islam menginginkan kemenangan tokoh/Parpol Islam yang kerusakannya jauh lebih kecil dari tokoh/Parpol sekular,liberal, dan kafir dalam Pemilu 2014 ini.

Wallahu a‘lam.

Anonim mengatakan...

KARAWANGID.COM,- Tulisan ini adalah catatan saya selama mengikuti pengajian politik Islam. Berbicara Pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia,ada dua kerusakan untuk umat Islam. Pertama bila umat Islam tidak memilih, maka kafir bisa memimpin. Kedua bila umat Islam memilih,maka Islam yang akan memimpin namun masuk ke dalam demokrasi. Dalam Islam, ketika ada dua kerusakan, maka pilihlah satu yang lebih kecil dampaknya. Ketika ada dua kebaikan, maka pilihlah satu yang lebih besar manfaatnya.

Tokoh Masjumi, Prawito Mangkusasmito pernah mengatakan untung ruginya perjuangan harus dinilai dengan untung ruginya Islam. Untungnya kalau tidak memilih, sebagian kecil umat Islam tidak dikorbankan untuk masuk ke demokrasi. Ruginya kalau tidak memilih, seluruh umat Islam dipimimpin oleh orang kafir yang bisa saja melarang umat Islam berdakwah dan beribadah.

Untungnya kalau memilih, seluruh umat Islam diizinkan berdakwah dan beribadah oleh pemimpin yang Islam. Ruginya kalau memilih, sebagian kecil umat Islam dikorbankan untuk masuk ke demokrasi. Dari untung rugi tadi, maka jelas Islam akan lebih rugi kalau umatnya tidak memilih dan akan lebih untung kalau umatnya memilih.

Meskipun begitu, saya menghormati dan tidak menyalahkan sikap kelompok Islam yang tetap teguh tidak memilih demokrasi. Saya juga yakin bahwa demokrasi itu memang bukan Islam. Demokrasi seperti daging babi, haram sebenarnya dipilih. Walaupun dalam kondisi darurat daging babi boleh dimakan, tapi tidak berarti mengubah hukum daging babi yang haram jadi halal. Sama halnya dengan bolehnya memilih demokrasi dalam kondisi darurat di Indonesia saat ini. Tidak berarti mengubah hukum demokrasi yang haram jadi halal.

Saya katakan darurat karena hari ini saja kita dipimpin oleh presiden yang Islam, tapi hukum Islam tidak ditegakkan. Polwan dan pelajar masih dilarang berjilbab, aliran sesat yang mengancam aqidah umat Islam tidak diberangus, minuman keras dan rokok dilegalkan, obat-obatan yang haram digampangkan untuk dihalalkan, kekayaan sumber daya alam direlakan untuk dijajah, pendidikan formal disekularkan, keluarga berencana dan kondom dipromosikan, lokalisasi pelacuran diizinkan, Miss World digelar, riba seperti bunga bank dihadiahkan, pajak diwajibkan dan seterusnya. Bagaimana kalau Indonesia dipimpin oleh presiden yang kafir ? Yang Allah sudah pastikan dalam surat Ali Imran ayat 118 bahwa orang kafir tidak akan henti-hentinya menimbulkan bahaya, membenci,menyukai dan menginginkan kesusahan pada umat Islam.

Namun sedihnya, saat sebagian kecil tokoh Islam sudah komitmen dan rela berkorban masuk ke demokrasi demi kepentingan Islam, tapi malah terus dihujat oleh sebagian umat Islam sendiri. Dihujat dengan membenturkan Islam dan demokrasi. Dihujat dengan membenturkan Islam dan jabatan. Dihujat dengan membenturkan Islam dan kekuasaan. Dihujat dengan membenturkan Islam dan kekayaan.

Anonim mengatakan...

jangan sampai indonesia muncul syufyani seperti di mesir itu

MM mengatakan...

tergantung sikap militer beriman. ada juga kemungkinan lainnya, bila sekuler masih memimpin, kekacauan bisa pula terjadi yang mungkin saja karena hilangnya kesabaran masyarakat pada keadaan negeri, semuanya ada kemungkinannya, yang terpenting sih yang nyata dekat dulu. menangkan partai islam, bila menangkan yang banyak diparlemen aleg ulama dan cendikiawan islam, bila merumuskan sesuatu tentu nilai islami lebih kedepan. nah suara ini mirip syuro, karena biar mau dijegal pun tetap bisa menang dengan voting alias suara non islami bisa dianggap tidak ada/tidak mampu mengambil keputusan, masalahnya kalau tidak dominan nilai syuronya hampir nga ada. ini di parlemen

kita dapat mendefinisikan syura sebagai proses memaparkan berbagai pendapat yang beraneka ragam dan disertai sisi argumentatif dalam suatu perkara atau permasalahan, diuji oleh para ahli yang cerdas dan berakal, agar dapat mencetuskan solusi yang tepat dan terbaik untuk diamalkan sehingga tujuan yang diharapkan dapat terealisasikan [Asy Syura fi al-Kitab wa as-Sunnah hlm. 13

syura (musyawarah) disyari’atkan dalam agama Islam, bahkan sebagian ulama menyatakan bahwa syura adalah sebuah kewajiban, terlebih bagi pemimpin dan penguasa serta para pemangku jabatan. Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan nabi-Nya bermusyawarah untuk mempersatukan hati para sahabatnya, dan dapat dicontoh oleh orang-orang setelah beliau, serta agar beliau mampu menggali ide mereka dalam permasalahan yang di dalamnya tidak diturunkan wahyu, baik permasalahan yang terkait dengan peperangan, permasalahan parsial, dan selainnya. Dengan demikian, selain beliau shallallahu’alaihi wa sallam tentu lebih patut untuk bermusyawarah” [As Siyasah asy-Syar'iyah hlm. 126

salah satu partai pun punya mekanisme syuro di partainya, dan keputusan-keputusan partai selalu merujuk kesepakatan syuro, juga mungkin pertimbangan presiden pun (bila menang) akan mendapat masukan dan mendengar keputusan dari syuro partainya pula terlebih dahulu. nah syuro partai ini diisi oleh cendikiawan sfesifik ilmu dan ulama. ini masukan ke pemerintah

MM mengatakan...

saat samarkand jatuh ketangan pasukan muslim, orang samarkand datang ke khalifah protes

Melihat kota Samarkhand telah dikuasai dengan tiba-tiba, mereka pun lantas mengajukan keberatan kepada panglima perang. Kenapa mereka keberatan? Sebab mereka tahu bahwa penaklukan yang terjadi dini hari itu tidak sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad, tidak sesuai dengan sunnah Rasululullah, sehingga mereka mengajukan keberatan. Selama ini mereka mendengar bahwa jika ada tentara Islam yang hendak menawan sebuah kota, sesuai dengan ajaran Nabi mereka, maka mereka akan memberitahukan terlebih dahulu kapan mereka akan tiba, melalui pintu kota sebelah mana mereka akan menyerang, berapa jumlah personel yang dikerahkan, kemudian tentara Islam dilarang oleh Rasulullah untuk menghancurkan bangunan, membunuh anak-anak, orang-orang lanjut usia dan wanita serta musuh yang sudah menyerah, juga dilarang menghancurkan tempat-tempat ibadah, dilarang merusak pohon-pohon dsb.
Bagi Rasulullah dan tentara Allah yang haq, mengislamkan musuh lebih mulia daripada membunuh atau menawannya dalam keadaan kafir. Sebab salah satu tujuan jihad dalam Islam bukan hendak membunuh musuh sebanyak-banyaknya tetapi justru menyelamatkan musuh sebanyak-banyaknya, yaitu dengan membawa mereka ke dalam agama yang selamat lagi menyelamatkan yaitu Islam.
Maka rakyat Samarkhand kemudian mengirim utusan kepada khalifah Sayidina Umar bin Abdul Aziz tentang keberatan mereka dalam penaklukan Samarkhand. Khalifah pun faham apa yang terjadi, lantas beliau memanggil hakimnya untuk mengadili panglima perang dan seluruh pasukan yang terlibat. Akhirnya diputuskan bahwa penaklukan Samarkhand yang baru saja dilakukan adalah tidak sah menurut hukum Islam, dan pasukan yang terlibat mendapat hukuman yaitu dengan cara meminta maaf satu per satu kepada seluruh penduduk kota Samarkhand.
Maka terjadilah peristiwa luar biasa, pasukan Muslim yang mencapai jumlah ribuan itu lantas bertebaran keseluruh pelosok kota, door to door, untuk meminta maaf kepada seluruh penduduk kota Samarkhand tanpa terkecuali. Bagi mereka ketaatan kepada Allah, Rasulullah dan Pemimpin adalah lebih utama.Sungguh peristiwa luar biasa,

MM mengatakan...

mengharukan, dan ajaib, yang belum pernah diajarkan oleh Pemimpin ataupun diajarkan dalam ilmu perang mana pun. Itulah indahnya Islam.
Beberapa bulan kemudian dilakukan lagi ekspedisi oleh tentara Muslim ke Samarkhand. Kali ini tentu saja semua dilakukan dengan Standard Operating Procedure (SOP) yang diajarkan Rasulullah SAW.
Maka apa yang terjadi? Yang terjadi adalah sebuah keajaiban. Tanpa disangka-sangka, penduduk Samarkhand ternyata sudah menanti di depan pintu kota untuk menyambut pasukan Islam tersebut, bukan dengan senjata tetapi dengan senyuma hangat yang penuh harapan. Mereka berbondong-bondong ingin memeluk Agama Islam, karena mereka telah merasakan akhlak Islam yang sungguh agung yang diajarkan Rasulullah SAW, dan merasakan bahwa hanya dengan Islam mereka akan mendapat keselamatan. Hati mereka sugguh puas dan redha menerima kedatangan Islam.

selain itu ini adalah teladan kekastrian dengan jalan terang-terangan, bukan diam membiarkan keburukan atau diam karena menyengaja keburukan tetap ada dengan tujuan tertentu walau terlihat mulia atau pun memancing/menunggu kekacauan dengan cara-cara tidak syar’i walau terlihat bertujuan mulia (agak licik menurut saya)

bila menang kita bisa tunjukkan dalam berapa masa 5-10 tahun bahwa iniloh solusi syariat islam, dimana masyarakat butuh bukti, mungkin perbaikan ekonomi dan penurunan harga-harga dan perbaikan kesejahteraan, pendidikan, kesehatan, kestabilan keamanan dan hilangnya/kurangnya kriminalitas, termaksud rasa aman kaum minoritas. sesuatu yang universal diingankan masyarakat untuk kebaikannya didalam negara. setelahnya mungkin malahan masyarakat sendiri yang bakal ingin dan menyuarakan mengganti sistem keseluruhan dengan kesadaran mereka sendiri tanpa merasa dipaksa karena adanya pembuktian ini bahwa ternyata solusi itu buat kebaikan mereka pula dan nyata terasa manfaatnya. itu sih kalau masyarakatnya mau dengan sendiri atau kalau jalannya normal dan cepat nga da tangan pihak ketiga, aseng dan asing atau dicobanya digagalkannya pemilu dan itupun kalau menang suara. ini salah satu solusi, solusi lain sesuaikan dengan sikonnya ntar.

Posting Komentar

Beri Komentarmu disini!

Download Ebook LINK

.......................................................

MAU BACA LEBIH LANJUT
KLIK DAFTAR ISI DISINI

atau

Mau Download EBOOK ini

klik LINK ini :


Anda bisa download ebook ini di sini :

Pembahasan Tuntas Peradaban Manusia dari awal hingga akhir full Final.pdf

LINK 1 - ZIDDU

LINK 2 - 4SHARED

Surat Al Kahfi diantara Nubuat Nasrani versus Nubuat Islam.pdf

LINK 1 - ZIDDU

LINK 2 - 4SHARED

.......................................................

DAFTAR ISI

Daftar Isi :






















































Pembahasan Beberapa Hal Penting:

























































7. Periode Zaman Kiamat/Zaman Peradaban Manusia Akhir Yang Tidak Mengenal Islam









Di dalam penulisan ini ada beberapa penjabaran baru yang belum pernah terlihat di dalam tulisan peneliti lainnya, Semoga hal ini bermanfaat untuk menambah kemanfaatan buku ini.


Bantinglah Otak Untuk Mencari Ilmu Sebanyak-Banyaknya Guna Mencari Rahasia Besar Yang Terkandung Di Dalam Benda Besar Yang Bernama Dunia Ini, Tetapi Pasanglah Pelita Dalam Hati Sanubari, Yaitu Pelita Kehidupan Jiwa. (Al- Ghazali)




Hak Cipta oleh M. Yusuf . Diberdayakan oleh Blogger.